Sedang Jayden sendiri yang sebelumnya tak berniat menikah lagi, tetapi ketiga putranya mendesak dan menginginkan seorang ibu pun akhirnya dipertemukan dengan Dera, wanita yang tak sengaja ia tabrak dan membuat ia terpesona dalam sekali pandang atau singkatnya, ia merasa jatuh cinta untuk kedua kali.

Sikap palsu Dera, kecerdasan serta paras cantik yang wanita itu punya membuat Jayden terbuai hingga menawarkan sesuatu yang sakral bernama pernikahan.

Tanpa tahu, jika sebuah lubang dalam menunggu ia terkubur di depan sana.

Banyak sekali jatuh dan sakit yang harus mereka rasakan di dalam hubungan yang hampir kandas itu, bermacam masalah mereka lalui hingga pada akhirnya bisa menjadi seharmonis ini.

Bukankah takdir Tuhan itu memang selalu indah pada waktunya?

Sekuat apapun mereka berusaha untuk berpisah, semuanya akan berakhir sia-sia, karena Tuhan sudah menentukan jalan dari takdir mereka untuk bersama.

Mengusap bingkai foto yang merupakan foto keluarga pertama mereka, senyum Dera merekah sempurna, bersama rasa hangat yang membalut hatinya. Wanita itu mengangkat pandang pada suami beserta anak-anaknya yang kini tengah bercanda ria merayakan ulang tahun putri bungsu mereka, di pinggir kolam renang samping rumah.

"Mommy kok di situ, sih? Ayo ke sini!! Kita habisin kuenya bareng-bareng!" teriak Raiden memanggil sang ibu untuk ikut bersama mereka.

Melebarkan senyum, Dera meletakkan bingkai foto itu, lantas berjalan mendekati mereka, namun langkahnya terhenti ketika tiba-tiba Zoe menyerukan kata yang membuat mereka terkejut mendengarnya

"Mommy pakyu!" seru Zoe dengan senyum polos tanpa dosa menatap ibunya.

"Zoe?!"

"Boo!" seru ayah dan ketiga kembar bersaudara itu serempak, menatap bocah berumur dua tahun tengah tersenyum dengan binar matanya yang polos.

"Boo, siapa yang mengajari kata kasar seperti itu?" tanya Jayden, mengangkat tubuh kecil putrinya.

Tertawa cengengesan, Zoe menjawab, "Auntie Cici."

Membuat Dera menunduk dengan tawa tanpa suaranya.

Astaga, Jessy ...

Wanita itu mendekat, mencubit pelan pipi Zoe yang berada di gendongan Jayden. "Memangnya kamu tahu itu artinya apa?"

Masih dengan tatapan polosnya, Zoe menggeleng. "Enda, Mommy."

"Boo, itu nggak baik! Lain kali nggak boleh bilang kayak gitu lagi, mengerti?" ujar Jean, menatap adik kecilnya dengan tatapan gemas.

"Altina apa, Daddy?" tanya bocah itu beralih menatap sang ayah.

"Hm? Jelek. Princess Daddy masih kecil, jadi belum boleh tau. Lain kali jangan diucapin lagi, ya?" jawab Jayden, mengecup kening Zoe sesaat.

Zoe mengangguk dengan lucu, membuat Jayden tersenyum, mengacak gemas poni putrinya itu.

"Juwi mau tulun," pinta Zoe pada ayahnya.

Begitu diturunkan oleh Jayden, gadis kecil itu berlari mengambil sepotong kue ulang tahunnya dari atas meja dengan kaki berjinjit.

"Kalau nggak bisa itu minta tolong," ujar Jansen, mengambilkan sepotong kue itu untuk Zoe.

"Timaaci," balas Zoe, tersenyum kotak pada Jansen, lalu gadis kecil itu beralih menghampiri ibunya.

"Mommy mau kue?" tawarnya, senyam-senyum menatap sang ibu.

Untuk anak berumur dua tahun, Zoe termasuk fasih dalam berbicara, walaupun kadang juga masih suka mengocehkan kalimat tidak jelas sesuka hatinya.

Membungkukkan punggungnya, Dera tersenyum. "Mau, Zoe yang suapin ya?" sahutnya, dibalas anggukan oleh Zoe.

Membuka mulutnya untuk menerima suapan kue dari sang putri, Dera terkejut lantaran Zoe mencolekkan krim kue itu ke hidung Dera setelah Dera selesai menggigitnya.

Membuat suami beserta ketiga putranya tertawa.

"Hihi, Mommy badut," kikik Zoe seperti tanpa dosa.

"Zoe ...," panggil Dera pura-pura merajuk.

"Boo, kamu pasti kebanyakan main sama Kak Iden, jadi ketularan jahil begini," ujar Jean disela-sela tawanya.

Sedang Raiden malah tersenyum bangga. "Iya dong, ayo tos dulu sama Kakak!"

Melihat sang kakak yang membungkuk mengulurkan telapak tangan padanya, Zoe mendekat, membalas dengan tepukan telapak tangannya.

Namun sebelum kakaknya itu kembali menegakkan punggung, Zoe dengan jahil juga mencolekkan krim kuenya pada pipi Raiden, membuat pemuda itu terkejut.

"Pffftt—" Jean membuang mukanya, tertawa.

Begitu pula, Jayden, Dera, dan Jansen.

"Boo kok gitu sih sama Kakak, katanya kita sekutu?" protes Raiden, mengerucutkan bibirnya.

Sedang Zoe berlari kecil, bersembunyi di balik kaki ayahnya sambil terkikik senang.

Dan suara tawa kembali mengudara, mengisi kehangatan di antara mereka.

Pada akhirnya, inilah takdir yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Pelangi indah setelah badai panjang yang menerpa.

- S E L E S A I -

halo, halo haii, ketemu lagi sama aku yg hobi gantung ini, hehehe. diinget-inget aku ngilang lama banget ya? setelah berminggu-minggu semenjak terakhir kali update, aku baru muncul bawa epilog as akhir cerita.

daaannn, akhirnya cerita penuh effort ini tamat guyss!! huhu [ cry ]

setelah 6 bulan lamanya, mikir ide sampe gundul, ikutan nangis sama konfliknya, dan masih bnyk drama lagi, huh hah akhirnya bisa napas legaa.

thanks a lot, buat kalian yg tetep setia nunggu, walaupun sempet aku tinggal hiatus, dan bolak balik digantung juga, makasih banyak, guys, tanpa dukungan kalian, cerita ini bukan apa-apa. terimakasih juga utk kalian username yg selalu ngasih vote dan komen, itu berharga bgt buat aku, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, amin!

aku minta maaf untuk segala kekurangan yg ada, jikalau ada krtik dan saran, kalian bisa tinggalkan di kolom komentar, semoga aku bisa lebih baik untuk karyaku yg berikutnya.

semoga nilai moral di cerita ini bisa sampai ke kalian, semoga bermanfaat juga. ambil baiknya, buang buruknya. pokonya, semoga kalian bisa mengambil hal positif di dalam cerita ini, dan aku dengan keras melarang segala bentuk plagiat dari cerita ini, mau sejelek dan setidak berguna apapun cerita ini, big no buat plagiat.

SEKALI LAGI TERIMAKASIH BANYAAKK, SIRAMAN CINTA UNTUK READERS-KU TERSAYANG ♥️💘💖💖💗💓💞💕💟❣️

warm regards,
sourpineapple_

AffectionWhere stories live. Discover now