Setelah beberapa pertanyaan konfirmasi lainnya, Mark membuka pintu. Sama seperti sebelumnya ia tersenyum tipis dan menyambut mereka, lalu membuka pintu lebih lebar agar mereka bisa masuk.

"Wah... Sudah banyak orang." Gumam Jeno. Ia lalu meminta orang-orang yang tak dikenal untuk ikut masuk bersama mereka.

Dua jam kemudian, pintu kembali diketuk. Jika benar, ini adalah kelompok terakhir. Kelompok Johny.

"Siapa?"

"Ini Johnny, kelompok beast."

"Apa nama shotgun dengan peluru khusus yang dimiliki kelompok Puma?"

"Namanya Siren, sang ketua menamainya demikian karena dengan penampilannya yang anggun Siren mampu membunuh orang dalam waktu kurang dari sepuluh menit dengan peluru berisi racun mematikan dari ular Derik." Jawab Johnny.

Yah, yang mengetahui hal itu hanyalah Mark dan Johnny sendiri. Banyak yang terkejut saat Mark mengajukan pertanyaan itu kepada orang diluar.

Mark tanpa ragu langsung membuka pintu. Hanya satu pertanyaan, dan ia langsung percaya siapa yang ada dibalik pintu itu.

"Selamat datang." Ujar Mark, ia lalu berjalan kepinggir dan membiarkan mereka masuk.

Berbeda dengan tiga tim yang memiliki kondisi baik, tim Johnny sedikit tidak beruntung. Mereka memiliki beberapa luka kecil di tubuh mereka.

"Bagaimana kalian bisa terluka??" Ten bertanya dengan khawatir, semenjak tahu profesi Johnny ia selalu percaya bahwa pemuda tinggi itu tidak akan terluka sedikitpun.

Namun sekarang, ia terluka. Bahkan bajunya terkoyak dengan noda darah dimana-mana.

"Ada kerusuhan di desa dekat sini, kami sempat terjebak dan hampir menjadi korban disana." Jelas Jaemin. Wajahnya menunjukkan ekspresi ngeri kala mengingat kembali apa yang nyaris mereka alami.

Kondisinya tak jauh berbeda dengan Jaemin dan beberapa orang asing yang juga memiliki kondisi yang serupa. Namun, jelas mereka lebih parah dari Johnny.

Haechan langsung berjalan mendekat menuju mereka dan merapal mantra penyembuhan dengan suara pelan, lalu mengarahkan tongkatnya pada enam orang itu.

Sinar berwarna cyan muncul dari tongkatnya dan menyelimuti tubuh enam orang itu, hingga di saat berikutnya ketika cahaya itu menghilang luka mereka benar-benar hilang.

"Istirahat dulu, pulihkan HP kalian." Ujar Haechan sambil tersenyum tipis.

"Terima kasih, Haechan." Jaemin tersenyum lebar, lalu berjalan menuju tempat Taeyong berada.

Sementara Mark, menutup kembali pintu itu dan menguncinya. Ia lalu menatap Chenle dan Renjun, "Chenle, Renjun buat pelindung diseluruh bangunan ini. Pastikan itu cukup kuat untuk beberapa jam kedepan."

Baik Chenle dan Renjun saling menatap lalu kembali menatap Mark, "kami bisa bergantian membuat Shield, tapi tidak bisa membuatnya secara bersamaan untuk melindungi tempat yang sama. Itu akan membuat Shield kami saling berbenturan, dan tidak akan menjadi efektif."

Chenle mengangguk setuju, "durasi terlama Shield milikku adalah enam jam, dan akan menghabiskan seperempat dari HP ku Hyung."

Mark mengangguk paham, namun sebelum ia mengatakan sesuatu seseorang menyelanya.

"Sebuah Shield hanya bisa digabung dengan Shield yang berasal dari dua magician yang memiliki ras yang sama, jika milik mereka tidak bisa digabung maka aku bisa melakukannya. Aku dari ras manusia." Jelas orang itu.

"Hongjoong Hyung?" Chenle berseru kaget.

Si pemilik nama tersenyum, "kita bisa menggabungkan Shield agar menjadi lebih kuat."

"Aku juga seorang magician, tapi aku dari ras elf." Ujar sosok lainnya.

"Kalau begitu... Renjun duluan, gunakan Shield milikmu lalu kau, dan yang terakhir nanti Chenle serta Hongjoong." Usul Jaehyun.

"Shield terkuatku hanya bertahan selama dua jam." Ujar Renjun. Ia lalu berdiri di tengah ruangan, memejamkan matanya dan memutar tongkatnya 360° dengan sangat cepat. "bewahre dieses Haus mit meinem Blut als Bezahlung vor allem Schaden!"

Cahaya berwarna merah darah muncul, lalu berputar dan membuat surai hitam pemuda itu ikut bergerak. Sesaat kemudian, cahaya merah darah itu menyebar ke seluruh bungalow tersebut.

Ketika Renjun membuka kembali matanya, ia tampak lebih sayu. Mantra pelindung itu menguras banyak HP nya, dan membuatnya sedikit pusing. "Selesai.."

Dengan sempoyongan, ia berjalan menuju tempatnya duduk tadi dan menyandarkan kepalanya di bahu tunangannya.

"Ayo kita mulai."

.

.

.

To be continued

Kangen gak?





Neo City : The Game Is Called Dionysusजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें