Lembar pertama

7 1 0
                                    

Tepat dibawah pohon yang diatasnya terurai langit gelap yang ditemani gemerlap bintang seusai hujan. Padang rumput yang luas ini masih basah aku duduki. Celanaku yang panjang mulai terembes rumput-rumput ini.

Andai saja salah satu bintang yang terurai diatas sana mampu untuk diajak bicara. Andai saja bulan yang terang benderang itu bisa turun kesini untuk kupeluk.
Andai saja dibalik bintang yang gemerlap itu terdapat peri baik yang mampu membuatku tersenyum.

Bahkan di hamparan rumput yang basah ini aku tidak sama sekali melihat kunang-kunang untuk membantuku menghentikan air mata yang menetes dipipiku.

Izar.
Lelaki itu, membuangku disini. membiarkan kulitku diterpa angin malam yang sangat dingin.
Dingin.
Sangat dingin sekali.

Rasanya semua hal yang ada didunia ini menusukku. Bahkan saat ia pergi, Hujan turun dan angin menerpa diriku yang sudah tercabik-cabik menjadi semakin hancur.

Kala itu, aku percayai semua janji setia yang ia tulis ditembok gudang sekolah. Kini namanya bukan janji setia. Setia sudah pergi dan yang tertinggal hanyalah janji.
Bahkan dimalam ini, aku menyaksikan duniaku runtuh satu persatu. Aku masih tidak percaya. Bahkan dirimu menyakitiku?

Aku percaya tuhan takkan tak berbuat adil padaku. Namun, hari ini sangat berat sekali.
Kalaupun tuhan menjelma menjadi semut, aku akan tetap bisa merasakannya. Namun, malam ini aku benar-benar sendiri.
Tuhan tidak benar-benar selalu ada bersamaku.

Seluruh rambutku diterpa angin kencang dari arah timur, hujan turun lagi. Dan aku menangis lagi.
Lagi dan lagi.

malam itu, meski di terpa gerimis dan anginnya malam, aku tetap memutuskan untuk tetap berada disini. tak beranjak sedikitpun. hatiku sedang terluka. rasanya sakit sekali di banding dengan tubuhku yang dingin basah kuyup karena hujan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 09, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AstrophelWhere stories live. Discover now