Chapter 1 : Endless Free Fall

Start from the beginning
                                    

"LEPASIN !"

Ia hanya tersenyum, sungguh senyuman yang kubenci. Senyuman yang serasa mengejek kelemahanku dan kesalahanku. Aku benar-benar ingin mengejar pacarku tadi, aku harus menjelaskan apa yang terjadi. Aku...!

"AGH !"

Tanganku terlepas dari genggamannya, aku berlari secepat mungkin ke arah perginya separuh hatiku itu. Aku bahkan tak sempat melihat siapa yang membantuku kabur, aku bisa berterimakasih nanti.

Sekarang, aku hanya perlu dia. Aku harus bisa menjelaskan apa yang terjadi. Walau memang rasanya tak mungkin ku jelaskan, tapi aku tak mau kehilangan dirinya. Aku menyayanginya sepenuh hati.

Lariku percuma ketika aku sadari, ia tak mungkin kukejar. Aku melihat kearah manapun, mencari wajah yang tak pernah berhenti membuatku tersenyum hangat. Wajah dari orang yang membuatku merasa spesial.

"Chik kamu kenapa ?"

Wajahku beralih ke pemilik suara itu. Orang itu adalah temannya. Teman satu bangku dari orang yang kusayangi itu berdiri tegap.

"Nathan, kamu liat Nathan gak ?"

Nathan, nama yang selalu memberi ketenangan pada diriku. Sosok yang tadinya tak kuperdulikan ketika SMP, entah bagaimana kami bisa bersama ketika SMA.

"Tadi dia pulang si katanya kurang enak badan...kamu ?"

Perkataannya tak terdengar lagi, fokusku terasa pecah layaknya perasaanku saat ini. Dia pasti kecewa...sakit...

Andai aku bisa menyusulnya, sayang sekolah ini tak bisa memberiku izin untuk pulang. Aku terpaksa melangkahkan kakiku kembali ke kelas, walau aku tau tak akan ada gunanya aku ada di sana.

***

Aku masih mencoba menghubungi Nathan, ia tak kunjung menjawab. Tangan ini masih bergetar, takut apabila sesuatu terjadi padanya. Pikiran ini mulai liar dengan hal buruk yang mungkin terjadi.

"Masih belom dijawab Chik ?"

Tanya kawanku dengan logat betawinya sembari duduk di lantai rumah. Ia teman dekatku sejak kecil, namanya Dhea. Kebetulan rumah kami cukup berdekatan.

"Beloman Dey..... Aihh kenapa sih !"

Aku menghela nafas, frustrasi dengan diriku dan perasaanku yang berantakan ini. Semua ini karena kebodohanku. Ingin aku menyusulnya ke rumah untuk memberitahukan apa yang sebetulnya terjadi, tapi Dey berkata lain.

"Jangan disusul, dia pasti juga sama berantakannya kaya elu. Kasih waktu dulu deh buat kalian nafas."

Aku tak tahu harus percaya padanya atau tidak. Selama ini Dey selalu membuat keputusan yang tepat. Namun untuk kali ini aku tak yakin, terutama karena temanku inilah yang mengenalkanku pada bajingan itu.

"Gue jujur gak nyangka Ardi begitu...Dia udah beda sama yang gue kenal dulu..."

Dey dan Ardi adalah teman lama, walaupun selisih tiga tahun Ardi di mata Dey adalah sosok seorang kakak yang baik. Ia cukup terkejut mendengar apa yang bajingan itu lakukan padaku. Terutama karena ia tahu betul dampak yang disebabkannya.

"Maaf ya...gegara gue kenalin dia kalian jadi..ah udalah..."

Nadanya tak berbohong, ia menyesali langkah yang ia ambil. Aku pun sebetulnya tak menyalahkan Dey, aku tahu dia tak ada maksud sedikitpun untuk mengusik hubunganku dengan Nathan. Jujur saja, Dey tak pernah terlalu peduli dengan hubunganku.

"Ni makan dulu gih, belom makan kan dari tadi ? Nanti kalo sakit Nathan gak ada yang nyariin," ucap Dey menyodorkan sebungkus makanan favoritku.

Ada benarnya kata Dey, aku harus punya energi untuk mengejar Nathan. Aku hanya bisa berharap, ia tidak apa-apa.

=/= LoveWhere stories live. Discover now