Cermin Jiwa

34 5 0
                                    

Nayla memandang meja makan dengan takjub, diatas sana sudah disajikan hidangan seafood favoritnya.

"Hadiah buat anak ayah yang sudah menang lomba sains" kata Ayah sambil merentangkan tangannya kearah putrinya.

Nayla tersenyum dan memeluk kedua orang tuanya bergantian

"Maaf ya sayang, cuma ini yang bisa kami berikan untuk merayakan kemenanganmu" ujar Ibu

Nayla mengangguk "Ini juga udah lebih dari cukup kok Bu"

Nayla dan kedua orang tuanya lalu menikmati hidangan buatan ibu dimeja makan sambil bercerita tentang perlombaan sains kemarin dengan begitu semangatnya. Layla yang sedari tadi tidak ikut terlibat dalam pembicaraan mereka hanya memperhatikan orangtua dan saudara kembarnya itu dengan perasaan kesal.

"Lu nggak mau ngasih selamat ma gue?" tanya Nayla saat mereka berdua menuju kamar.

"Nggak perlu" kata Layla sambil ngeloyor pergi.

Nayla hanya tersenyum kecut, meskipun mereka berdua kembar identik tapi sikap mereka sama sekali

tidak identik bahkan mereka berdua sangat tidak akur. Layla cenderung introvert, mudah marah dan lebih suka menghabiskan waktunya sendirian dengan melukis, berbeda dengan Nayla yang mudah bergaul, periang, cerdas dan berprestasi. Itulah mengapa kedua orangtua mereka sangat bangga dan lebih memperhatikan Nayla.

Layla mengunci pintu kamar dan mengambil alat lukisnya, ia mengguratkan kuasnya pada kanvas putih dengan perasaan masih kesal. Ia benci melihat Nayla dengan prestasinya yang tentu saja membuat orangtuanya akan terus membandingkan dirinya yang tidak memiliki prestasi apa-apa.

****

Pujian tidak hanya datang dari rumah saja tetapi juga disekolah. Teman-teman Nayla bergantian memberikan selamat kepadanya. Dari kejauhan Layla melihat Steven mendekati mereka, Steven kakak kelasnya sejak SMP yang juga merupakan atlet basket di sekolah begitu popular dan banyak digandrungi para perempuan disekolah termasuk Layla. Sejak SMP Layla diam-diam menyukai Steven, dia bahkan pernah melukis wajah Steven dan sampai sekarang masih menyimpan lukisan itu dilaci kamarnya.

"Nayla" panggil Steven sambil mengulurkan tangan kepada Nayla "Selamat ya"

Nayla membalas uluran tangan Steven sambil mengangguk "Makasih Steve"

Steven yang tangannya dijabat Nayla jadi salah tingkah, Steven begitu sangat mengagumi sosok Nayla

yang cantik dan berprestasi. Ia sebenarnya juga diam-diam memendam perasaan kepada Nayla, namun ia belum memiliki keberanian untuk menyatakannya.

Nayla melepas tangannya dari Steven "Aku pulang dulu ya"

"Nayl, boleh minta nomor WhatsApp mu nggak?" Tanya Steven ragu "Maaf, kalo boleh"

Nayla mengangguk dan mengejakan nomor kontaknya kepada Steven, Steven pun menyimpan nomor WhatsApp Nayla di ponselnya dengan perasaan senang.

Layla memandang Nayla dari spion mobil, Nayla yang duduk di bangku belakang terlihat senyum-senyum sambil memandang layar ponselnya. Layla menduga Nayla pasti menerima chat dari Steven, rasa cemburu menyelinap begitu saja dihatinya dan tentu saja membuat dadanya bergemuruh.

****

Udara panas membuat Layla haus, ia keluar kamarnya menuju dapur untuk mengambil segelas air dingin. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah rak yang terlihat masih baru, Layla mendekati rak tersebut dan didalamnya tampak berbagai penghargaan Nayla yang ia peroleh sejak masih kecil.

"Ehem.." Nayla berdehem dari belakang yang tentu saja mengagetkan Layla "Bagus kan?"

"Norak" kata Layla "Ayah dan Ibu ternyata sama noraknya kek lu"

Kumpulan Cerpen : Dari Pintu Rumahحيث تعيش القصص. اكتشف الآن