CHAPTER 03

12 1 0
                                    


Hujan turun dengan deras pada pagi hari ini, hal itu memaksa Rafeyfa berangkat dengan tuan Zevaro dan nyonya Zefanya, paman dan bibinya pulang larut malam dan kembali berangkat saat subuh. Karena melihat hujan turun dengan deras dan tidak ada tanda berhenti, tuan Zevaro mengajak Rafeyfa untuk berangkat bersama. Tadinya Rafeyfa tidak mau karena masih mengantuk, tapi setelah dipikir ulang, tidak ada salahnya berangkat bersama, toh, ia bisa menunjukkan pesan Key pada Helena dan Julian dengan cepat.

Semakin cepat, semakin baik, apalagi Rafeyfa tidak sabar menunjukkannya dan membuktikan jika kekaguman dan keniatannya membuahkan hasil.

“Keponakanmu kenapa?” bisik tuan Zevaro saat melirik Rafeyfa yang sednag tersenyum-senyum sendiri sembari melihat kearah jendela mobil
Nyonya Zefanya yang sedang membaca bukunya langsung menoleh pada suaminya, ia ikut melirik kearah keponakannya itu.

“Jahat sekali kau tidak menganggapnya sebagai keponakanmu juga” sahut nyonya Zefanya.

“Iyasih, tapi dia kenapa?” tuan Zevaro mengulang pertanyaannya.

“Biasa, anak remaja, kamu kayak gak pernah remaja deh” sahut nyonya Zefanya.

Tuan Zevaro hanya terkekeh mendengarnya, tidak salah sih. Ia hanya merasa jika keadaan Rafeyfa sudah membaik sejak duduk di kelas 2 SMA, lebih baik dari sebelumnya.

Sebenarnya ia cukup khawatir dengan keadaan Rafeyfa sejak kejadian yang menimpanya beberapa tahun yang lalu, kejadian yang membuatnya terpuruk hingga tidak mau terbuka pada siapapun.

“Maafkan aku dan bibimu yang terlalu sibuk fey, kami harap kamu bisa terus bahagia dan lebih baik dengan caramu sendiri” gumam tuan Zevaro, walaupun ia sibuk dengan kegiatan penelitiannya, ia tetap memerhatikan perkembangan dari Rafeyfa.

Tidak terasa mereka sudah sampai di SMA Cakrawala, begitu Rafeyfa pamit, ia langsung bergegas memasuki kawasan sekolah, ia sudah tidak sabar menunjukkan pesan email dari Key kepada Helena dan Julian.
BRUK

Sayang, seribu sayang, ia tidak sengaja menabrak punggung lelaki remaja di depannya karena terlalu terburu-buru berlari dan tidak berhati-hati.

“Siapa sih yang ngalangin jalan?!” gerutunya, sesekali ia meringis karena merasa ia menabrak sesuatu yang keras dan perkasa.

Lelaki itu langsung membalikkan badannya, dia penasaran siapa yang menabraknya segaligus menggerutu padanya, padahal dia hanya berjalan santai. Tidak salah kan?.

“Kukira siapa yang marah-marah, ternyata remaja jompo toh” ujarnya seraya tertawa meledek.

Rafeyfa memutar bola matanya kesal, kenapa ia harus bertemu dengan Diego di pagi hari yang cerah? Ah salah, mendung.

“Aku gak jompo! Jangan meledek deh!” seru Rafeyfa kesal, kenapa Diego seenaknya menyebutkan jompo? Mentang-mentang kemarin ia mengeluh lelah padanya.

“Terus apa? Pendek, hai pendek” lagi-lagi Diego tertawa meledek, Rafeyfa pun menginjak kaki lelaki itu dengan keras hingga dia meringis kesakitan.

“Bukan aku yang pendek, kau saja yang ketinggian macam bambu!” seru Rafeyfa.

“Tetapi memang pendek” sahut Diego seraya melayangkan tangannya untuk menyentuh kepala Rafeyfa, namun ditahan oleh seseorang yang datang tiba-tiba.

“Jangan meledeknya Diego” celetuk Julian, ia mampu membuat Diego maupun Rafeyfa kaget dengan kehadirannya.

“Tuh dengerin! Batu banget sih” cibir Rafeyfa.

“Ayolah, aku hanya bercanda, just kidding” ujar Diego seraya menurunkan tangannya.

My Love IdolWhere stories live. Discover now