"Ya enggak juga sih."

"Terus masalahnya dimana?" tanya Savita yang gemas dengan teman sebangkunya itu.

"Gue cuma takut Bara dikira gak bisa pilih cewek yang lebih baik dari gue," Rea menjawab dengan lirih, wajahnya juga berubah jadi lebih lesu dari sebelumnya.

"Lo ngomong apaan sih?" Rea yang mendengar jawaban Savita kesal.

"Ah, lo mah selalu gitu sama gue," gadis itu langsung cemberut dan langsung menghadap ke arah depan lagi. Memilih kembali memainkan handphone-nya.

"Anak-anak sebagian udah pada tau lo sama Bara, bego. Lo kan pernah masuk instastory-nya Bara. Emangnya anak-anak sebego lo?" Savita memperhatikan Rea yang kembali menggulir beranda Instagram-nya setelah sempat berhenti sejenak ketika ia berbicara.

"Lagian apa pentingnya omongan orang lain, sih? Kalo Bara udah milih lo, berarti ya menurut Bara lo yang terbaik buat dia. Bukan yang lain," Rea berhenti menggulir layarnya mendengar perkataan Savita yang terdengar sangat menenangkan. Gadis itu menoleh ke arah Savita, menatap balik mata berlapis kacamata yang juga masih menatapnya.

"Jadi gimana kemarin?" Rea tersenyum lebar mendengar pertanyaan yang dilontarkan Savita untuk kedua kalinya.

"Bokapnya baik banget. Nerima gue, bahkan merlakuin gue kayak anaknya sendiri," Rea mulai bercerita setelah menaruh handphone-nya di meja sambil memutar tubuhnya menghadap ke arah Savita.

"Lo tau?" Savita menggelengkan kepalanya sambil menaruh handphone-nya juga setelah menekan tombol kunci.

"Kemarin gue diajak ke makam Bundanya. Abis itu diajak makan bareng. Lo harus tau, lauknya tuh banyak banget. Sampe meja makan yang buat 10 orang tuh penuh semua!" Rea menceritakannya dengan antusias, sedangkan Savita mendengarkannya dalam diam.

"Dari mulai nasi, lauk, sayur, buah, dessert, air putih, bahkan ada jus sama es buah juga, anjir. Dan setiap gue baru mau makan sesuap, bokapnya nawarin lauknya satu persatu. Gue sampe capek ngunyah karena gak enak nolaknya," Rea tertawa di akhir ceritanya, Savita yang mendengarnya ikutan terkekeh.

"Terus pulangnya gue dianter Bara kan. Dia bahkan sampe bilang kalo gue kayak anak kandung bokapnya, sedangkan dia anak pungut yang gak diperhatiin sama sekali," lagi-lagi Rea tertawa, diikuti dengan Savita yang terkekeh.

"Enak dong ya, udah akrab sama calon mertua," goda Savita setelah tawa keduanya berhenti.

"Ih, apaan sih. Tapi semoga jadi mertua beneran ya. Lumayan dapet suami ganteng, mertua juga ganteng," jawaban Rea membuat keduanya kembali tertawa.

"Lagi nyeritain apa? Kok kayak asik banget kalian?" Vanya datang dengan senyum lebar seolah-olah tahu apa yang sedang mereka bicarakan hingga ikut tersenyum.

Rea dan Savita yang mendengar suara Vanya menoleh, Rea tersenyum lebar melihat Vanya yang sudah duduk di bangku di depan Savita.

"Ini nih, Rea nyeritain calon mertuanya. Katanya ganteng," jawab Savita diiringi dengan kekehan di akhir.

"Oh ya? Sama Bara gantengan mana, Re?"

"Gantengan bokapnya," jawab Rea sedikit berbisik dengan nada genit. Membuat tawa ketiganya pecah lagi.

"Bercanda ya gais. Masih tetep gantengan anaknya kok. Saking gantengnya pengen gue kurung. Takut diambil orang," lanjut Rea setelah tawanya mereda, tapi tawanya kembali dilanjut setelah selesai berucap. Membuat Savita dan Vanya ikutan terkekeh.

Berteman dengan Rea sepertinya bisa membuat siapa saja awet muda.

••••

Am I Antagonist? Where stories live. Discover now