01.Permintaan

2 1 0
                                    

"Kemana aja,lo?"tanya Gia yang tampak kesal.

Terdengar decak tidak suka di telinganya. "Lo, gak perlu tahu,kak. Lo urusin aja hidup lo,sendiri. "

Gia tertawa sumbang , "Gue udah capek ngurusin hidup gue sendiri."

Terdengar helaan nafas berat dari sambungan telpon yang tengah terhubung dengan seseorang di telinganya, "Kalau capek, sudahi semuanya dan pergi.".

"Enggak segampang itu."sanggah Gia.

"Oh ya? Terus mau sampai kapan, lo gini terus, kak?"kesal orang itu pada keputusan Gia.

"Setidaknya, mereka harus mendapatkan apa yang pantas mereka dapat. "Ujar Gia dengan pandangan kosong.

Orang itu mendengus tidak suka, "Dengan menghancurkan diri lo sendiri?"sarkas orang itu.

Gia tertawa sinis,"Lo, ngomong seolah lo peduli gue."

"Gue emang peduli sama lo,kak. Itu sebabnya, Gue minta lo buat berhenti."sergah orang itu.

"Lo peduli gue? Yakin, lo?"sinis Gia. "Kalau lo beneran peduli sama gue, Gue minta lo..pulang Sagi. Pulang sebelum lo terlambat dan menyesali semuanya. "Ujar Gia sebelum benar-benar memutuskan sambungan telponnya ,tanpa memberikan Sagi kesempatan untuk kembali membalas ucapannya.

"Gue sendiri, Sagi. Gue butuh lo.."lirih Gia.

"Kamu tidak sendiri, sayang.  Ada aku."ujar Zidan seraya melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Gia,membuat wanita itu terlonjak kaget dan memberontak hingga berhasil melepaskan diri dari dekapan sang suami.

"Tidak tahu malu!"marah Gia pada pria yang kini tengah menatapnya dengan sendu.

Zidan menghela nafasnya berat, "Gia,aku sudah memutuskan untuk memilihmu. Apa itu belum cukup  untukmu?"

"Benarkah?"tanya Gia dengan nada mengejek.

Zidan hanya diam, tidak membalas ucapan Gia. Membuat Gia mengangguk-anggukan kepalanya, seolah ia mempercayainya. "Kalau begitu, kita lihat saja nanti. "Sinisnya, lalu pergi begitu saja.

Zidan mendesah frustasi seraya mengacak rambutnya sendiri dan mendudukkan dirinya diatas tempat tidur mereka.

"Aku harus apa, Gia?"gumam Zidan lelah.

🦚🦚🦚

Gia menuruni anak tangga dengan perlahan seraya memperhatikan para pekerja yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Kenapa belum siap-siap?"tanya Indra saat melihat kedatangan Gia.

"Untuk apa?"tanya Gia dengan tak acuh.

Indra menghela nafasnya, mencoba bersabar saat menghadapi sifat keras sang putri.

"Sebentar lagi, tamu kita akan datang.."jelas Indra,berharap sang putri mau memahaminya. "Kita harus menyambut mereka.." tambahnya.

Gia mendengus tidak suka, "Mereka bukan tamuku,dan aku tidak memiliki kepentingan dengan mereka."jawabnya malas.

"Tapi, kamu disini untuk acara ini."peringat Indra, membuat Gia berdecih sinis.

"Siapa bilang?"tanya Gia dengan santai,membuat Indra mengerutkan kening tidak mengerti.

"Lalu?"tanya Indra, berharap sang putri mau lebih menjelaskannya lagi.

Dan di saat itulah Gia melihat kedatangan Kiran dan ibunya, Gia juga tahu kalau suaminya berada dibelakang tubuhnya. Tengah berdiri seraya menatapnya yang tengah berdebat dengan sang ayah.

Gia tersenyum sinis," Aku hanya ingin tahu,kali ini orang bodoh mana lagi yang akan masuk kedalam jebakan murahan ini..lagi."ujar Gia,seraya menatap penuh arti.

Kiran dan ibunya menghentikan langkah mereka. Jessy, sang ibu tiri menatap Gia tidak terima. Sedangkan  Kiran dan Zidan menegang.

Pertengkaran akan kembali terjadi..

"Apa maksudmu?"tanya Jessy kesal.

"Maksudku?"tanya Gia santai seraya melanjutkan langkahnya yang tadi terhenti diatas anak tangga, Gia menghampiri Kiran dan memutari Kiran yang tengah berdiri mematung dengan pandangan menelitinya.

Membuat semua orang memperhatikan tingkah laku Gia, bahkan para pekerja menghentikan kegiatannya untuk sejenak.

Gia menghentikan kegiatannya setelah satu putaran dan berdiri tepat disamping sang saudari tiri, lalu dengan berani menatap sang ibu tiri. "Kenapa tidak kau tanyakan pada putri tersayangmu saja.."ujarnya seraya tersenyum miring,"Mama."tambahnya dengan penekanan,seolah tengah mengejek Jessy sebagai ibu tirinya. Membuat Jessy semakin kesal.

"Benar kan,Suamiku?"lanjut Gia seraya menatap Zidan yang masih mematung diatas tangga dengan penuh arti.

Zidan menatap tepat pada mata sang istri, menyiratkan sebuah permohonan yang hanya mampu dimengerti oleh beberapa orang saja.

"Sudah cukup,Gia! Ayah tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapimu."erang Indra yang merasa frustasi dengan sikap putrinya.

Gia mendengus,"Ayah,kau bicara seolah kau selalu menghadapi segala tingkah lakuku saja."ujarnya sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu.

"Mas.."panggil Jessy pelan seraya menghampiri Indra dan memeluknya.

Jessy berharap, pelukannya mampu menenangkan segala keresahan sang suami.

"Aku tidak tahu, apa yang sebenarnya sudah terjadi padanya? Kenapa ia semakin tak terjangkau? Tidak cukupkah Sagi yang pergi meninggalkan ku?"keluh Indra dalam pelukan sang istri, membuat Zidan dan Kiran yang masih berdiri ditempatnya masing-masing  menatapn dengan iba dan juga rasa bersalah yang menyelubungi hatinya.

Sepersekian  detik kemudian, Zidan dan Kiran saling menatap dengan pandangan berkaca-kaca. Dan tanpa ada yang menyadari Gia menyaksikan semuanya dengan telapak tangan yang terkenal dan mata memerah.

"Ini baru permulaan, aku pastikan kalian akan mendapatkan yang pantas kalian dapatkan. Tanpa terkecuali.."gumamnya seraya menatap tajam dan tangan yang semakin mengepalkan kuat,seolah ingin menghancurkan sesuatu.

"Lihat saja.."lanjutnya seraya tersenyum sinis.

Tbc..

Bogor, 13 jun 2022

Sampai sini, ada yang bisa menebak?

💠Mentari Senja 💠

Pov Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon