di pendam sendiri

Start from the beginning
                                    

Satu air mata menetes begitu saja membasahi pipi Rayyan. Dengan perlahan, Rayyan membawa tubuh Aksa kedalam pelukannya.

"Tidak usah takut, ada gua disini Sa. Lawan mereka, gua akan temani disini heum?" ucap Rayyan bergetar. Ia mengelus punggung Aksa, berusaha memberi kekuatan.

"Mereka tidak mau berhenti, A-aksa takut."

Rayyan menggeleng, sebelah tangannya berusaha membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan isakkan. Demi tuhan, dadanya terasa begitu sesak. Bukan, bukan karena penyakitnya tapi karena hal lain.

"Tuhan, sejauh apa kami menyakiti nya sehingga membuatnya memiliki rasa trauma seperti ini tuhan." 

Setelah beberapa menit, Akhirnya Aksa terbebas juga dari suara-suara itu. Aksa berusaha melepaskan pelukan, tubuhnya bersandar pada dinding toilet. Nafasnya sedikit tersenggal.

"Udah baikan?"

Aksa mengangguk pelan, lihatlah, seluruh tubuhnya kembali basah padahal, baru saja Aksa mengganti pakaiannya.

"Kita keluar ya, "

Aksa mengangguk pelan, dan dengan segera Rayyan menuntunnya pelan.

"Lo duduk dulu di sini, biar gua beli minum. lo istirahat dulu aja, setelah di rasa benar-benar tenang baru kita ke kelas."

"Biar Aksa saja yang beli minumnya bang, a-abang tunggu disini saja." ucap Aksa dengan sedikit kepayahan.

"Tapi---"

Aksa tidak menanggapi, kedua kakinya melangkah pelan, Aksa berusaha memfokuskan pandangan. Tidak, jangan sampai kosong lagi. Aksa tidak mau, suara-suara itu muncul lagi. Jujur saja, itu membuatnya sedikit lelah dan terasa menyakitkan.

Tanpa Aksa sadari sesuatu terjatuh dari dalam saku celananya. Dan Rayyan melihat itu, Rayyan mengernyitkan keningnya. Dan dengan segera ia mengambilnya.

Hatinya di buat bertanya-tanya, pikirannya melayang kemana-mana. Tabung obat. Iya, tabung obat itu jatuh begitu saja dari saku celana Aksa.

"Obat apa ini?"

Buru-buru Rayyan mengeluarkan ponsel, memotret tabung kecil itu.

"Tetapi kenapa obat ini sama persis dengan obat ka---"

"Bang Rayyan ini minumnya,"

Pluk!

Rayyan terkejut, refleks menjatuhkan tabung itu. Aksa yang melihat itu sedikit melebarkan kedua bola matanya. Cepat-cepat Aksa mengambilnya.

"Bang---"

"Obat apa itu Sa? Kenapa sama persis kaya punya gua?"

"Ah? Oh tidak, i-ini o---"

"Jangan mengatakan jika obat itu punya teman lo. Gua gak sebodoh itu untuk di bodoh-bodohi. Lagian, teman lo yang mana? Lo kan gak punya teman."

Aksa terdiam mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut Rayyan. Rayyan yang sadar akan perubahan raut wajah Aksa merasa bersalah.

HELP [Tamat]Where stories live. Discover now