3 - Chill

5 0 0
                                    

"Tunggu dulu, anak kecil bercahaya."

Seorang laki-laki maju ke depan mendekati Astara, panggil saja ia Yoga. Penampilannya begitu tertutup lihat saja headphone yang masih terpasang pada kedua telinganya.

Seorang perempuan mendekat lalu menceramahi dirinya, "Lepas dulu benda kesayanganmu, Ga."

"Musiknya gak disetel kok." Yoga menjawabnya sebagai alasan.

"Alasan." Perempuan itu pada akhirnya kesal, membuang tatapannya lalu memundurkan langkahnya menjauh dari Yoga.

Astara bergeming, ia pikir manusia di Bumi akan bersikap ramah dan teratur namun berbeda dari apa yang ia harapkan. Ada begitu banyak kecanggungan dan rasa tidak suka satu sama lain, mungkin saja mereka belum berkenalan satu sama lain.

"Dengar, maaf jika aku mengganggu waktu dan kenyamanan kalian sebelumnya."

"Percepat, jangan basa-basi."

"Hhh... Aku benci ini..."

"Minta maaf? Buat apa? Enggak jelas banget."

Bisikan-bisikan tertangkap oleh pendengaran Astara, semakin lama semangatnya menurun.

Assyifa menepuk pundak Astara. "Sabarlah. Penduduk Bumi di negara Indonesia memanglah seperti ini, mereka tidak sabaran. Kau hanya perlu bersikap lebih tegas lagi."

Dengan tarikan nafas yang begitu dalam, Astara menyiapkan ancang-ancang untuk bersuara lebih keras daripada sebelumnya.

"DIAM!!"

Semua tersentak ketika Astara lebih tegas menyikapi mereka.

Tidak ada lagi bisikan-bisikan, mereka fokus memandang Astara dengan tatapan menjengkelkan sembari menunggu Astara mengucapkan hal yang ia ingin ucapkan.

"Hufft..., Aku tahu ini terlihat tidak masuk akal. Tapi, kumohon, percayalah kepadaku bahwa Bumi ini sebentar lagi akan musnah oleh tangan kekejaman. A-aku hanya ingin membantu penduduk Bumi karena kalian sendiri lah yang menginginkan bantuan itu." 

"Kami? Menginginkan bantuan? Kekejaman? Ma-maksudmu?" Fathimah Azka Larasati, perempuan itu menampilkan raut wajah begitu panik.

"Iya. Kalian, semua, Bumi ini akan hancur, akan binasa, akan menderita karena satu makhluk asing datang yang bernama Kagura." Jelas Astara.

Lifa bergidik ngeri sesudah mendengar penjelasan tersebut, tidak sengaja ia memegang tangan San terlalu erat hingga memerah.

"Baiklah, baiklah, kita percaya. Selanjutnya apa?" Hida, perempuan itu tidak pernah melepas buku favoritnya.

Astara menghela nafas, setidaknya keadaan saat ini menjadi lebih terkendali, "Aku ingin kalian semua bersekolah di sekolah milik Ayahku di dimensi lain."

"A-APA?!!"

Sepertinya tidak terkendali.

Lagi-lagi Astara harus menjelaskan, "Intinya, kalian mendapat bimbingan, latihan dan beberapa teman yang akan membantu kalian untuk menyelamatkan Bumi ini nantinya."

"Bagaimana dengan sekolah kita? Kau kira aku disini bersantai-santai sebagai pelajar? Aku punya ambisi ku sendiri, bocah." Indri, tidak ada yang bisa membantah perkataannya yang penuh kebenaran itu.

Astara menggaruk-garuk kepalanya, sungguh, ia sangat pusing sekali dengan urusan-urusan penduduk Bumi ini.

"Masalah itu, kau tanyakan saja pada Ayahku. Sebab aku ditugaskan kesini oleh Ayahku, aku yakin dia bisa menjawab semua pertanyaan kalian masing-masing. Jika tentang keluarga... Kurasa kalian sendiri yang harus memastikan...."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Simultas Teen's SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang