I Miss You, Hinata!

2.1K 252 19
                                    

Hembusan napas kesal telah berulang kali Hinata keluarkan. Sasuke memanggilnya. Lagi. Untuk ketiga kalinya sepanjang hari ini, Sasuke melontarkan pernyataan yang sama.

"Kita pulang bareng, dan jangan coba-coba kabur lagi. Atau aku kasih tau ke orang-orang tentang hubungan kita."

Hey! Memangnya mereka punya hubungan apa? Kalau FWB bisa disebut sebagai hubungan, bukankah hubungan mereka sudah berakhir sejak 4 tahun yang lalu? Kalau bukan, lalu hubungan seperti apa yang Sasuke maksud? Karena sepemahaman Hinata, hubungan mereka saat ini hanya atasan dan bawahan. Hubungan seperti itu, satu gedung pun sudah tau tanpa Sasuke harus mengumbarnya.

Hinata menaikan sebelah alisnya seraya bertanya. "Hubungan apa yang Bapak maksud? Saya pikir kita nggak punya hubungan khusus selain Bapak atasan saya, dan saya karyawan Bapak."

Sasuke berdecak dan menatap Hinata jengkel. Sejak ia bekerja di perusahaan ini untuk menggantikan sepupunya, dan bertemu kembali dengan Hinata, perempuan itu jelas menjaga jarak dengannya.

"Oh, come on, Nat! Mau sampai kapan kamu nggak mau ngakuin kalau kita emang punya hubungan? Nggak capek apa?"

"Ngaku apa? Apa yang harus saya akuin?"

Sasuke tersenyum sinis, matanya tak beralih sedikitpun dari wajah Hinata. "Oke kalau itu mau kamu. Sebagai atasan, aku perintahkan kamu buat pulang bareng. Kalau nggak, gaji kamu aku potong."

"Loh, kok gitu? Bapak jangan seenaknya main potong gaji ya. Penyalahgunaan jabatan itu namanya."

Sasuke mengedikkan kedua bahunya tak acuh. "Kamu yang maksa. Sekarang keluar. Kerjaan aku masih banyak. Jangan lupa nanti sore tunggu aku. Atau aku samperin langsung ke meja kamu," kata Sasuke tanpa menghiraukan Hinata yang sudah terlihat kesal setengah mati, dan kembali fokus pada pekerjaannya.

"Dasar licik."

Tak ada pilihan bagi Hinata selain keluar dari ruangan Sasuke dengan perasaan jengkel luar biasa. Pria itu tak pernah berubah. Selalu memaksakan kehendak. Semua harus mengikuti keinginannya tanpa peduli perasaan Hinata.

.

.

.

.

.

"Lo ada masalah apa sih sama Pak Sasuke?" tanya Ayame penasaran saat ia dan Hinata makan siang bersama.

"Beruntung banget sih, Nat, bisa sering-sering ketemu Pak Bos," kata Tenten yang juga ikut bersama mereka.

Hinata berdecih. Beruntung apanya? Yang ada malah Hinata rugi. Gajinya terancam dipotong kalau tak mau menuruti perintah bos baru mereka itu.

"Beruntung apaan? Kalau lo mau, ya lo aja sana yang nemuin dia. Gue sih males banget," balas Hinata sembari menahan kesal yang belum hilang juga dari hatinya.

"Ya kan bukan gue yang dipanggil." Tenten memutar kedua bola matanya. "Emang males kenapa sih?"

"Ya males aja." Hinata mengedikkan kedua bahunya tak acuh. Dia tak mungkin kan mengatakan alasan sebenarnya kenapa Sasuke sering sekali memanggilnya?!

"Dih, nggak jelas amat. Tapi, dia nggak ngapa-ngapain lo kan?" tanya Tenten lagi.

"Ngapa-ngapain gimana maksudnya?" Kedua alis Hinata saling bertaut, tanda bahwa ia tak mengerti maksud ucapana temannya itu. "Kalau kerjaan gue dikomentarin terus termasuk diapa-apain, iya, gue diapa-apain sama dia. Heran deh, ada aja salahnya di mata dia tuh. Pak Shisui nggak gitu-gitu amat perasaan."

"Nggak usah bawa-bawa perasaan deh. Baper tau rasa nanti," balas Tenten sambil terkikik geli. Sementara Hinata hanya memutar kedua bola matanya jengah.

"Oh iya, nanti jadi nggak kita nonton? Anak-anak divisi sebelah nanyain nih," tanya Ayame sambil ngotak-ngatik ponselnya.

DespairWhere stories live. Discover now