Ajakan itu sangat mengejutkan, tapi sekaligus menggiurkan. Rara merasa bimbang.

"Kita sudah bercerai," ujar Rara lirih.

"Tapi kita masih bisa rujuk dalam masa iddah."

"Mas yakin, mau rujuk denganku?"

"Insya Allah, Mas yakin sepenuh hati. Jadi, terima ya?"

Rara mengangguk lalu ia tersenyum malu-malu. "Iya, Mas. Aku mau rujuk."

Shaka mengepalkan tangan ke udara sambil bersorak senang. "Yes! Makasih, Ra."

Beberapa pengunjung yang lewat, memperhatikan mereka. Rara malu, tapi rasa bahagia lebih mendominasinya. Shaka pun sama bahagianya, atau bahkan mungkin lebih bahagia. Perjuangannya untuk kembali bersatu dengan sang kekasih hati seperti menemukan titik terang. Jalan pulang tempatnya akan selalu kembali ketika ia pergi.

* * *

"Cieee cieee ... cantik banget putrinya Bunda," goda Milea begitu ia memasuki kamar sang putri.

Lima hari yang lalu, baik Rara maupun Shaka telah memberitahu kedua orang tua masing-masing bahwa mereka akan rujuk. Milea dan Zaza menjadi yang paling bahagia saat mendengar berita itu. Mereka segera melakukan video call dan merencanakan banyak hal.

Milea dan Rayhan pun segera mempercepat jadwal kepulangan ke Indonesia untuk membantu persiapan sang putri dan merealisasikan segala rencana mereka. Milea dan Zaza menyiapkan paket bulan madu kedua untuk putra putrinya ke luar negeri. Lebih tepatnya ke negara seribu menara.

Walaupun rujuk dalam masa iddah tak perlu melakukan akad nikah ulang, tapi Shaka berencana akan melakukannya. Jika dulu ia melafadzkannya karena dendam yang terselubung, maka sekarang ia ingin melisankannya setulus hati. Sekuat tekadnya untuk menghalalkan wanita yang dicintai.

Pada hari penting ini, Rara menggunakan gamis brokat putih dengan aksen payet di bagian tengahnya. Tak ingin terlalu mencolok, Rara hanya menghias wajah ayunya dengan make up tipis natural yang membuat wajahnya tampak cerah dengan sedikit pewarna pink lembut di bagian bibir dan tulang pipinya. Sementara di kelopak mata, Rara mengaplikasikan eyeshadow dengan teknik blanding dua warna, gelap dan terang.

"Shaka barusan ngasih kabar ke Bunda kalo dia sudah sampe di KUA."

"Lho, kita aja masih di rumah. Kok, Mas Shaka dah sampe duluan, sih? Dia juga nggak ngabarin aku, Bun."

"Nggak pa-pa. Itu namanya dia terlalu semangat. Semangat menghalalkan kamu kembali." Milea terus saja menggoda sulungnya hingga wajah Rara semakin merona merah karena malu.

Sementara itu, di tempat pencatatan nikah Shaka pun tak luput dari godaan sahabat, adik dan sang mama.

"Kok masih sepi, Ka? Kayanya kita kepagian, deh. Mama belum lihat ada dari pihak Rara yang dah sampe." Zaza duduk di kursi tunggu yang terdapat di depan KUA. Ia melirik arloji di pergelangan tangan kiri dan mendapati jarum jam menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Matanya kembali menyusuri kondisi sekitar.

"Maklum, Mah. Mempelai laki-lakinya udah kebelet kawin lagi."

"Hust! Kawin kaya kucing aja. Nikah, Arkan, nikah! Tapi, habis nikah sih kawin juga boleh-boleh aja." Jeje terkikik. Ia sengaja menekankan kosa kata berkonotasi beda itu tapi dengan makna yang sama untuk menggoda Shaka.

Sambil menahan tawa Zaza berucap, "Apa kita pulang dulu aja ya, Pah. Kayanya masih lama, nih. Enakan kita nunggu di rumah."

"Aku setuju," timpal Arkan. "Bang Jeje, sih. Mau tunggu di sini apa ikut balik ke rumah?"

(Bukan) Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now