1. Si Tanpa Ayah

162 9 2
                                    


Adzan subuh baru saja selesai berkumandang. Namun, di sebuah rumah minimalis berlantai satu. Seorang gadis berusia awal dua puluhan, sudah terjaga dari tidur nyamannya.

Ia segera membersihkan diri dan mengambil wudhu'. Selanjutnya, ia segera menunaikan apel paginya.

Dialah Fania Aski. Sang gadis tangguh, walau sebenarnya rapuh. Ia tinggal bersama bunda dan abangnya. Ayah? Ia tak tahu siapa ayahnya. Ia hanya tahu, ayahnya masih hidup. Tapi, tak pernah sekalipun bertatap muka.

     Menghela napas pelan, Aski menyudahi do'a paginya. Ia segera melepas mukenah dan melipat serta menyimpannya di tempat semula.

Ia punya tanggung jawab seperti ibu rumah tangga. Ia akan memasak dan mencuci di pagi hari, sebelum pergi kuliah. Abangnya, Khalid Nur Rifki, memiliki tugas membersihkan rumah, merawat bunda mereka, sebelum akhirnya nanti berangkat ke tempatnya bekerja.

Pria dua puluh delapan tahun itu, bekerja di sebuah bengkel otomotif, yang secara kebetulan milik dari ayah seorang temannya.

     Aski sudah berada di dapur. Saat ini ia sedang mencuci beras untuk ia tanak di ricecoocker. Setelah memasukkan beras tersebut ke dalam mesin penanak, dan menekan tombol coocking. Ia beralih memotong beberapa sayuran, untuk ia jadikan sayur bening.

Seperti itulah kesehariannya. Walau kadang merasa rapuh tapi, ia pantang mengeluh. Ada senyum bunda, yang membuat ia tegak di segala keadaan.

"Aski?" panggil Khalid dari arah pintu masuk dapur.

Lelaki yang masih mengenakan sarung dan Koko serta kopyah itu mendekat. Ia mengangsurkan kantung kresek yang ia bawa pada adiknya itu.

"Iya, bang?" sahutnya sembari menoleh sejenak.

"Ini dimasak, ya? Abang dapet beli barusan," ucapnya.

"Apa ini, bang?" tanya Aski sembari menerima pemberian abangnya.

"Tempe sama ikan laut. Terserah kamu mau dimasak gimana. Yang penting kita makan enak hari ini," sahut Khalid menjelaskan.

"Abang dapet uang dari mana?" tanya Aski lagi.

"Abang dapet gaji kemarin. Nggak ada salahnya kan, sesekali Abang nyenengin kamu sama bunda?" ucap Khalid lirih.

"Iya bang, makasih banyak" jawab Aski.

"Sama-sama."

Sebelum beranjak dari dapur, ia sempatkan mencium dengan sayang kepala adiknya. Hatinya selalu tersayat jika melihat adiknya yang kini sudah beranjak dewasa. Si gadis tanpa ayah, yang telah ia besarkan dengan kedua tangannya.

Lelaki itu segera beranjak pergi dari dapur. Ia tak akan kuat, jika berlama-lama bersama adiknya. Ia akan rapuh juga.

💙💙💙

      Khalid sudah berganti pakaian. Ia memakai kaos lengan pendek dengan celana Levis selutut. Setelahnya, ia beralih masuk ke kamar bundanya.

Tampak di dalam kamar tersebut, seorang wanita empat puluh delapan tahun, yang merupakan malaikat tak bersayapnya. Masih tertidur dengan posisi meringkuk.

Badannya tidak sakit. Namun, patah hati dan kecewa yang beliau terima dua puluh tahun silam, seolah membuat beliau terpuruk sedemikian hebatnya.

Khalid terlebih dahulu membuka tirai jendela yang tak begitu besar. Di luar masih nampak gelap, karena memang masih pagi buta. Setelahnya, ia mendekati ranjang bundanya. Ia akan memulai rutinitas paginya, merawat pahlawan hidupnya itu.

Aski (Open PO, 14-24 Mei 2023)Where stories live. Discover now