Chapter 3

2.1K 373 35
                                    

Tap tap ⭐
Happy Reading!

***

Juli 2011

Karina menatap Javier yang berjalan di depannya. Setelah Javier menegurnya tadi, ia buru-buru berpamitan pada Sagara dan menyusul Javier yang sudah melangkah lebih dulu. Diam-diam Karina mengagumi punggung lebar Javier di hadapannya.

Lo ngapain sih Rin?, batinnya.

Jantungnya berdetak cepat setelahnya. Namun jangan salah sangka terlebih dahulu. Tidak hanya punggung Javier saja penyebabnya, tetapi juga bayangan kemarahan Pak Agus karena Karina pergi melebihi dari waktu yang sudah dijanjikan. Ia menarik napas perlahan. Semoga gurunya itu sedang dalam suasana hati yang baik.

Tok tok

Javier mengetuk pintu kelas lalu membukanya dengen pelan. Setelah masuk, ia berhenti sejenak diikuti Karina di belakangnya. Pak Agus yang sedang duduk di meja guru lantas menoleh.

"Udah?"

Karina memejamkan matanya sesaat. "M-maaf P–"

"Kalo lagi datang bulan tuh ya sedia roti toh Mbak," lanjut Pak Agus dengan aksen Jawanya. Dan terdengar tawa lirih dari teman-teman sekelasnya.

Karina mendongak. Ia kebingungan. Datang bulan? Roti? Kenapa sang guru tiba-tiba membahas itu?

"Untung tadi Melati ngomong. Terus Bapak suruh aja ketua kelasnya buat nyusul dan beli roti. Taunya cowok, tapi alhamdulillah Javier mau." jelas sang guru.

Karina semakin melongo. Ia seperti orang bodoh yang tidak tahu apa yang sedang terjadi. Baru saja ia ingin berbisik pada Javier tetapi Pak Agus sudah menyuruh mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Mel?" tanyanya setelah ia mendudukkan diri. Karina butuh penjelasan sekarang juga.

"Hehe nanti gue jelasin ya," Melati meringis.

***

Akhirnya waktu istirahat tiba. Karina menatap Melati di sebelahnya dengan serius. Melati hanya terkekeh kaku.

"Jadi gini ... waktu lima menitnya lewat, Pak Agus udah ngomong tuh. 'Yang tadi ijin kok belum balik ya?' Ya gue takut lo dihukum dong? Soalnya pahamlah ya gimana tabiat beliau selama ini? Gue jadinya ngomong kalo lo lagi datang bulan dan bocor ...." jelas Melati dengan tak enak.

"Maaf ya Rin, gue jadi nggak enak." imbuhnya penuh sesal.

Karina manggut-manggut. Jadi begitu alasannya. Lantas ia tersenyum cerah.

"Ih gue yang makasih Mel, kalo tadi lo nggak ngeles gitu mah kayaknya gue bakal dimarahin di depan kelas deh,"

"Eh terus Javier?" tanya Karina pelan.

"Oh iya! Abis gue ngomong gitu, Pak Agus nyuruh ketua kelas buat nyusul. Terus pas tau ketua kelasnya cowok, beliau nyuruh gue tapi Javier menyanggupi jadi yaudah deh ...." Melati membalas tak kalah pelan.

Karina termenung.

"Eh ke Javier yuk Rin, minta maaf. Gue nggak enak nih," ajak Melati.

Karina mengangguk. Kedua gadis tersebut berjalan menuju bangku Javier.

"Bule," Panggil Melati. Jujur Karina sedikit kaget mendengarnya. Ternyata Melati memanggil Javier dengan sebutan 'bule' juga.

Javier mendongak. Wajahnya sangat datar. "Apa?"

"Eum.. gue minta maaf ya buat yang tadi. G-gue bohong soal–"

"Nggak papa." potong Javier.

Melati masih memasang wajah sungkan. "Lo ... beneran beli roti nggak?" tanyanya hati-hati.

The Reason✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang