23

46 14 13
                                    

"Hai Gil! Sudah lama sekali bukan?"

"Ba-bagaimana bisa?"

Ia tersenyum usil. Lihatlah dia! Senyumnya, tingkah laku nya, dan semua tentangnya... aku merindukannya. Sungguh. Sosoknya yang selalu bisa membuatku tersenyum, mengingatkan ku tentang dia yang selalu berada di sampingku saat senang maupun susah.

"Berhenti! Jangan terlalu memujiku di dalam kepalamu, Gil! Itu menjijikkan." Ia tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pundakku.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Karna aku hanyalah sisa-sisa memori tentang diriku yang ada di dalam dunia imajinasi mu. Dan tanpa sadar kau memunculkanku dalam mimpimu. Sepertinya kau merindukan aku huh?" Ia menyeringai.

"Siapa bilang?! Aku sama sekali tidak merindukanmu!" Aku memalingkan wajah. Malu.

"Hmm, kurasa ada benarnya. Baiklah, aku akan pergi." Sosoknya terbang perlahan keatas.

Aku yang panik langsung menggenggam tangannya.

"Hoo, apa ini? Bukankah kau tadi bilang kalau kau tidak merindukanku?" Masih saja. Ia masih sama seperti yang dulu walau hanya di mimpi. Aku... bersyukur ia tidak berubah.

Aku tidak ingin kehilangan dirinya lagi. Aku menariknya kearahku. Aku ingin memeluknya. Diriku sudah tidak sanggup mengemban semua tanggung jawab yang datang seperti sebuah gencatan senjata. Datang bertubi-tubi bahkan tanpa aku mengetahui apa yang harus kulakukan.

Aku menghadap kebawah seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk kepada Ibunya. Sekuat tenaga aku menahan air mata yang sedari tadi ingin mengalir dan menggambarkan suasana hatiku. Aku merindukannya... tapi aku tidak ingin mengatakannya.

Yuna menghela nafas. Lalu, perlahan tangan kecil nya melingkar di pinggangku. Tubuhnya terasa hangat, memberikanku kenyamanan.

"Tidak apa-apa Gil. Katakan saja." Suara lembutnya mengiris hatiku yang berusaha tegar. Membuat detak jantungku mengalir cepat. Tangisku pecah seketika. Aku sudah tidak sanggup lagi menahan semua ini. Aku menangis sejadi-jadinya.

"Yuna... Ibu... Ayah..." Aku merindukan kalian, lanjutku dalam hati. Pelukanku semakin kuat. Aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi.

"Menangislah selama yang kau mau. Tenang saja Gil, aku tidak akan kemana-mana. Aku tau, sejak kau berada di dunia ini kau bahkan tidak bisa menangis walau kau ingin. Aku tau itu. Karna aku selalu melihatmu dari dalam sini. Maka dari itu, tidak apa-apa jika kau ingin menangis sekarang. Aku ada disini, untukmu."

Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu. Yang kutahu aku hanya menangis dan meluapkan seluruh emosiku. Dengan sabar Yuna mengelus kepalaku, memberiku ketenangan.

Setelah berapa lama, akhirnya aku bisa menenangkan diri. Kami saling terdiam satu sama lain. Terasa canggung. Aku memiliki inisiatif untuk memulai pembicaraan.

"Yuna..."

"Gil..."

Kami terdiam sejenak. Saling memandang satu sama lain. Lalu tertawa.

"Kau saja duluan Gil!"

"Tidak, kau saja. Aku setelahnya."

"Baiklah, jadi apa yang akan kau lakukan mulai sekarang?"

"Kalau bisa aku ingin disini saja bersamamu. Aku tidak ingin melakukan apa-apa, dan tidak ingin kemana-mana." Aku memasang wajah usil.

"Jangan bercanda! Aku bertanya serius Gil."

"Aku tidak tahu Yuna. Bahkan aku tidak mengerti apa yang sedang kulakukan sekarang. Aku hanya ingin kembali ke dunia tempat ku berasal. Bahkan aku tidak tau apa yang terjadi pada orangtua ku setelah insiden di hari itu. Dan bahkan aku sekarang berada di tempat antah berantah dimana sebelumnya aku tidak pernah kesini."

"Kurasa kau bisa pergi ke tanah hijau yang sedang kau tuju sekarang. Setelah itu kau pasti bisa kembali ke dunia manusia." Wajahnya terlihat meyakinkan.

"Kurasa ada benarnya juga... Tunggu! Bagaimana bisa kau tahu tentang hal itu? Kurasa aku belum yakin jika aku pergi kesana bisa memastikanku dapat kembali ke dunia manusia."

"A-ah, itu... ah, terkadang alam bawah sadar kita mengetahui hal-hal yang bahkan belum kita ketahui. Haha."

"Jadi begitu... Kurasa ada benarnya juga. Baiklah, aku akan mengikuti perkataanmu. Kurasa itu pilihan yang terbaik untuk saat ini."

"Lalu, apa yang ingin kau tanyakan, Gil?" Wajahnya terlihat antusias kali ini.

"A-ah. Itu..." Mulutku terasa tersendat.

"Ya? Katakan saja!"

"Apa kau juga akan pergi setelah ini? Aku tahu kalau kau hanyalah sosok yang tercipta karna hasil pemikiran ku. Tapi... aku merasa kau terlalu nyata. Aku ingin kau lebih lama disini."

"Aku tidak tahu. Kurasa itu sulit untuk dilakukan. Karna kurasa sebentar lagi aku harus pergi. Waktuku sudah habis Gil."

"Bahkan dalam mimpi pun waktu bisa habis." Aku menggerutu. Kesal.

"Hahaha, jangan begitu Gil. Kita pasti akan bertemu lagi. Secepatnya. Aku yakin itu." Ia menepuk pundakku. Perlahan tubuhnya memudar.

"T-tunggu! Jelaskan dulu apa yang kau maksudkan! Jangan datang dan pergi seenak yang kau mau! Ini tidak adil!" Aku berusaha menggapai tangannya yang kian menjauh.

Ia hanya tersenyum, bersama dengan semakin memudar nya keberadaannya. Kenapa?! Kenapa cerita hidupku selalu dimulai dan diakhiri dengan perpisahan? Apa sebegitu buruknya aku untuk mendapatkan satu hal saja yang menyenangkan?

"Jangan pergi... Yuna. Kau bilang, kau akan selalu disini dan tidak akan kemana-mana. Kau pembohong." Aku menundukkan kepalaku. Perasaan kecewa membuat hati ku menjadi abu-abu kembali.

Sampai akhirnya, sebuah cahaya turun dari atas. Mengarah kedalam hatiku. Membuatnya bersinar dan memberiku kenyamanan. Aku yang terkejut langsung menengok keatas.

Sosok Yuna yang semakin samar melambai dari atas. Memberikan senyuman kembali untuk terakhir kali nya. Meskipun samar, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhir sebelum kepergiannya. "Itu hadiah dariku. Aku akan selalu berada di hatimu... menemanimu..." Lalu sosoknya menghilang sepenuhnya.

Aku hanya bisa bersimpuh. Tapi entah kenapa aku merasa lega. Aku bertekad di dalam hati dan ku keraskan hingga sangat kuat tekad yang kubangun. 'aku akan menemukan jalan untuk kembali kepadamu. Apapun jalannya, dan seberapa sulitpun hal itu.'

Lalu, alam mimpi yang sedari tadi kutempati tiba-tiba bergoncang hebat. Retak, kemudian hancur. Bersamaku di dalamnya.

Nb: sebenarnya kemarin aku bingung buat bab ini buat awalnya. Gatau kenapa kemarin malah mimpi hal yang mirip kayak gini haha. Yang paling ngena di bagian Gil bilang "Bahkan dalam mimpi pun waktu bisa habis." 😭😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GalganosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang