4 || and, he discloses

Start from the beginning
                                    

Dan Tama pun teringat pada bekas kemerahan di pergelangan tangan dan leher perempuan itu.

Dia menarik napas. Teringat sudah memiliki agenda sendiri dengan Nicholas disertai hukuman yang layak. Namun, barangkali tak ada hukuman yang cukup layak dijalani oleh seseorang seperti Nicholas, terutama jika Tama yakin betul bahwa Nicholas tak menyesali perbuatannya. "Saya bukan mau bicara tentang kecantikan. Saya mencium aroma asing dari perempuan itu, tapi anak Balwana yang lain nggak mencium aroma yang sama. Saya nggak tahu apa aroma ini."

"Bisa jabarkan aromanya dengan detail?"

Lagi, Tama terpejam dan menarik napas. Mengingat resapan aroma tubuh Bening yang halus dan membuai, seperti selendang lembut yang wangi, mengikatnya dan mengajaknya mendekat hingga tubuh mereka menyatu. "Kayak aroma kulit dan keringat, tapi nggak bau dan nggak kecut. Manis, tapi bukan manis kayak gula atau permen atau buah. Lebih seperti tanaman rambat—ivy? Atau bukan. Tapi manis, semakin dekat semakin pekat aromanya. Rasanya ... agak memabukkan dengan cara yang menyenangkan."

Pinset besar yang dipegang Ezki jatuh ke nampan besi. Pria bermata samudra itu mengerjap dan terkejut. "Astaga."

"Apa?"

Ezki tertawa, lalu menepuk tangannya dengan senang. "Selamat, Tama, kamu baru saja ketemu belahan jiwamu."

"Hah?" Bulu kuduk Tama berdiri. Dia butuh waktu untuk mencerna ucapan Ezki. Istilah 'belahan jiwa' yang keluar dari mulut Ezki bukanlah belahan jiwa yang mengawang-awang, yang dibuat seperti ada kekuatan supranatural menyatukan mereka demi takdir. Belahan jiwa yang dimaksud Ezki itu lebih solid, karena topik ini sudah pernah disampaikan dari awal Tama masuk Balwana. Terkait dengan mutasi genetik yang dia terima, indra-indranya makin tajam, lebih selektif, dan lebih sensitif terhadap satu manusia yang secara biokimiawi dianggap sangat teramat cocok dengannya—dengan tubuhnya.

Tapi, dia dan para petinggi Balwana dulu tidak terlalu menanggapi hal ini. Belum tentu juga mereka bertemu 'belahan jiwa' mereka dalam hidup yang singkat sebagai mutan.

Melihat wajah Tama yang masih syok, Ezki pun jadi terheran. "Masa kamu nggak sadar? Dia itu belahan jiwa kamu. Yang kamu cium itu feromon dia. Anak-anak Balwana yang lain nggak bisa mencium aromanya karena perempuan itu adalah belahan jiwa kamu, bukan mereka."

Tama masih sulit memercayai ini. "Itu ... aroma yang saya cium dari belahan jiwa saya?"

"Iya. Itu feromon dia. Kamu sensitif sama feromon dia, makanya kamu sampai kayak gitu."

Tama mengernyit. "Dia beneran belahan jiwa saya?"

"Iya, bukankah buktinya udah jelas?"

"Rasanya kayak ketertarikan fisik biasa."

"Biasa?" Ezki mengulang dengan skeptis. Matanya memandangi tanaman di depan yang sedang dia teliti. Tama tak tahu apa tanaman itu, tapi sepertinya itu tanaman hasil rekayasa genetik seperti banyak tanaman lainnya dalam rumah kaca ini. "Kamu yakin itu ketertarikan fisik biasa?"

"Selain dari fisik menarik, kepribadian baik, dan aroma yang memang memikat, saya nggak menemukan keistimewaan lain. Ini sama aja kayak ketertarikan yang saya rasain ke orang lain."

"Kenapa kamu nggak berpikir bahwa itu sendiri sudah istimewa, Tama?" Ezki mencari-cari sesuatu dari kotak perkakas. "Nggak pernah kan kamu mengalami ketertarikan dengan aroma memikat seperti ini?"

"Aromanya iya, tapi untuk selebihnya, saya udah pernah merasakannya dengan orang lain." Tama mengangkat bahu. "Saya pikir pertama ketemu belahan jiwa bakal terasa lebih ... entahlah, semacam jatuh cinta pada pandangan pertama?"

"Memangnya itu bukan jatuh cinta?"

"Bukan. Itu cuma ketertarikan fisik yang biasa, dan apresiasi karena kepribadiannya baik. Jatuh cinta nggak mungkin semudah itu."

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Where stories live. Discover now