Fanfic: Maybe in Another Life

Start from the beginning
                                    

Setelah mencari beberapa saat dengan teliti, Makka akhirnya menemukan semua yang ia butuhkan.

Makanan yang ingin Makka buat adalah sebuah hidangan sederhana yang Iky sukai. Tangannya bergerak dengan cekatan mengupas bawang, membersihkan sayur, dan daging. Ia melakukan semua pekerjaan itu, dengan sangag terampil.

Di tengah-tengah kesibukannya, suara dering ponsel mengalihkan atensi Makka. Ia memeriksa siapa yang meneleponnya. Jika itu Taiga atau Baek, Makka tidak akan segan untuk langsung mematikannya. Namun, orang yang meneleponnya adalah Syam.

Makka memecet tombol hijau di layar ponselnya, ia mencuci tangan lalu mengambil ponselnya.

"Ada apa?" Makka bertanya langsung, tanpa basa-basi atau sapaan terlebih dahulu.

"Kau sedang dimana?" Suara Syam terdengar khawatir.

"Di rumah." Makka menjawab dengan pendek.

"Kenapa kau di sana?"

Makka mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan pertanyaan Syam. "Hari ini adalah ulang tahun Iky, aku ingin memasakkan dia sesuatu yang spesial." Makka menjawab dengan gumaman kecil, namun cukup untuk terdengar oleh Syam.

Suata tarikan napas, terdengar di seberang. "Aku akan ke sana."

"Apa? Tidak, kau ingin mengganggu waktuku dengan Iky?" Makka bertanya dengan suara cemberut.

"Jangan sentuh apapun selama aku belum datang."

Belum sempat Makka menjawab, Syam sudah lebih dulu memutuskan panggilannya. Ia memandang ponselnya sebentar, lalu menggerutu pelan.

Memilih untuk mengabaikan larangan Syam, Makka kembali melanjutkan kegiatannya memasak. Setelah menyelesaikan tahap mencuci dan mengiris, Makka mulai ke bagian utama memasak.

Tuangkan minyak ke atas wajan, tunggu sampai panas, lalu masukkan bawang. Tumis sampai harum, lalu masukkan sayuran yang telah dicuci.

Memasak terkadang mengingatkan Makka pada Iky. Masakan gadis itu terasa sangat sempurna, membuat siapa pun yang pernah mencicipinya pasti akan ketagihan. Makka beberapa kali berusaha meniru cara memasak Iky, namun hasilnya tetap berbeda meskipun penampilannya sama.

Makka kembali bersenandung dengan lembut, namun suara dering ponsel membuatnya mengerang dengan keras. Ia kesal karena terus diganggu.

Orang yang meneleponnya adalah Taiga. Bajingan menyebalkan itu. "Ada apa!" Makka membentak seseorang di seberang sana.

"Kasar sekali. Aku hanya ingin bertanya, kau sedang di mana."

"Kau meneleponku untuk menanyakan hal tidak penting?" Makka bertanya dengan suara tidak percaya.

Taiga bersenandung lembut, "Tentu saja."

"Dasar pengangguran." Makka memutuskan panggilannya, tanpa mendengarkan Taiga lebih lama lagi.

Sedangkan di sisi lain, Taiga yang awalnya sedang bersantai menonton salah satu film yang sudah puluhan kali ia tonton di apartemennya terpaksa harus bangkit setelah menerima pesan dari Syam. Yah, sejujurnya ia tidak terpaksa.

Angin dingin malam menyapu wajahnya. Taiga berjalan di trotoar dengan langkah yangg lumayan cepat, seraya sesekali memeriksa posisi seseorang di ponselnya.

Makka, teman sekaligus seseorang yang Taiga sukai sejak kecil. Sebagai teman.

Rumah keluarga Makka terletak tidak terlalu jauh dari apartemen milik Taiga. Syam meminta Taiga untuk menggantikannya menjaga Makka, karena ia memiliki pekerjaan mendadak yang tidak bisa ditunda.

Taiga menghela naPas dengan berat, ia memencet bel rumah Makka. Menunggu seseorang di dalamnya membukakan pintu.

"Apa yang kau lakuka di sini!"

Taiga terkekeh begitu mendengar suara bentakan Makka, bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Kau ini kasar sekali, ayo masuk." Mengabaikan wajah Makka yang keruh, Taiga menyeretnya masuk kedalam rumah.

"Hey, aku ada rencana makan malam spesial dengan Iky. Kau tidak seharusnya berada di sini."

"Apa aku terlihat peduli? Tidak."

"Lepaskan aku, kau bajingan menyebalkan!" Makka menepis lengan Taiga yang melilit lehernya. Ia sangat kesal dengan kelakuan Taiga yang benar-benar menjengkelkan, lebih dari biasanya.

"Aku akan membiarkanmu berada di sini sampai jam sembilan, lebih dari itu aku akan menyeretmu keluar." Makka memilih mengabaikan Taiga yang kini sudah duduk dengan santai di sofa ruang tamu.

Taiga yang berada di ruang tamu, memperhatikan Makka yang sibuk di dapur memasak sesuatu dengan lekat.

"Makka." Taiga memanggil dengan suara lembut.

"Apa?" sahut Makka tanpa menatap Taiga.

"Iky, sudah meninggal." Tiga kata itu diucapkan dengan pelan, namun Taiga tahu jika Makka bisa mendengarnya.

Pemuda 20 tahun itu tidak menghentikan kegiatannya. Matanya yang awalnya bersemangat, perlahan meredup. Taiga tidak mengatakan apa pun lagi, ia hanya menatap Makka yang perlahan-lahan terlihat mulai rapuh.

"Aku tahu." Makka menunduk, menatap potongan sayur di atas meja.

"Berhenti membohongi dirimu sendiri Makka." Kalimat Taiga mungkin terdengar jahat, untuk diucapkan pada seseorang yang masih terluka karena kehilangan kekasihnya. Tapi dia juga ikut terluka, melihat Makka yang tidak kunjung melupakan Iky.

Taiga bangkit, menghampiri Makka yang masih berdiri dengan kaku di dapur.

"Makka, kau harus merelakan kematian Iky. Dia tidak akan senang melihatmu seperti ini, setelah kematiannya." Taiga membelai rambut Makka dengan lembut.

"Aku tidak bisa." Makka berbisik pelan. Melupakan Iky adalah hal yang sulit, ia telah terbiasa dengan kehadirannya sejak kecil.

"Kau bisa mencobanya pelan-pelan, aku akan membantumu." Taiga mengulas senyum manis saat Makka mendongak, menatap langsung matanya.

Taiga mematikan kompor, ia menuntun Makka untuk duduk di sofa. Mata biru itu masih menatap Taiga dengan lekat. Entah itu hanya perasaan Makka, atau memang jarak antara dirinya dan Taiga semakin dekat.

"Taiga, kau...."

BRAK!

"MAKKA!" Kalimat Makka terpotong oleh suara pintu yang dibuka dengan kasar.

Taiga menoleh, menatap seseorang yang baru saja memasuki ruangan dengan tatapan kesal. Syam—orang yang baru saja menerobos masuk ke dalam rumah, membalas tatapan Taiga dengan tajam.

"Kau pulang lebih awal." Makka yang tidak menyadari aura permusuhan antara teman dan kakak laki-lakinya, bertanya dengan aneh. Syam biasanya masih bekerja di jam-jam seperti ini.

"Ya, aku baru ingat jika meninggalkanmu dengan bajingan ini adalah hal yang haram!" Syam mendorong Taiga yang berdiri berdekatan dengan adiknya.

Makka memiringkan kepalanya, tidak mengerti mengapa Syam terlihat sangat kesal.

Taiga yang terdorong oleh Syam, menahan kekesalannya dengan senyuman kaku. Kehadiran Syam kali ini, membuatnya semakin termotivasi. Ia akan melakukannya di lain hari!

SELESAI

MESSWhere stories live. Discover now