SMA Cendekia punya web sekolah yang terkenal akan artikel-artikelnya, The Pelinion, dan Niera Candrakusuma sebagai ketua artikel Jurnalistik mengambil credit paling besar atas karya dan rasa bangganya.
Niera merasa di atas angin ketika murid-murid...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
News Maker
Orang-orang yang dijadikan objek berita, biasanya adalah sosok terkenal seperti artis, di mana opininya dikemas dalam bentuk berita
...
Namun, tak cukup di sana. Niera segera kembali, menginjak sepatu Adras hingga pemuda itu meringis kesakitan. "Akan aku buktikan juga bahwa bukan aku yang menulis artikel itu!"
Benar itulah yang dikatakan Niera, tetapi gadis itu juga sadar bahwa membalikkan kepercayaan seseorang tidaklah semudah itu. Mengemis kepedulian mereka untuk belas kasihan agar percaya padanya juga hanya akan memberi makan ego-ego mereka sang penikmat berita. Belum lagi mencari jejak misterius seseorang yang telah memerangkapnya.
Tak ada nama yang tertinggal, bahkan inisial sedikitpun seperti di komik-komik detektif yang Niera baca. Hanya ada artikel yang mengekspos Bu Srina, serta tanpa langsung menjatuhkan pamor jurnalistik.
Seseorang ini benar-benar datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak sedikitpun, bahkan gue ragu jika yang melakukan hal ini bukan hantu. Sangat titanosaurus! Benar-benar menyebalkan, ah, nama tiitanosaurus cocok untuk mendeskripsikan betapa menyebalkannya, batin Niera.
Namun, yang mengganggu pikiran Niera ialah, apakah artikel tersebut menargetkan dirinya secara spesifik? Berdasarkan namanya yang tertulis di byline, atau dirinya hanyalah korban tak beruntung di antara anggota-anggota jurnalistik. Nyatanya kejadian ini diselimuti banyak ketidaktahuan, seperti bagaimana sosok Titanosaurus ini dapat menebak dirinya bertanggung jawab menulis artikel untuk demonstrasi.
Bagaimana dampak yang diberikan Titanosaurus kepada jurnalistik juga tak hanya berlaku pada Niera. Di sinilah gadis itu berada, merasakan ketegangan merayap di ruang jurnalistik. Bukan hanya ketegangan yang ditujukan kepada Niera, tetapi juga bayangan akan dampak buruk ke depannya--minimnya anggota baru.
Niera melirik Firza, untuk pertama kalinya merasa ragu saat hendak berbicara. Pada saat ini yang dibutuhkan oleh jurnalistik adalah jawaban dan kata-kata penenang seperti 'semua baik-baik saja'. Namun, dengan keterpaksaan di mata Firza, pemuda itu tak mampu mengeluarkan kata-kata itu dari bibirnya.
"Bu Srina sudah bicara perihal demonstrasi kita, dan ... ini keputusannya soal kegiatan ekstrakurikuler kita ke depan." Firza meraih spidol, tangannya bergetar saat mulai menorehkan tinta tersebut, tetapi lama-kelamaan gerakannya stabil, seakan telah menerima kenyataan.
Ketika pengumuman ditulis, berbagai seruan penolakan disuarakan tiap anggota jurnalistik. Bahkan Sandy yang diam pun kini bersuara. Niera yang sudah tahu akan keputusan Bu Srina tetap menutup mulutnya rapat, karena ia tahu selanjutnya yang akan kena adalah ....
"Hanya karena satu orang yang membuat masalah, seluruh anggota yang tak tahu menahu mengenai artikel itu ikut terkena juga?" seruan dari ketua tim koresponden--Teh Aliyah segera mendapat tatapan tajam dari Firza.
"Aliyah." Sontak ketua tim dokumentasi menyenggol perempuan tersebut. "Jangan merujuk ke satu anggota dahulu, ya? Lagipula Niera pasti tahu dampak kalau ia mengunggah artikel itu yang pasti akan kembali pada dirinya, jadi tidak mungkin."