ᏂUⲊᎢᏞᎬ (4)

79 33 35
                                        

!!WARNING!!

•Karakter² dalam cerita ORI OC author
•Alur cerita murni karangan author
•Cerita ini adalah fiksi dengan tema provokatif, kekerasan, dan pembunuhan
•Bagi yang merasa tidak nyaman dengan cerita ini diharap kebijaksanaanya dalam membaca
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang tidak pas atau pun tidak pantas

~Selamat Membaca~

»»——⍟——««
————««————««————««————
I'm everywhere and nowhere.
————»»————»»————»»————
»»——⍟——««

Sean berdiri di ujung kolam renang, pel sisa air di tangannya terasa berat bukan karena basahnya, melainkan atmosfer di ruangan itu. Suara seretan alat kebersihan di lantai bergema samar, memantul dari dinding kaca yang memerangkap cahaya sore.

Namun, satu suara yang biasa mendominasi ruangan mana pun a.k.a suara Liam, tidak terdengar sama sekali. Hening ini begitu asing.

Setidaknya Liam selalu punya cara untuk menciptakan kekacauan, entah lewat celetukan sinis atau ejekan yang membuat darah Sean mendidih. Tapi kali ini, pemuda itu diam. Begitu tenang.

Bahkan terlalu tenang.

Matanya fokus pada pekerjaannya, namun ada sesuatu di tatapannya yang mengintimidasi, seperti arus deras di bawah permukaan danau yang tampak tenang di atasnya. Sorotnya tajam, dingin, seakan menyembunyikan ancaman yang siap meledak kapan saja.

Sean tak bisa menahan dirinya untuk mencuri pandang. Matanya berusaha membaca gerak-gerik Liam, mencari sesuatu yang familiar di sana, tapi semua yang terlihat justru terasa asing.

Tidak ada Liam yang biasa dia kenal. Yang ada hanyalah bayangan seseorang dengan aura yang seolah menyatakan "Jangan dekati aku, kalau kau masih ingin bernapas"

Liam tiba-tiba berhenti "Mau sampai kapan lo ngelihatin gue terus, hm?" suara rendahnya memecah kesunyian seperti pisau yang menusuk kulit.

Dia berbalik, pandangannya menancap ke arah Sean. Bukan tatapan marah, tapi ada ketenangan berbahaya di sana, seperti api yang membara tanpa suara "Lo mau berakhir kaya muka adek lo itu juga?"

Kata-kata itu jatuh seperti palu yang menghantam lantai keras. Sean terdiam, tangannya mengepal di gagang pel yang kini terasa seperti senjata yang terlalu lemah untuk menghadapi monster di depannya.

Sean refleks menjawab, meski lidahnya terasa kaku "Hah? Apaan sih, geer banget jadi orang. Siapa juga yang lihatin lo?"

Liam hanya mendengus samar dan pendek, seperti mengejek. Dia menunduk sedikit, kedua tangannya bertumpu di gagang pelnya.

Awalnya hanya terkekeh kecil, namun perlahan suara itu berubah menjadi tawa yang gelap, penuh ironi, seperti tokoh antagonis yang menikmati kekacauan di sekitarnya.

Sean berdiri mematung, tenggorokannya tercekat. Gelombang merinding menjalari punggungnya, membuat tengkuknya terasa seperti direnggut oleh udara dingin.

Dalam hati, dia bergumam dengan cemas "Sinting! Nih orang beneran sinting!"

Liam mendongak, pandangannya kembali menusuk ke arah Sean, namun kali ini ada kilatan yang sulit diartikan dalam matanya "Lo pikir gue gak tahu? Semua yang udah lo lakuin selama seminggu ini bareng adek lo itu?"

𝙷𝚄𝚂𝚃𝙻𝙴Where stories live. Discover now