tidak ada rasa kasihan

Start from the beginning
                                    

"A-apa yang harus A-aksa lakukan?" tanya Aksa, kepala Aksa masih menunduk. Tangannya diam-diam meremas selimut guna meredam sesak di dalam dada.

"Donor hati, bukan kah Rayyan butuh itu? Setelah itu, Rayyan sembuh. Kamu tidak merasa sakit lagi. Dan beban saya akan hilang." ucap Mona tenang, namun mampu membuat tubuh Aksa bergetar. Dan tunduknya, Aksa meneteskan air mata. Dan Mona menyadari itu.

"Kalau begitu Aksa mati?" ucap Aksa pelan.

"Tapi kamu tidak akan merasakan sakit lagi Aksa. Saya mohon, tolong anak saya. Anak saya butuh itu dari kamu."

"A-apa Aksa b-boleh minta waktu?"

"Waktu? Sampai kapan? Sampai Rayyan mati?"

"A-aksa ingin ketemu a-ayah kandung Aksa dulu. Setelah itu, A-aksa akan memberikan h-hati Aksa untuk bang Rayyan."

Mona terdiam, merasa tersentuh dengan ucapan Aksa. Kenapa anak itu terlihat pasrah sekali?

"A-aksa mohon ya bu? Sebentaaar saja, " mohon Aksa, sekuat tenaga ia menahan tangis.

Crush..

"Ahh," Aksa memekik, saat Mona mencabut selang infus dan selang kantung darah Aksa.

"Saya akan beri kamu waktu, tapi kamu pulang sekarang. Jangan sampai Rayyan tahu kamu sakit. Dan perlu saya ingatkan, penyebab Rayyan tumbang adalah kamu. Gara-gara mengurusi kamu yang sakitnya gak seberapa semalam."

"T-tapi bu..."

"Gak ada tapi-tapi, atau kalau engga saya akan menarik paksa kamu kerumah operasi dan menyuruh Arya mengambil hati kamu sekarang juga. Pergi sekarang Aksa!"

"Izinin Aksa istirahat sebentar ya bu? Tubuh Aksa masih terasa lemas,"

"Saya tidak mau memberi kamu waktu lagi. Apa kurang cukup, kamu saya kasih keringanan?"

"CEPAT! SEBELUM ADA YANG MELIHAT! SAYA GAK MAU RAYYAN TAHU KAMU ADA DISINI!" dengan kasar, Mona menarik lengan Aksa, padahal tubuh Aksa masih terduduk di atas brankar.

Bruk!

Tubuh Aksa jatuh begitu saja dari atas brankar, namun Mona tak peduli.

"Cepat pergi Aksa!"

"I-iya i-ibu..." Aksa berusaha bangkit, bibirnya meringis pelan tanpa sepengetahuan Mona. Berhasil, Aksa berhasil bangkit dengan brankar sebagai tumpuan. Mona? Wanita itu hanya bersidekap sembari menatap Aksa datar.

"A-aksa h-harus kemana?" tanya Aksa pelan.

"Pulang kerumah, bersihkan diri kamu. Besok Rayyan pulang, kamu harus sudah seperti biasa. Anggap, tak terjadi apa-apa."

Aksa mengangguk pelan, ia membalikkan badan setelah mencium punggung tangan Mona sebentar. Melangkah pelan, meninggalkan Mona yang masih setia dengan posisinya. Aksa berusaha tegak, tetapi setelah keluar ruangan dan sedikit jauh dari Mona. Bahu itu merosot begitu saja, tangannya mencekal tembok rumah sakit, guna sebagai tumpuan. Kakinya melangkah pelan, air matanya menetes, tapi ia tak terisak. Bibirnya ia gigit kuat-kuat dari dalam.

'Ibu... Andai ibu tau betapa sakitnya seluruh tubuh Aksa. Apa ibu akan terus memaksa melakukan Aksa seperti ini? Ibu... Aksa ingin ibu, kepala Aksa sakit.'

"Akhh..." Rintih Aksa, refleks lelaki itu mencekal bahkan menjambak rambut belakangnya kuat-kuat. Rasa sakit itu berasal dari sana. Banyak pasang mata uang melihatnya, namun setelahnya mereka acuh.

Bugh.

Bugh.

Aksa memukul belakang kepalanya pelan, guna meredam rasa sakit. Namun bukannya mereda, rasa sakit itu kian menjadi.

HELP [Tamat]Where stories live. Discover now