Ini Haechan.

133 10 2
                                    

Jam menunjukan pukul setengah enam. Matahari sudah memaksa tenggelam di ufuk barat. Ditambah gerimis tipis yang membuat sore kian meredup.

Keadaan di halte setiap senja hari begini selalu saja ramai dan berdesak desakan. Tak sedikit mahasiswa ataupun para pekerja yang menunggu kedatangan bis mereka. Haechan termasuk salah satunya.

Ia menggerutu beberapa kali saat beberapa orang menyenggol badanya hingga barang yang dibawanya hampir terjatuh, bahkan badan gempalnya hampir terjungkal kedepan. Perlu diingatkan si Haechan ini bukan tipe penyabar. Akhirnya helaan nafas lega terdengar setelah ia berhasil masuk ke bis dan mendapatkan tempat duduk. Beruntung saja, bis yang ditumpanginya untuk pulang tidak terlalu penuh.

Haechan itu anakan bumi pasundan itu, loh. Iya, dia tinggal Di Bandung. Tubuhnya memang gempal dan sedikit berisi, tapi si Haechan ini bukan anak orang kaya seperti yang orang orang bayangkan. Tatanan rambutnya terlihat kalem, menjuntai kebawah ada poninya begitu, memang sengaja dipanjangkan, katanya, biar pipi gembilnya bisa diimbangi sama tatanan rambutnya. Tapi jangan salah sangka lagi, memang si Haechan ini kelihatanya anaknya baik baik dan kalem. Memang sih anaknya baik, tapi kalau kalemnya itu diragukan. Namun juga engga bisa dikatakan kalau si Haechan itu bocah urakan yang suka berteriak dan mengganggu orang. Itu mah, salah besar.

Setelah kaki Haechan menapak dihalaman rumahnya ia mendengus pelan. Lelah melihat keteledoran kakaknya. Motor satu satunya, motor cub lawas dengan warna kuning ngejreng peninggalan si kakek. Dengan santainya sang kakak meninggalkan motor dengan kunci yang masih menggantung cantik di colokanya.

Haechan menarik kunci kasar hingga terlepas, kemudian berjalan sampil menghentakan kaki menuju rumahnya. Dengan sengaja Haechan membuka pintu dengan kasar hingga menimbulkan suara keras.

"Adek, pelan ya buka pintunya." Suara lembut sang ibunda menegur si gembul yang sedang emosi dengan hidung mengembang kempis gemas. Mungkin kalau di animasi, kepala si Haechan ini sudah mengeluarkan asap.

"Itu loh, bun, abang ninggalin motor didepan, kuncinya masih mancep. Kalau mau bersedekah caranya engga begitu juga!" Haechan berbicara sambil menunjuk nunjuk pintu keluar.

Tiba tiba yang sedang dibicarakan datang menuruni tangga sempit yang ada dirumah Haechan dengan handuk yang masih menggantung di lehernya, "Aduh, iya iya adiku sayang. Maafin abang, dong. Kelupaan tadi. Jangan ngambek begitu, nanti engga ada yang mau."

Haechan melempar kunci motor asal ke arah abangnya yang diketahui bernama Hendry itu dengan kasar.

"Bodo ah mau mandi, dasar engga jelas." Ujarnya sebelum kembali menghentakan kakinya dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Jangan lupakan pipi Haechan yang menggembung hingga sedikit memerah karena sebal itu mengundang kikikan sang ibunda di dapur.

Haechan melemparkan tubuh gempalnya ke ranjang ukuran kecil di kamar milik Haechan. Tangan berisinya memukul mukul angin tidak jelas. Kepala bulatnya ia tenggelamkan di bantal empuk berbungkus sarung bantal dengan motif beruang coklat. Ia menggeram kecil sebelum membalikan tubuhnya dan mempoutkan bibir gemas.

Bangkit dari acara tidak bermanfaat tersebut, ia berjalan gontai menuju satu satunya meja dikamarnya. Menatap nanar tumpukan kertas yang tadi sore baru saja ia cetak dengan duit hasil jerih payah sang abang, "Bunda, anakmu goblok banget."

Haechan itu stres, bingung akan kelanjutan cerita yang harus ia ajukan ke editor beberapa hari lagi! Padahal awalnya menulis itu hanya untuk hobinya saja, tapi malah kebablasan, berasa kerja deh dianya. Sebenarnya Haechan masih semester dua, ambil jurusan sastra Bahasa Indonesia di universitas pendidikan Indonesia. Engga jauh amat lah, sama rumah si gembul. Nah, saat itu berhubung Haechan suka nulis dan kepingin mengasah kemampuan berbahasanya, dia coba deh nulis cerita. Engga taunya laris dipasaran. Emang kalau rezeki engga bakal kemana kata bundanya. Tapi kalau Haechan bilang, mah, Musibah juga engga bakal kemana.

[MarkHyuck]  - Antara.Where stories live. Discover now