11. Chapter Sebelas

Mulai dari awal
                                    

Eits, tidak. Kali ini Aroon tidak akan tertipu lagi. Siapa tau bapak itu sedang mencari barang yang tidal sengaja ia jatuhkan di sana.

Mata Aroon membola, pria berambut pirang itu menyemburkan minuman yang belum sempat ia teguk. Bagaimana tidak, Aroon melihat bapak tadi mengambil sisa nasi kotak di sana. Hendak memakannya.

Aroon bangkit, berlari ke arah bapak tadi sebelum pria paruh baya itu memakan makanan bekas yang sudah sangat tak layak di konsumsi.

"Bapak ngapain?" tanya Aroon lalu merebut nasi kotak itu, kembali membuangnya ke tong sampah.

"Kenapa di buang? Saya belum makan selama tiga hari. Itu rezeki saya, kenapa kamu buang?" ucap bapak tadi lesu.

Aroon tertegun, melihat penampilan bapak di hadapanya. Bajunya sedikit kumuh, kakinya tidak memakai alas apapun dan kantung mata yang terlihat jelas pada pria paruh baya itu.

"Ini udah nggak layak dimakan, Pak. Bapak tunggu di sini sebentar."

Aroon menggiring bapak tadi supaya duduk di kursi depan minimarket. Namun, bapak itu menolak.

"Kenapa, Pak?"

"Saya di sini saja, saya tidak mau mengotori lantai itu." Tunjuknya pada lantai minimarket.

Aroon meneguk saliva susah payah, pria itu mengangguk singkat kemudian masuk ke minimarket.

Tangan pria itu dengan lihai mengambil beberapa makanan siap saji. Seperti roti, cemilan dan makanan lainnya. Tak lupa beberapa minuman dan juga sepasang sandal untuk bapak tadi.

"Ini buat Bapak, semoga membantu, ya." Ucap Aroon ramah menyodorkan sekresek besar kepada bapak tadi.

Ragu, bapak tadi mengambil pemberian Aroon.

"Terima kasih, terima kasih banyak, Nak. Semoga rezekinya lancar terus."

Bapak tadi mengambil tangan Aroon mengecupnya beberapa kali membuat Aroon terkejut. Bukan, bukan karena ia jijik, tapi Aroon merasa tidak pantas jika ada orang yang lebih tua menyalaminya.

"Eh enggak, Pak. Nggak apa-apa," ucap Aroon tak enak, melepas tanganya.

"Bapak laper?"

Bapak tadi mengangguk pelan.

"Sebentar, Pak." Aroon mengambil belajaanya yang tadi ia letakkan di meja depan minimarket, mengambilnya lalu kembali menghampiri bapak tadi.

"Mari, Pak. Saya belikan makanan."

Bapak tadi menggeleng, "Tidak, Nak. Tidak usah, ini saja sudah cukup."

"Sebenarnya saya laper, Pak. Saya mau minta tolong buat bapak temenin saya makan," alibi Aroon.

"Tidak merepotkan, Nak?" tanya bapak tadi tak enak.

"Nggak, Pak," jawab Aroon ramah.

"Oh ya, tunggu sebentar."

Aroon mengeluarkan sandal dari kresek di tangan bapak tadi. "Pakai ini, Pak. Biar nggak sakit kakinya."

Bapak tadi mengangguk kemudian memakai sandal pemberian Aroon.

***

Di sinilah mereka sekarang, warung pecel lele yang berada di pinggir jalan. Karena di dalam tenda sudah penuh, mereka memutuskan duduk santai di luar tenda. Beralaskan tikar, menjadikan lalu lalang kendaraan sebagai pemandangan mereka.

Keduanya sudah selesai makan, kini ditemani secangkir kopi mereka kembali mengobrol ringan. Bapak tadi sempat memperkenalkan dirinya pada Aroon. Namanya, Pak Ilham.

Dalam Setiap Lafal (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang