Prolog

21.7K 601 19
                                    

Malam kian larut, tamu-tamu mulai berpamitan termasuk teman-teman mempelai wanita.

"Selamat ya, Din. Akhirnya kamu nikah juga sama Mas Fatih. Kirain mau jomlo seumur hidup karena doi gantungin kamu terus."

"Nah, iya. Aku pikir juga gitu. Tapi, hebat loh mereka udah lost contac lama tiba-tiba pas Dinar balik langsung sat set. Putra kyai emang beda."

"Iya lah. Mana kayak kamu yang tunangan 3 tahun gak dinikah-nikah."

"Ck! Awas ya kalau aku udah nyebar undangan malah you gak dateng dengan alesan kerja. Tak sentil."

"Elah, kirim aja undangannya dulu baru ngomong."

"Beneran nih? Aku request kado paling besar nanti."

"Boleh. Mau seberapa besar? Rumah? Gunung? Bisa aja. Tapi fotonya dong ya?"

"Buahaha ..."

Seketika tawa meledak.

Dinar hanya bisa memaksakan senyumnya. Pernikahannya dengan Fatih tak pernah terjadi dengan penuh gairah seperti yang mereka bayangkan. Cinta yang dulu mereka saksikan begitu menggebu kini hanyalah sepenggal kisah masa lalu. Yang tersisa hanya perasaan buram yang akan mengabur meski hanya dengan setetes air. Karena hati Fatih kini bukan lagi miliknya.

"Tapi, di mana Mas Fatih, Din? Kok gak kelihatan?"

"Ekhem, mungkin lagi sama istri pertamanya. Dinar kan istri kedua."

"Hah?"

Dan itulah yang Dinar khawatirkan sejak pernikahan ini digelar dengan megah, padahal dia adalah seorang madu. Rasanya, dia kini sangat malu meskipun ini juga pilihannya sendiri.

Di sisi lain, laki-laki dengan pakaian pengantin yang tak lain adalah Fatih sedang bersama perempuan bercadar di lorong yang sepi saat ini.

"Kenapa gak sekalian nginep di sini? Udara malem gak baik buat kamu, Ra," katanya.

Rahma menggeleng dengan pelan.

"Kalau aku tetep di sini, apa kamu bisa melakukan tanggung jawabmu, Mas?"

Tangan Rahma menggenggam tangan Fatih yang dingin.

"Ini malam pengantinmu sama Dinar, jangan kecewakan dia. Kamu udah janji sama aku, kamu bakal perlakuin dia dengan baik, kan? Sampai seminggu ke depan, tetaplah bersamanya di rumah ini. Setelah itu, boyong dia ke pesantren."

Fatih menggertakkan giginya dan mengeratkan pegangan tangannya pada Rahma.

"Apa ini semua benar? Apa harus sampai kayak gini? Dulu kamu berusaha keras bikin aku lupa sama dia agar aku bisa melihatmu. Pas aku gak bisa melihat siapapun selain kamu, kamu malah dorong Dinar lagi ke pelukanku? Ini gak lucu, Ra!"

Rahma menunduk. Tentu saja ini bukan keputusan yang mudah. Hatinya juga perih, tapi dia tidak boleh menunjukkannya karena ini yang terbaik bagi mereka. Rahma kemudian melengkungkan lagi bibirnya ke atas sampai matanya menunjukkan bahwa sekarang dia sedang tersenyum.

"Aku percaya sama Dinar, Mas. Aku ikhlas. Kamu pasti bisa," ujarnya pelan.

Setelahnya, Rahma berbalik. Bersamaan dengan itu Dinar muncul. Mereka bertatapan dengan canggung. Sampai Rahma membuka suara lebih dulu.

"Selamat ya, akhirnya aku lihat kamu nikah juga. Apalagi sama laki-laki terbaik yang aku kenal."

Dinar mencoba menyembunyikan hatinya yang bergetar. Namun, mata Rahma yang perlahan merembeskan air di balik cadarnya membuat Dinar merasa campur aduk.

"Jika kamu nangis sekarang, harusnya kamu gak minta aku buat nikah sama suamimu, Ra."

Rahma mengusap sudut matanya dan menggeleng.

"Enggak. Ini air mata bahagia, Din. Sungguh, selamat." Rahma lalu memeluk Dinar dengan sangat erat.

"Aku tahu ini gak mudah buat kamu, tapi terima kasih banyak. Kamu udah mau mengabulkan permintaanku yang berat."

Dinar tak menjawab. Dia hanya membalas pelukan Rahma sampai perempuan itu melepas rengkuhannya.

"Aku pamit ya. Minggu depan aku pasti bakal nyambut kalian, jika Allah masih mengizinkan."

Dinar tak bisa berkata apa-apa, selain menjawab salam yang Rahma ucapkan dan seulas senyuman.

Dia lalu bertatapan mata dengan Fatih sekejap. Helaan napas lalu dia keluarkan sebelum mengikuti suaminya yang memasuki ke kamar setelah membuang muka.

Saat baru masuk, suara Fatih terdengar.

"Aku gak tahu apa yang kamu pikirkan pas nerima tawaran gila ini dari Rahma, Din. Tapi ..."

Kalimat dingin dari Fatih membuat Dinar menutup pintu dan bersandar di baliknya.

"Satu hal yang kamu tahu sejak dulu, aku gak bisa berbagi. Karena itu, pernikahan ini cuma bakal menyakitimu. Dan aku gak mau direpotkan sama perempuan yang nuntut ini itu. Paham?"

Hati Dinar berdenyut.

Bohong jika dia tidak berharap masih tersisa rasa cinta di hati Fatih untuknya. Namun, sejak awal dia tidak akan menerima pernikahan ini jika tujuannya hanya untuk cinta Fatih. Dinar memiliki alasan tersendiri dan untuk itu, dia akan bertahan.

"Aku juga bukan mau mengambil keuntungan dari temanku yang sekarat, Gus. Jadi, jangan berpikir buruk. Tujuan kita sama, pengen Rahma bahagia di masa-masa terakhirnya. Meskipun aku tetap berdoa dia berumur panjang. Tapi, jika Allah berkehendak lain ... aku akan tetap di sisimu sampai seengaknya putri kalian gak membutuhkan pengasuhan lagi. Kalau saat itu tiba, aku terima talakmu tanpa protes apa-apa."

Fatih hanya terdiam.

Dia menelan ludah dalam. Dia tak menyangka Dinar akan sangat tenang membicarakan perceraian di malam pernikahan mereka. Tanpa dia tahu, yang sebenarnya Dinar rasakan adalah lara di setiap tarikan nafasnya.

Dinar : Seluas Cinta (Revisi)Where stories live. Discover now