Suara Liam berubah semakin rendah, nyaris berbisik namun dengan tekanan yang menusuk langsung ke tulang "Gue tahu cara lo lihat gue, dan cara adek lo lihat Alby. Itu bukan 'kebetulan sering ketemu' Itu pengamatan. Lo berdua terkesan seperti predator..."
Sean menahan napas. Mulutnya ingin membalas, tapi otaknya kosong. Bahkan dadanya terasa sesak. Liam tidak berhenti, suaranya semakin pelan, semakin menukik, hingga terasa seperti jarum yang menyusup ke telinga,
"Ah, salah ya? Seharusnya bukan predator. Mungkin lebih cocok gue bilang...penguntit"
Kata itu menggantung di udara, berat, seperti beban yang tak terlihat. Sean memalingkan wajah untuk yang kesekian kali, tetap mencoba menjauhkan diri. Tapi Liam mengangkat tangannya, telunjuknya menunjuk tepat ke dada Sean, menghentikan gerakannya,
"Dengerin gue baik-baik" lanjut Liam. Suaranya tetap tenang "Kalau gue tahu lo atau adek lo ngikutin kita berdua lagi, lo bakal ngelihat sisi gue yang selama ini gue simpan rapat-rapat!"
Liam akhirnya mundur, mengambil jarak beberapa langkah, tapi aura mencekam itu tetap melekat di udara. Tatapannya masih menusuk, seolah dia meninggalkan pesan terakhir tanpa kata. Sean tetap diam, punggungnya bersandar pada dinding, dadanya naik turun.
Satu kalimat terlintas di pikirannya "Gue baru aja ngeliat sisi itu sekarang"
Sean mencoba menguasai dirinya, tapi dadanya terasa semakin berat setiap detik berlalu. Tatapan itu tidak lagi seperti Liam yang biasa dia tahu. Ada sesuatu yang jauh lebih liar, lebih gelap, seolah-olah orang didepannya adalah sosok lain yang sepenuhnya berbeda.
"Lo ngancam gue sekarang?" Sean akhirnya membuka suara, meskipun nada suaranya terdengar sedikit goyah. Dia mencoba mempertahankan harga dirinya didepan Liam, tapi tangan yang masih menggengam gagang pel sedikit gemetar,
"Lo pikir lo siapa hah? Sok ngatur gue sama adek gue! Lo itu gak lebih dari...dari psikopat yang suka cari perhatian!"
Liam berhenti ditempat. Sebuah keheningan menyeruak, mencekik, sebelum tiba-tiba dia tertawa. Tawa itu jauh lebih keras dari sebelumnya, nyaring dan penuh ejekan.
Bahkan tawa itu terdengar tidak manusiawi, ada nada gila di dalamnya. Sesuatu yang membuat Sean bergidik tanpa sadar,
"Ngatur?" Liam melangkah maju lagi, senyum tipisnya berubah menjadi seringai yang penuh ancaman "Gue gak ngatur, gue cuma ngasih peringatan. Tapi kayanya lo terlalu bego buat ngerti bahasa gue"
"Ck, udah cukup! Lo kenapa sih anjing?! Lo aneh, gak kaya biasanya!" teriak Sean frustasi ketika dihadapkan situasi sesak terus menerus seperti ini,
Seketika seringai Liam menghilang, digantikan oleh ekspresi datar yang begitu dingin. Dia semakin mendekat dengan gerakan cepat, membuat Sean hampir kehilangan keseimbangan,
"Biasanya? Emang biasanya gimana?" suaranya nyaris bergemuruh "Lo pikir lo kenal gue? Lo gak tahu apa-apa Sean"
Sean menelan ludah, matanya mencari celah untuk kabur. Tapi sebelum dia sempat bergerak, Liam lebih dulu menendang kakinya dengan keras. Rasa nyeri yang tajam menyebar dari betis Sean, membuatnya terjatuh dengan dengusan tertahan. Kakinya langsung keram, dan dia kesulitan untuk berdiri lagi.
"Apa-apaan sih lo?!" Sean berteriak marah, mencoba meraih gagang pel untuk menahan tubuhnya, tapi Liam tidak memberinya kesempatan. Dia mendorong Sean dengan kedua tangannya, keras dan tanpa ragu, hingga tubuh Sean terhempas kebelakang.
BẠN ĐANG ĐỌC
𝙷𝚄𝚂𝚃𝙻𝙴
Hành động[ORIGINAL] Sean dan Senna, dua anak kembar yang penuh rasa ingin tahu, berusaha untuk mendekati empat teman baru mereka. Meski niat baik untuk berteman terpaksa menghadapi berbagai keanehan dari sikap dan sifat teman-teman tersebut, ketertarikan Sea...
ᏂUⲊᎢᏞᎬ (4)
Bắt đầu từ đầu
