Debat Final Berakhir Fatal

2 0 0
                                    


Isu agama tidak terlepas dari negara Indonesia. Hal ini terjadi pada pemilihan presiden Indonesia. Kalau tidak ada isu ini, pemilihan tidak akan ramai. Terlebih lagi dengan salah satu pasangan yang berdebat beragama minoritas. Lebih tepatnya, Kristen Prostestan yang beraliran kalvinis. Calon presiden tersebut bernama Ryan Ronald Sitorus. Bersama wakilnya I Putu Jaka Narendra bersaing melawan yang selalu gagal mencalonkan diri sebagai presiden bernama Alwin Zakaria Husein dan wakilnya Abdullah Agung. Menurut pandangan orang, Ryan ini sangat jago beretorika, tetapi dalam dunia politik tidak ada yang tahu. Maklum, Ryan mendapat jatah calon presiden dari sahabatnya yang merupakan pendiri partai, Harun Nasution. Dimana, partai milik Harun, Partai Keadilan Jaya yang turut andil dalam kursi DPR. Ditambah koalisi partai lain, bisa membantu kemenangannya, walaupun kalah dukungan dari Alwin yang lebih berpengalaman dan mayoritas.

Sebenarnya, pemilihan presiden ini sudah memasuki babak kedua. Pada putaran pertama, pasangan presiden terdiri dari tiga pasangan, termasuk Muhammad Wahyu Sadewa, anak mantan presiden yang akhirnya tersingkir. Sekarang, dua pasangan tersebut saling adu argumen dalam menentukan lima tahun masa depan Indonesia.

Dalam debat ini, Nabila Zahwa Rasyid bertindak sebagai moderator dan ditemani para panelis yang ahli di bidangnya. Nabila banyak disoraki para pendukung kedua pasangan calon karena selain memikat, juga cerdas, seperti Najwa Shihab. Ia mampu memberi pertanyaan yang menjebak kepada dua pasangan calon. Pertanyaan yang paling krusial ketika menanyakan bagaimana cara membuat negara Indonesia maju. Jawabannya bisa gampang, tetapi Ryan malah menjawab yang tidak banyak dikira orang.

"Sebenarnya banyak cara kita membuat Indonesia menjadi lebih maju. Bapak/Ibu pastinya tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Namun kita berkutat pada ini dan itu. Sehingga, harapan sebagai negara maju menjadi jauh. Saran saya, lebih baik diubah pola pikir dahulu. Saya lebih menargetkan anak-anak karena mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tentunya untuk mengubah hal tersebut, diperlukan guru yang tidak hanya jago mengajar, juga bisa menjiwai anak-anak. Target utama guru-guru yang saya maksud adalah guru PAUD dan SD."

"Yakin kamu? Ujung-ujungnya jika kamu ubah pola pikir anak-anak malah dikira anak durhaka!

"Apa perlunya pelajaran agama dan PPKN? Hanya hitam di atas putih? Akhlak tidak bisa dihitung dengan nilai. Percuma nilai agama dan PPKN tinggi jika tidak diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya selain berpikir kristis, akhlak anak juga harus dikedepankan!

"Biar kamu tahu yah, banyak yang tidak memilih kamu karena kamu itu minim politik, Kristen lagi!"

"Mengapa dengan agama saya? Agama diciptakan untuk mempersatukan, bukan untuk mengkotak-kotakkan!"

"Laso!"secara refleks menghajar Ryan.

Melihat hal tersebut, pihak kru media secara spontan menghentikan acara debat tersebut. Alwin yang tidak tersulut emosinya membabak belur lawannya. Beberapa kali dicegah, tetapi Alwin berhasil menangkis Ryan. Sekujur wajah dan tubuh Ryan menjadi lebam.

"Nah pukul lagi! Puas kamu? Hah?!"Ryan yang sudah babak belur masih saja melawan Alwin.

"Jadi selama yang kamu kira aku buruk, kafir?"

"Setiap orang ada baik buruknya. Tapi cara kau ini gila! Ratusan juta rakyat menonton kita. Pikirlah yang kau lakukan ini salah!"

"Babi!"hendak menghajar Ryan tetapi tangannya dihalangi oleh menteri maritim dan investasi, Yusuf Hanafi yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Iya. Ada apa Pak Alwin? Mengapa Bapak tersulut?"Yusuf menghentikan pukulannya dan entah kenapa tangan Alwin tidak ingin menghantam Ryan lagi.

"Bapak lihat dia?"

"Dia tampan dan memesona!"

"Bukan?! Emangnya dia Squidward Tentacles ...."

"Aku tahu! Apa salah dia?"segera Ryan meninggalkan panggung debat untuk menghindari masalah yang lebih runyam.

"Eh, dimana anjing itu?"

Dengan luka lebam, Ryan tidak ingin melanjutkan perdebatan tersebut. Biar bagaimanapun, penampilannya saat ini menjadi tanda tanya bagi rakyat Indonesia. Bersama istrinya, mereka langsung pulang ke kontrakan yang disewa selama Ryan berkampanye.

***

Medan, tempat tinggal Ryan dan istrinya, hanya ditinggali putra satu-satunya mereka, Andri Clement Sitorus. Ketika melihat bapaknya, ia merasa ada yang tidak beres. Ingin menghubunginya, tetapi tidak tega menanyakan hal yang tidak beres itu. Selama bapaknya kampanye, praktis dia hidup sendirian di Medan. Terkadang, ia mengajak beberapa temannya untuk menginap, termasuk Rajesh Singh yang merupakan putra satu-satunya penjual susu langganan keluarga mereka sekaligus tetangga, Aditya Singh yang datang ke rumahnya karena melihat debat bapaknya dihentikan.

"Bang, kek gini kali debat bapakku!"

"Memang kek gitu politik, dek. Bapakmu bijak juga menjawab pertanyaan moderatornya."

"Atau mungkin bapak mengkritik Alwin?"

"Di negara kita tidak masalah seperti itu. Tapi kamu lihat reaksi lawan om tadi?"

"Iya juga sih. Percuma pengalaman, bapakku malah lebih bijak. Kalau kayak gini, apa mungkin Bapakku menang? Apalagi negara kita mabuk agama."

"Itulah pentingnya dewasa berpolitik. Sebenarnya om tadi sangat bijak. Kalau aku mayoritas dan tidak mengenal om, pasti aku dukung om. Tapi nggak tahu yah bangsa negara kita ini? Tahulah nentuin tanggal kadaluarsa popok dan pembalut wanita aja nggak tahu. Malah dibilang udah kadaluarsa. Ditambah lagi negara kita lebih banyak memikirkan surgawi padahal Tuhan menyuruh umatNya membuat peradaban lebih maju. Katanya ilmu tidak dibawa mati."

"Iya juga sih ... Ini membuat negara kita gini-gini aja. Padahal sumber daya alam melimpah."

Perdebatan itu membuat Ryan tidak habis pikir. Apa yang dikatakannya menjadi bumerang bagi lawannya. Padahal yang dikatakannya itu secara spontan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Bukannya apa, dia sudah capek menjadi minoritas yang tertindas. Bisa saja dia menjadi wakil Harun Nasution, tetapi dia justru tidak mau menjadi presiden atau wakilnya. Katanya, sangat berat mengurus 270 juta yang kebanyakan pikirannya masih kolot dan mendewa-dewakan agamanya. Jangan lupa, Indonesia dikenal hipokrit. Manis tatap muka, pahit tatap layar. Maksudnya ramah terhadap orang, tetapi di internet barbar-nya melebihi orang barbar sendiri. Pantas saja Vanuatu 'ingin sekali melepaskan Papua dari Indonesia' karena kasihan melihat mereka menjadi kambing hitam dari kemunafikan berbalut agama.

Laura Tarigan, istri Ryan, juga tidak habis pikir dengan debat yang dilakukan suaminya. Dia mengira perdebatan itu sehat, tetapi ternyata menjadi pertarungan. Sekujur lebam yang diterima Ryan diobatinya. Mengenai kejadian tadi, Ryan tidak mau memperpanjangnya. Bukannya apa, habis waktu, tenaga, dan uang untuk mengurusi petahana yang kolot itu meskipun memiliki harta banyak dari usaha kursus bahasa asingnya di Medan dan Deli Serdang.

"Auh!"Ryan menahan lebamnya.

"Biar cepat sembuh! Masih sakit?"

"Sakit? Enggak lagi karena aku berada didekatmu, sayang ...."

"Gombal! Macam betul aja! Itu aja masih ditahan,"menunjukkan lebam yang ditahan Ryan.

"Oh iya! Sayang, kayaknya ..."menahan percakapannya karena dia tahu yang dimaksud istrinya.

Dalam pikiran Laura, kok masih bisa seperti itu. Namun apa boleh buat, rupanya yang dimaksudnya itu benar-benar terjadi. Pasangan suami istri tersebut itu menunaikan tugas yang sempat terkendala karena kesibukan masing-masing. Apalagi Laura yang sebentar lagi merilis buku terbaru. Jauh sebelum Ryan dikenal sebagai calon presiden, Laura sudah banyak merilis buku best seller. Bahkan namanya sendiri terlebih dahulu masuk dalam situs Wikipedia sebagai Penulis Indonesia atau bahasa Inggris-nya Indonesian Author.


*Laso = kontol (bahasa Makassar)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 11, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Minoritas PertamaWhere stories live. Discover now