Haruskah berkorban?

Start from the beginning
                                    

"Gua nyesel, kenapa dulu gua jadi orang jahat kaya lo semua. Gua bener-bener nyesel. Gu---akhh," Rayyan menekan kuat dadanya. Tubuhnya hampir limbung kalau saja Raffa tak sigap menangkapnya.

"Rayyan,"

"T-tolong, b-bawa Aksa kem-ba-li... A-aku, mau mem---ahh, memper-baiki se-mua-nya hah, se-be-lum terlam-bat..." mata Rayyan terpejam begitu erat setelah selesai mengucapkan kalimatnya, tangannya yang berada di atas dada kini terkulai lemas.

"Rayyan," Raffa menepuk pipi Rayyan pelan. Rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Wajahnya terlihat panik, tak hanya Raffa bahkan mereka. Mona, dan Arka terlebih Darren.

"Mas, b-bawa Rayyan kerumah sakit. A-ayok mas," air mata Mona mengalir, ia sama khawatirnya seperti Raffa dan Darren. Ia tidak mau terjadi apa-apa dengan Rayyan.

"Darren siapkan mobil," Raffa menggendong tubuh Rayyan dengan bantuan Arka. Sementara Darren sudah berlari, menyiapkan mobil.

Bukh!

Bukh!

Setelah memasuki tubuh Rayyan kedalam mobil, Darren segera menancap gas mobilnya ke arah rumah sakit. Di sampingnya ada Raffa, lelaki itu tengah meremas kedua tangannya. Wajahnya terlihat cemas, sesekali lelaki itu menoleh ke arah belakang. Dimana ada Rayyan yang tengah terbaring dengan paha Mona sebagai bantalan.

"Bersabar sayang hiks, tahan, sebentar lagi kita sampai." Lirih Mona, air matanya tak berhenti menetes.

Di belakang sana, ada Arka yang tengah mengendarai mobilnya. Mengikuti mobil Darren. Sebelumnya, ia sudah mengirimkan pesan kepada Arya. Si anak sulung.

*******

Suara roda yang beradu dengan lantai begitu terdengar. Brankar itu di dorong cepat oleh beberapa suster, di atasnya seorang lelaki tengah terpejam.

"Suster, tolong selamatkan anak saya."

Suster itu, mengangguk seraya tersenyum singkat. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin, tolong untuk tetap di luar ruangan, selama dokter menangani pasien."

"Tapi saya ayahnya, saya ingin menemani putra saya."

"Ini demi kenyamanan dan konsentrasi dokter pak. Kami akan berusaha. Tolong ikuti prosedur yaa pak."

Suster itu menutup pintu ruang ICU yang dimana di dalamnya ada Rayyan yang tengah di tangani.

"Dian, aku mohon jangan sekarang." lirih Raffa, bukannya mereka tak mendengar. Tetapi, yang ada di pikiran mereka sekarang hanyalah keselamatan Rayyan.

Mona---wanita itu, menjatuhkan dirinya, terduduk di salah satu kursi tunggu. Kedua tangannya menutup wajahnya, kedua bahunya bergetar. Ia menangis, menangisi keadaan Rayyan tanpa dia sadari, di ruangan lain. Satu anaknya, sedang terbaring dengan berbagai macam alat medis.

Tit...

Tit...

'ibu...'

******

"Arya, "

Arya kenal betul suara itu, tapi ia berusaha tak peduli. Langkahnya semakin melebar.

"Arya, tunggu, hey." Orang itu mencekal lengan Arya lembut. Membalikkan tubuh Arya.

"Tumben banget di panggilin gak nyaut?"

HELP [Tamat]Where stories live. Discover now