"Makasih, Bang Al!"

"Hm."

"Kok nggak jalan motolnya?" tanya Arika bingung karena beberapa menit telah berlalu, tapi mereka masih saja berdiam diri di sana.

Bahkan, pisang keduanya saja sudah habis.

"Nunggu lo selesai."

"Alika dah kenyang kok, udah habis dua pisang. Sekalang kita balik aja, Bang," paparnya sambil memegang erat jaket Arion, bersiap untuk pulang.

"Nggak dihabisin?"

Arika menggeleng. "Nanti aja lanjutin di lumah."

Arion memasang helmnya, menatap sekilas pada kaca spion yang menampilkan wajah sang adik.

"Kenapa?"

"Mobil hitam itu mobilnya Om-Om kacamata hitam ya, Bang?"

Arion hanya mengangguk, karena memang benar mobil yang sedari tadi mengikuti mereka itu adalah mobil bodyguard. Jangan tanya siapa yang menyuruh mereka, tentu saja jawabannya adalah Darma.

Bahkan, Arion sudah tidak aneh lagi jika ada beberapa orang berbadan kekar selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Apalagi sekarang ia tengah bersama Arika, tentu saja ayahnya itu semakin menambah bodyguard untuk mengawasi anak tersayangnya.

Motor itu pun kembali melaju, membelah jalanan yang tampak ramai. Sesekali Arion menyelip pengendara lain tanpa rasa takut dan Arika yang berada di belakangnya hanya diam berusaha menikmati perjalanan.

Sedangkan mobil hitam yang mengikuti motor Arion, tampak kewalahan karena ulah anak majikannya itu. Beruntung mereka tetap bisa mengikuti dan memantau dari jauh. Jika tidak, maka siap-siap saja di pecat.

Salah satu dari mereka tampak tengah memegang handphone. Mengarahkan kamera pada Arion dan Arika di depan sana.

[Kenapa Arika tidak pulang dengan kalian?]

[Sepertinya Tuan Muda Artan yang memerintah Tuan Muda Arion untuk menjemput Nona Arika, Tuan]

Panggilan video itu berakhir begitu saja dan sang bodyguard  yang memang sudah biasa dengan sikap majikannya bernapas lega.

Di sisi lain, lebih tepatnya di kediaman keluarga Artawijaya. Seorang laki-laki baru saja memasuki rumah dengan wajah masam. Membuat perempuan berumur, tetapi masih awet muda yang awalnya begitu antusias menyambut kepulangan sang putra mengernyitkan dahi bingung.

"Anak Bunda kenapa pulang sekolah cemberut gini, hm?"

Arjuna langsung menghambur ke pelukan bundanya. Memeluk wanita tersayangnya itu dengan erat. "Juna bad mood, masa Arjuna mau ngajak Arika pulang bareng, Abangnya malah jemput. Habis itu bawa pasukan lagi, kayak ngajak tawuran."

Arinda lagi-lagi mengernyitkan dahinya bingung. Berusaha memahami maksud sang putra dan juga, ia seperti tidak asing dengan nama itu.

"Arika yang ketemu sama kita di warung pecel ayam?"

Dalam keadaan masih berpelukan. Arjuna mengangguk. "Cantik 'kan, Bun?"

"Cantik, gemesin juga. Cocok jadi anak Bunda."

"Kok jadi anak Bunda sih."

"Ooh, kamu suka sama Arika? Wah, anak laki-laki bunda ternyata sudah tahu cinta-cintaan ya sekarang? Udah gede ternyata." Arinda terkekeh ketika melihat wajah Arjuna yang sekarang tampak memerah, antara marah dan malu sepertinya.

What should we do? Where stories live. Discover now