SECOND : THE CALL

2.4M 75.5K 18.2K
                                    

SECOND :

         "Eh, lo maling sepatu siapa nih?"  Nathan baru saja duduk di kursinya, paling pojok sekaligus eksklusif bahkan sudah sebagai kepemilikan permanen. Posisi paling strategis karena di situ dia bisa tidur, ngobrol tanpa harus ketahuan guru karena di depannya ada Abi yang sengaja sudah di-booking Nathan untuk duduk di depannya. (Alasannya : Abi punya badan besar yang bisa jadi tembok mendadak Nathan). 

         "Punya Ucup."

         "Canda lo, ah! Masa sepatu Ucup ada bunga-bunga," Abi menoleh dan tertawa geli sampai bahunya berguncang, membuatnya persis seperti raksasa di tipi-tipi, " ... walaupun cupu gitu, dia masih cowok tulen."

         "Liat aja abis entar itu anak."

         "Dasar baper, nggak sengaja gitu dia lempar kepala lo." Wildan, yang tadi memanggil Nathan dari tangga menyahut karena dia melihat langsung di TKP.

         Tepat saat Nathan melengos dan berniat melempar kepala Wildan dengan kertas yang dia remas menjadi bola, tiba-tiba Pak Mahyudi melangkah masuk ke dalam yang spontan membuat seisi kelas terdiam. "Bi, bangun lo, buruan." Nathan bangkit dari kursinya, berpindah tempat pada Abi supaya Nathan bisa duduk di samping Arif.

         Bukan apa-apa, masalahnya Nathan memang bego dalam pelajaran Bahasa Arab, bukan Arab saja tapi hampir semua pelajaran. Karena boro-boro mau belajar kalau kerjaannya tiap hari bawa satu buku dan pena hasil maling milik Nabila, alasannya karena Nathan sudah trauma bawa buku banyak-banyak. Waktu seminggu memulai belajar, Nathan masih rajin bawa buku kosong, tapi dia madol sampai jam ke lima, dan balik-balik ke kelas, semua bukunya raib. Hilang. Tanpa jejak. Hanya menyisakan sebuah pena di dalam tas.

         "Geseran dong." Sementara Arif meringgis tidak nyaman, tahu bahwa Nathan pindah pasti karena ada maunya.

         "Buka Alquran kalian." Sudah menjadi ciri khas Pak Mahyudi dengan kepala botak dan kumis putih di atas bibirnya, baru saja selangkah masuk ke kelas langsung memberi perintah, matanya menatap ke seluruh kelas hingga akhirnya berhenti tepat menatap Nathan yang selalu menjadi sasaran empuk. "Nathan, baca surat Al-Baqarah, dari ayat empat sampai tujuh."

         Terdengar cekikikan kecil dari belakang Nathan.

         Nathan menyenggol lengan Arif, Arif langsung mengerti, cowok itu segera ikut membuka Alqurannya dan mulai melantunkan suara ngajinya sementara Nathan membuka bibir, sekedar megap-megap—persis seperti penyanyi lipsing—membuat seisi kelas menahan tawa setengah mati, sementara Pak Mahyudi duduk di kursinya sambil mendengarkan Nathan tanpa tahu kejadian sebenarnya, bersyukurlah karena ternyata Pak Mahyudi rabun jauh. "Nathan!" terdengar teriakan lagi, Nathan tersentak. Bibirnya berhenti megap-megap sementara Arif masih tetap mengaji.

         Lengan Nathan kembali menyenggol Arif supaya berhenti tapi tu anak tetap aja mengaji.

         Pak Mahyudi bangun dari kursinya, matanya memicing untuk mengamati Nathan. "Saya menyuruh kamu mengaji, bukan Arif."

         Sekelas lagi-lagi menahan senyum, "Saya lagi sariawan, Pak," jawab Nathan refleks.

         "Kamu! Kemari kamu!"

         "Ck," Nathan melengos kesal. Mau tidak mau, dia bangun dari kursinya dan berjalan malas-malasan mendekati Pak Mahyudi.

         "Keluar kamu!" teriak Pak Mahyudi keras, "Cepat!" Salah besar kalau hukuman untuk Nathan mengeluarkannya dari kelas, buat anak-anak lain mungkin ini benar-benar sebuah bencana besar. Tapi buat Nathan, ini namanya rezeki nomplok! Bisa keluar kelas tanpa harus capek-capek bolos.

DEAR NATHANWhere stories live. Discover now