Bab 3 : Keputusan

4 1 0
                                    

Sebuah jalanan sebelah hutan dengan tangga yang terus menanjak menuju pusat dari gerbang ke sembilan. Ada beberapa post dan kios-kios penukar hasil buruan yang berjejer dengan rapi. Belum lagi, jasa penerima perawatan bagi pemburu yang terluka, penjual makanan dan semua yang dibutuhkan ada di sini. Beberapa hologram meramaikan mewakili periklanan setiap kios-kios yang berjejer. Sungguh, seperti sebuah pameran yang sangat kontras dengan semua yang ada dibalik gerbang ke sembilan yang berisi para monster mengerikan.

Dara berjalan seperti anak kecil yang telah lama terkurung dalam rumahnya, mengagumi setiap hal yang berhasil ditangkap oleh matanya. Tas rangselnya yang sebenarnya hanya berisi satu setel baju lengan panjang dan celana trining untuk ia pakai saat berburu. Untuk tugas yang Vino berikan yaitu menjadi seorang penyembuh, ia hanya bisa merelakan tabungan seumur hidupnya untuk membeli beberapa item penyembuh. Hal semacam ini tentu saja telah Dara pikirkan, ia tidak ingin pergi kemedan perang tanpa persiapan dan menyusahkan banyak orang. Berusaha keras untuk menjadi berguna.

"Dara!" Sebuah teriakan membuat Dara mencoba mengedarkan netranya dan ia menemukan sosok Vino yang sedang melambaikan tangannya dengan senang. Beberapa teman pria yang familiar pun menyambutnya dengan senyum, hanya saja Dara menemukan sosok yang sedikit membuatnya tidak nyaman. Sesilia, ia adalah cewek posesif yang tergila-gila pada Vino. Sesil memandang Dara dengan sinis, diikuti kedua temannya dan ketiganya ada pembully terkuat di sekolah. Dari semuanya yang telah mereka bully, mereka tidak berani membully Dara karena Sesilia pernah memergoki Dara membanting siswa pria yang mencoba untuk mengganggunya. Ditambah dengan perangai Dara yang menakutkan, tentu saja Sesilia berpikir tidak akan mudah untuk berurusan dengan Dara meskipun gadis ini tidak memiliki kekuatan apa pun karena jika tekat mengerikan itu datang, Dara akan menggila seperti monster dan kekuatannya itu bukan main.

Dara sudah berada di depan Vino. "Apa kamu sudah siap?" Vino bertanya dengan khawatir membuat Ogan tertawa. Ia geli melihat Vino yang biasanya kasar menjadi sok perhatian saat berada di dekat Dara. Sepertinya gadis itu memiliki aura yang berbeda dari gadis pada umumnya dan Vino terjerat dalam aura tak kasat mata itu.

Dara menggeleng. "Sepertinya aku perlu membeli beberapa item untuk mempermudah dalam tugasku," ucapnya dengan tidak enak. Pertama kalinya melihat Dara yang menunjukkan ekspresi berbeda dari biasanya membuat Vino tersenyum tanpa sadar. Sesuatu yang baru dan menyegarkan bagi Vino yang menyukai Dara selama ini.

"Kalau begitu, aku akan menunjukkannya." Vino pun menoleh untuk memandang Ogan dan Mavin. "Kalian jaga dan tunggu antrian, aku mau nemenin Dara beli item," pesannya pada kedua sahabat seperjuangannya itu. Keduanya hanya cengar-cengir yang seolah berusaha untuk menahan cemoohnya pada Vino karena beberapa kali mereka melihat Dara yang menurut mereka lebih menakurkan dari Vino.

Vino dan Dara pun pergi dan terdengar dengkusan Sesilia. "Dengar ... Aku mau dia menyerah! Jangan sampai si Dara sialan itu menempel terus ke Vino. Tidak akan ku biarkan siapa pun merampas Vino!" katanya dengan sangat bertekat.

"Tentu, kita akan membuatnya berhenti berharap!" Bella menyahut dan diiringi anggukan dari Gisel. Ketiganya nampak mulai berbicara pelan, seolah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjai Dara.

---888---

Sebuah rumah campuran adat bulungan dan modern dengan tiga penyanggah megah yang menopang atap rumah berbentuk tiga limas. Ukiran pada bagian limas segitiga menggunakan motif bunga dan tanaman seperti gambaran karakteristik sekitar. Dewa sedikit menyunggingkan senyumannya, seolah ia merasa cukup senang karena meskipun Haidar saat ini sukses dengan menjadi pemburu, ia tidak pernah berusaha untuk mengubah karakternya seperti pemburu lain yang mengikuti trend dengan memakai produk-produk luar negeri dan bergaya seperti mereka. Haidar, masih sama seperti saat mereka bertemu, dengan mempertahankan semua yang ia miliki tanpa susah-susah merubahnya.

"Sampai kapan kamu berdiri di situ?" Suara barito seorang laki-laki berambut gimbal dan berkacamata, ia menggaruk-garuk kepalanya yang gatal. Matanya sayu, dibawah kelopaknya hitam sangat terlihat jika ia begadang semalaman.

Dewa tertawa, ia sudah biasa melihat tampang kocar-kacir Haidar. "Aku pengen ngomong sesuatu," kata Dewa yang kini duduk dikursi depan dengan santainya. Hanya dengan berada di rumah Haidar dengan karakter Haidar yang bisa menerima kehadirannya lah yang membuat Dewa merasa nyaman.

Haidar memicingkan matanya, hingga akhirnya ia memilih untuk masuk ke rumahnya kembali dan membawa teko dengan asap mengepul dari pucuk yang dapat ditebak oleh indra penciuman Dewa, jika itu adalah kopi. "Nah, ini baru mantap. Aku tidak bisa tidur semalaman," keluh Dewa yang tanpa babibu langsung mengambil cangkir di sebelahnya dan memindahkan kopi dalam teko itu kedalam cangkirnya.

Haidar nyengir. "Jangan bilang masalah hutang lagi?" tebaknya dan Dewa mengangguk sembari meniup-niup kopi yang panas.

Haidar berdecak. "Ikut berburu aja, banyak yang nggak punya elemen tapi bertahan. Berburu itu nggak hanya tentang kekuatan, tapi strategi. Kalau orang yang nggak punya kekuatan kayak kamu kan bisa beli item buat memperkuat diri. Ada banyak item sihir yang keren. Nanti aku bantu, selain bisa biayai keluargamu sekalian juga ngumpulin untuk beli item. Bertahap memang, butuh kesabaran, tapi dari pada tidak ada harapan sama sekali? Bekerja paruh waktu juga bukan solusi jangka panjang, kita akan tua dengan cepat tanpa mencapai sesuatu," nasehatnya yang sangat benar. Dewa mengangguk sembari tersenyum, ia tahu Haidar adalah teman yang baik dan bisa memahaminya tanpa perlu Dewa menjelaskan semuanya.

"Baik, aku akan ikut berburu. Kira-kira kapan kamu berangkat?" tanya Dewa yang begitu bersemangat setelah bergolakan batinnya selama ini.

Haidar terlihat mengecek handphonenya. "Sekarang, ini timku dah chat. Kabarnya da banyak monster muncul malam ini," tuturnya yang membuat Dewa terdiam, ia masih memiliki rasa takut yang belum hilang dan keminderan karena dirinya yang tidak memiliki kekuatan elemen seperti Haidar.

"Tenang aja." Haidar menepuk bahu Dewa seolah mencoba menenangkan Dewa agar tidak terlalu tegang karena melakukan perburuan untuk pertama kalinya. "Ayo ikut ke gudang, aku punya beberapa senjata yang bisa kamu gunakan untuk berburu," ajaknya dan Dewa pun mengikuti langkah Haidar dengan senang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 06, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GERBANG 9Where stories live. Discover now