tiga puluh sembilan

ابدأ من البداية
                                    

"Enggak," Bara menjawab langsung dengan ketus.

Rea menahan senyumnya. Bara dengan gengsinya adalah perpaduan yang menggemaskan. Mulutnya berkata tidak, tapi tingkahnya berkata iya. Kalau ia berpura-pura tidak peka, apa jadinya ya?

"Yaudah, turunin gue. Biar gue dijemput Agam," Bara langsung menoleh ke arah Rea dengan kening berkerut dalam. Sedikit kaget dengan kalimat yang dilontarkan kekasihnya tanpa merasa bersalah seakan tidak peduli dengan perasaannya.

"Pacar lo itu gue atau Agam?" tanya Bara dengan sinis.

"Lah, lo sendiri yang bilang gitu," jawab Rea tidak mau kalah.

"Awas lo ya. Sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue turunin beneran!" Bara berucap dengan nada mengancam, matanya menyipit tajam dan tangan kirinya terangkat untuk menunjuk ke arah Rea.

"Yaudah, turunin aja. Gue suruh Agam buat jemput," bukan Rea jika mau mengalah begitu saja. Ia memang suka memancing keributan. Kesempatan seperti itu tidak akan datang dua kali, ia pasti tidak akan menyia-nyiakannya.

"REA!"

Rea tertawa dengan kencang saat mendengar Bara meneriakinya. Puas rasanya ia membuat cowok yang tingkat kesabarannya cukup tinggi itu menjadi kesal.

"Iya, iya. Maaf," ucapnya dengan tawa pelan yang masih tersisa. Tangan kanannya mengusap-usap pundak Bara sebentar sebelum ia kembali bersandar di kursi penumpang dengan santai.

••••

"Tumben nonton di sini?"

Bara sontak menoleh saat suara berat dengan nada hangat terdengar di telinganya ketika ia sedang asik menonton film di televisi ruang tengah. Bukan hal yang mengejutkan jika Ayahnya heran melihatnya menonton film di ruang tengah, karena biasanya cowok itu lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar dibanding di sudut rumah yang lainnya.

Arah mata Bara mengikuti gerakan Ayahnya yang berjalan mendekat dan duduk tepat di sampingnya. Cowok itu menyempatkan diri untuk memindahkan remote yang ada di sampingnya agar tidak tertindih tubuh Ayahnya.

"Iya, Yah. Lagi pengen aja," Bara menjawab sekenanya sebelum kembali fokus menatap ke layar televisi yang tengah memutarkan film action. Sesekali cowok itu memakan camilan yang ada di dalam toples yang tengah ia pangku.

"Enggak jalan sama pacarmu?"

Uhukk

Uhukk

Bara langsung meraih botol minum berisi es sirup rasa jeruk yang ada di atas meja. Ayah Bara, Abian Dharma hanya memperhatikan anaknya yang tersedak sambil menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Santai aja makannya. Orang Ayah gak minta," ucapnya lagi saat Bara sudah kembali ke posisi semula sambil meminum es sirupnya dari botol.

"E-emangnya Bara punya pacar?" tanya Bara dengan sedikit gugup setelah kembali menaruh botol minumnya ke atas meja. Abian mengerutkan keningnya bingung mendengar respon Bara yang malah balik bertanya. Ini sebenarnya yang pacaran ia atau anaknya?

"Loh, terus yang kamu bawa ke sini minggu lalu itu?" Bara mengerutkan keningnya, sedikit melakukan kilas balik di otaknya untuk mengingat siapa yang ia bawa ke rumah minggu lalu. "Itu bukan pacar kamu?"

Rea.

"Ayah tau darimana minggu lalu aku bawa cewek ke sini?" Bara langsung bertanya dengan cepat sambil melotot ke arah Ayahnya. Seingatnya waktu itu Ayahnya bekerja, kenapa beliau bisa tahu?

"Dari CCTV," Abian menjawab dengan santai sambil menunjuk ke arah benda setengah lingkaran hitam yang ada di bagian pojok ruangan dan menempel di langit-langit. Bara melihat ke arah dimana Abian menunjuk, sedikit merutuki diri sendiri karena melupakan hal itu. "Kebetulan Ayah lagi ngecek CCTV rutinan. Eh, ada penampakan yang gak biasa," lanjut Abian dengan senyum mengejek yang menurut Bara menyebalkan.

Am I Antagonist? حيث تعيش القصص. اكتشف الآن