60. Abu Dzar Al Ghifari Ra

Start from the beginning
                                    

Salah seorang yang tertinggal tersebut adalah Abu Dzar. Keledai yang ditungganginya sangat lelah sehingga tidak bisa bergerak lagi. Berbagai cara dicoba Abu Dzar agar keledainya berjalan lagi tetapi tidak berhasil, bahkan akhirnya mati.

Sementara itu rombongan Nabi SAW sedang beristirahat ketika pagi tiba. Seorang sahabat melaporkan ada satu sosok terlihat berjalan sendiri di jauh di ufuk. Nabi SAW bersabda, "Mudah-mudahan orang itu Abu Dzar…!!"

Setelah dekat dan sampai di hadapan Nabi SAW, ternyata memang Abu Dzar-lah orangnya. Ia memanggul barang dan perbekalan di punggungnya dan meneruskan perjalanan menyusul rombongan Nabi SAW dengan berjalan kaki. Walau jelas terlihat kelelahannya, tetapi wajahnya bersinar gembira bisa bertemu dengan Nabi SAW dan anggota pasukan lainnya. Beliau menatapnya penuh takjub, kemudian dengan senyum yang santun dan penuh kasih, beliau bersabda, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada Abu Dzar, ia berjalan sendirian, ia meninggal sendirian, dan iaakan dibangkitkan sendirian…"

Sebuah bentuk pujian, atau sebuah ramalan, atau sebuah bentuk rasa kasihan, atau apapun itu, hanyalah sebuah gambaran tentang apa yang telah dan akan dijalani oleh Abu Dzar, bahkan pada hari kebangkitan nanti.

Dari sejak pertama memeluk Islam, keberaniannya mengeksplorasi keimanannya di saat dan tempat yang bisa membahayakan dirinya, Nabi SAW langsung mengetahui watak dan karakter Abu Dzar, apalagi dengan kondisi lingkungan Bani Ghifar yang mendidiknya. Suatu ketika Nabi SAW bersabda kepadanya, "Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk keperluan pribadinya."

Dengan tegas Abu Dzar menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, aku akan luruskan mereka dengan pedangku!"

Beliau tersenyum, kemudian bersabda, "Maukah aku beri jalan yang lebih baik dari itu…"

Abu Dzar mengangguk, Nabi SAW bersabda, "Bersabarlah engkau, sampai engkau menemui aku…!!"

Inilah gambaran situasi yang akan dihadapi oleh Abu Dzar sepeninggal Nabi SAW. Tetapi di masa khalifahAbu Bakar dan Umar, tidak ada sesuatu yang mengusik kehidupan Abu Dzar, situasi tidak jauh berbeda seperti masa hidupnya Nabi SAW.

Setelah wafatnya Umar bin Khaththab, yang memang digelari Nabi SAW dengan istilah "Pintunya Fitnah" atau "Gemboknya Fitnah", sedikit demi sedikit fitnah duniawiah menjalari umat Islam. Apalagi wilayah Islam makin luas dan harta kekayaan melimpah ruah. Gayahidup Romawi dan Persi sedikit demi sedikit diadopsi oleh para penguasa muslim. Jurang pemisah antara kaum fakir miskin dan penguasa atau hartawan mulai terbentuk. Pada keadaan seperti inilah jiwa Abu Dzar terusik. Abu Dzar menerawang jauh ke belakang, teringat akan waktu bersama Nabi SAW dan apa yang beliau sabdakan tentang dirinya. Beliau sudah mewasiatkan dirinya untuk bersabar dan tidak menggunakan pedangnya. Tetapi jiwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran seakan tidak bisa terbendung. "Nabi SAW melarang aku untuk meluruskan mereka dengan pedang, tetapi beliau tidak pernah melarang untuk meluruskan dengan lidah dan nasihat," begitu pikirnya.

Maka dimulailah babak baru perjuangannya. Abu Dzar mendatangi pusat-pusat kekuasaan dan kekayaan, para penguasa dan hartawan, khususnya yangtidak lagi meneladani Nabi SAW dalam mengemban amanat harta dan jabatan. Dalam menyampaikan kebenaran, lidahnya tak kalah tajamnya dengan pedangnya. Ia mengutip Surah at Taubah ayat 34-35, dan merangkaikannya menjadi syair singkat yang segera saja menjadi simbol perjuangannya, "Berilah kabar gembira para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak, mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari kiamat…."

Segera saja Abu Dzar mendapat sambutan hangat di seluruh penjuru negeri yang dikunjunginya. Banyak sekali orang yang bergabung dan berdiri di belakangnya untuk mendukung perjuangannya. Kalau orang Islam biasa yang mengucapkan kalimat tersebut di hadapan penguasa dan para hartawan, tentulah tidak begitu besar pengaruhnya. Tetapi seorang sahabat sekaliber Abu Dzar, yang berdiri kokoh menghadapi penguasa dan hartawan, dengan tegas dan tanpa gentar sedikitpun menasehati mereka, seolah memunculkan kutub baru, kutub kaum tertindas dan teraniaya dalam negeri Islam yang begitu kaya dan melimpah.

The Real Heroes in My LifeWhere stories live. Discover now