kepergiannya

Mulai dari awal
                                    

Arka mengangguk, "Tapi Bu, b-bang Arya bilang, k-kondisi Aksa tidak baik-baik saja."

Hati Mona mencelos, bayangan tentang kepergian Aksa di mimpi nya tadi berputar kembali.

Ah, tidak, Mona harus berfikir positif. Aksa-nya tidak akan kenapa-napa, Aksa-nya tidak akan pergi meninggalkannya.


*******

Brankar itu di dorong dengan cepat oleh dua orang suster. Di atasnya, ada Calista yang tengah terbaring, seraya meringis bahkan berteriak kesakitan.

"Mas, sakit hiks. Sakit." Calista menggenggam tangan Dika erat.

"Sabar Calista," ucap Dika, jujur saja, hatinya masih terasa sakit jika mengingat kelakuan Calista. Dan jujur saja, sebenarnya ia tidak ingin disini. Ia ingin mencari lanjut mencari keberadaan Aksa. Anaknya.

Tapi, Calista seperti ini karena ingin melahirkan anaknya. Bukankah, istri yang akan melahirkan sangat butuh sosok suaminya? Tidak, Dika disini demi anaknya, bukan Calista.

"Sakit mas, aku gak kuat." lirih Calista, semakin erat menggenggam tangan Dika. Wajahnya terlihat pucat dengan di banjiri keringat.

"Saya tunggu disini," ucap Dika, saat brankar Calista telah sampai dir uang bersalin.

"Enggak, aku ingin di temani kamu mas. Ah, aws."

"Saya gak bisa Calista, di dalam sudah ada suster." ucap Dika.

"Tapi aku butuh kamu,"

Dika tetap dengan pendirian.

"Ahhaww," jerit Calista.

"Suster silahkan," ucap Dika seusai  melepeskan genggaman Calista.

"Mas?"

"Mas Dika?"

Pintu ruang bersalin itu sudah tertutup, Dika menghela nafas.

"Papa kenapa tidak menemani mama di dalam?" tanya Zaidan, Dika menoleh ke arahnya.

"Papa tidak biasa. Dulu, saat Mona melahirkan Arya dan Arka, papa juga tidak ikut menemani. " ucap Dika. Tentu saja ia berbohong. Ia masih marah, ia masih kecewa terhadap Calista.

Dulu, saat Mona melahirkan Arya dan Arka, Dika ikut menemani, bahkan Dika tidak pernah meninggalkan Mona dari awal proses persalinan sampai akhir. Dika bahagia? Tentu saja. Tapi kali ini, Dika merasa tidak bahagia, tidak bergairah.

Hening.

Semuanya terdiam. Menunggu Calista yang tengah berjuang antara hidup dan mati di dalam sana.

Tak terasa, sudah hampir 4 jam mereka menunggu. Namun, baik suster maupun dokter yang menangani Calista tidak ada yang keluar. Suara tangis bayi pun tidak terdengar.

Cklek.

Akhirnya, yang di tunggu-tunggu keluar juga.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Dika cepat.

"Ibu Calista mengalami pendarahan hebat. Tapi, Alhamdulillah kami bisa melewatinya. Tapi, keadaan ibu dan bayi nya bisa di bilang, jauh dari kata baik. Ibu Calista kekurangan banyak darah, kami butuh donor darah untuk ibu Calista."

HELP [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang