[5] Orang Asing

854 116 57
                                    

Adalah Bayanaka Nawala yang terkejut dan Gitarya Nirianika yang mematung ketika menyadari bahwa di tengah kerumunan itu, mereka tak sengaja saling menemukan.

Menyadari keberadaan baru, keduanya sama-sama geming. Padahal suara teriak dan alunan lagu yang dibawakan Tulus menjadi bait paling tinggi untuk menyadarkan keduanya. Mungkin karena pada malam ini, kepala Inka sedang menyusun permohonan maaf lagi. Dia masih menyimpan rasa bersalah mengetahui laki-laki itu sakit karena kesalahan yang dibuatnya.

"Nawala ... maaf—"

Ucapannya terputus karena kakinya goyah setelah didorong oleh orang di sampingnya. Alih-alih terjatuh, tubuhnya justru menegang ketika tangan Nawala kembali menggapai sikunya, membawanya kembali berdiri kokoh dan mengikis jarak satu senti lebih dekat dari sebelumnya. Dia buru-buru memaku kakinya di lantai bumi, menggumam ucapan terima kasih tipis yang barangkali tak sampai pada telinga Nawala.

"Awas jatuh."

Laki-laki berambut hitam legam memberi jarak dua senti lebih jauh di belakang. Dari tempat berdirinya, Inka masih bisa mencium aroma kopi dari parfum laki-laki itu.

Dia biarkan kujatuh cinta

Lalu dia pergi seenaknya

Bola mata Inka bergerak ke sembarang arah. Ketika menit bergulir, dia tahu Nawala masih berada di belakangnya. Meski suasana malam ini melebur dengan nyanyian dari manusia-manusia yang menitip cerita bersama lagu Bumerang milik Tulus—suatu hal yang tak bisa dia deskripsikan bagaimana bentuknya muncul.

Sebagian dari alam bawah sadarnya membawa ia pergi jauh untuk menyelami emosi-emosi masa lalu; sebab malam ini, Bumerang rupanya menjadi lagu yang mengingatnya pada ceritanya dan Maharga.

Tapi, sebagian dari dirinya yang lain justru melawan potret lama itu dengan membanjiri rasa tenang. Deskripsi perasaan yang ingin ditolaknya; bahwa keberadaan Nawala di dekatnya kali ini, yang tak menyumbangkan suara sedikit pun untuk membuktikan eksistensinya, sudah membuat Inka merasa aman dari ruang manusia yang sempit ini.

"Nawala, maaf soal yang waktu itu," bisiknya.

Laki-laki itu tersenyum kecil. "Nggak apa-apa."

"Udah sembuh?"

"Jauuhh lebih sehat sekarang." Lantas jari telunjuk Nawala bergerak, membentuk lingkaran di depan pandangan Inka, lalu dibawa pergi ke arah panggung. "Jangan lihat ke sini terus, nanti Tulus cemburu karena eksistesi gue lebih menarik perhatian. Ketemu Tulus jarang-jarang, Ka. Kalau ketemu gue, setiap detik lo bikin janji juga gue sanggupin."

*

"Ayuk, berapa persen kemungkinan manusia gagal move on kalau harus sering ketemu sama mantannya?"

"Seratus persen."

"Duh, enggak bisa nego kurangin sedikit?"

"Bisa. Jadi sembilan puluh sembilan koma sembilan persen."

Nirianika menyerah. Dia membiarkan Ayudia meletakkan satu minuman yang dipesannya ke atas meja, lalu mempersilakan Ayu menduduki kursi kosong di depannya.

Di negara yang mengagungkan kata keadilan, Inka rasanya ingin berdemo kepada siapa saja yang bersedia menampung kemarahannya. Ia akan membuat makalah penuh mengenai ketidakdilannya yang dicampakkan seseorang tanpa alasan yang jelas. Dia akan merangkum bagaimana bingung dan sakitnya ketika ia harus melanjutkan hari penuh tanda tanya sementara orang yang dulu bersamanya, seseorang yang sejak dulu berada di sampingnya, sudah melanjutkan hidup dengan baik seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Kaki BumiWhere stories live. Discover now