Sakit.

4.4K 336 23
                                    

HALO.

SELAMAT MALAM.

.
.
.
.
.
.

Huek.

Huek.

Aksa, lelaki itu tengah membuang isi perutnya di wastafel dapur. Entahlah, tubuhnya benar-benar tidak enak di rasa. Kepalanya sedari tadi berdenyut, perutnya mual, melilit dan sakit. Sakit akibat pukulan Dika.

Tubuhnya bergetar hebat, wajahnya terlihat pucat, keringat mengalir dari pelipis ke pipinya. Nafasnya sedikit tersenggal.

'tuhan, inikah waktunya?'

Air mata Aksa menetes, membayangkan jika memang ini waktu terakhirnya di dunia. Dirinya belum mendapat maaf Mona dan Dika, apa yang di atas akan menerima kehadirannya jika memang ini waktunya? Dirinya takut, benar-benar takut.

"uhuk, uhuk" Aksa menepuk dadanya kencang, kenapa tiba-tiba dadanya terasa penuh dan sakit. Ia membungkuk.

Aksa menjatuhkan dirinya, bersandar pada tembok dapur, matanya terpejam, ia menghela nafas berkali-kali, mencoba untuk menghilangkan rasa sakit. Bibirnya bergetar.

"Oma, jangan sekarang." lirihnya.

Tes.

Tetesan demi tetesan darah menetes dari kedua lubang hidungnya, cepat-cepat Aksa bangkit, kembali menyalakan kran wastafel, membasuh bawah hidungnya. Sekitar 15 menit, pendarahan di hidungnya mereda. Aksa menghela nafas lega.

Selalu saja seperti ini, sendirian. Andai saja ada---

"Ibu, Aksa butuh ibu."

Aksa melangkah pelan, mendudukkan dirinya di meja makan. Tangannya mencekal ujung meja kuat-kuat.

"Ibu...tolong, kepala Aksa sakit. Semua badan Aksa sakit. Tolong Bu..." ingin sekali rasanya Aksa mengadu kepada Mona, tapi ia tidak bisa. Jadi yang bisa ia lakukan adalah, memendamnya dalam hati.

Mata Aksa bergetar, ia menelungkupkan kepalanya di atas meja, menggunakan tangannya sebagai bantalan. Air matanya mengalir begitu saja.

"Ibu..." lirih pelan.

Dan semua yang Aksa lakukan tadi, tak luput dari pandangan Dika. Yaa--Dika, niat awal ingin mengambil air minum. Dirinya malah di suguhkan dengan pemandangan yang membuatnya diam tak berkutik.

"Ada apa dengan anak itu? Apa anak itu sedang sakit? Ahh--Dika, apa peduli mu? Biarkan saja, mungkin hanya sakit biasa. Muntah dan mimisan adalah hal yang biasa, tidak perlu berpikiran aneh-aneh yang membuat diri kamu malah terasa di repotkan." Gumamnya, kepada diri sendiri. 

Ingin kembi melangkah ke ruang kerjanya, tapi tanggung. Dirinya kan hendak mengambil air. Jadi, ia memutuskan untuk semakin memasuki dapur, melewati meja makan, tempat dimana Aksa tengah menelungkupkan kepalanya.

HELP [Tamat]Where stories live. Discover now