Part 2 - Secrets in the Archive

Start from the beginning
                                        

"Dan sekarang kau pikir aku akan mengganggumu di sini?" Song Kang melangkah lebih dekat. "Tenang saja. Aku bukan musuhmu, tapi... simpatisanku bisa jadi berbahaya, tahu?"

Ia menepuk pelan bahu Jaehyun, lalu melangkah pergi.

Jaehyun menatap punggung Song Kang dengan rahang mengeras. Ada sesuatu dalam kalimat itu yang membuat darahnya mendidih. Bukan karena ancaman. Tapi karena kenyataan: orang yang dulu ia buang, kini berdiri sejajar—atau mungkin lebih tinggi.

***

Udara di lantai bawah terasa lebih lembab. Tak ada jendela, hanya suara dengung AC tua dan pantulan cahaya lampu neon yang dingin di antara rak-rak penuh map cokelat bertahun usia.

Rose menuruni tangga satu per satu dengan langkah ringan. Ia mengenakan ID card bertuliskan Lee Jiho, nama palsu yang kini jadi identitasnya di kementerian. Di tangannya, sebuah memo bertuliskan kode rak dan nomor folder yang harus ia cari untuk kepentingan penyamaran investigasi. Ruang arsip sore itu sepi. Sepi sekali, seperti yang diharapkannya.

Hingga langkah kakinya terhenti.

Seseorang telah lebih dulu berdiri di antara rak-rak besi itu.

Moon Jaehyun.

Punggung pria itu tampak tegang, namun tangannya tetap fokus membalik halaman dokumen teknis yang ia ambil dari rak baris INF.T-15. Rose menahan napas. Dunia seolah berhenti sedetik. Ia tahu ia harus berpaling. Tapi tubuhnya membeku, tak menyangka akan bertemu pria itu di tempat yang begitu... tersembunyi.

Jaehyun sempat melirik sekilas, lalu kembali menunduk pada dokumennya.

Tak mengenali.

Atau pura-pura tidak mengenali?

Rose melangkah perlahan, menengok ke sisi rak sebelah kiri seolah mencari sesuatu, mencoba tidak menoleh langsung ke arahnya. Ia berhenti tepat dua rak dari tempat Jaehyun berdiri. Saat mengambil map bertanda TRANS-2020-CH, ia bisa merasakan pandangan Jaehyun yang kembali melirik ke arahnya. Sedetik lebih lama. Seolah menimbang.

"Apa kau dari tim barunya Song Sihyuk?" suara Jaehyun terdengar datar, namun ada riak kecil dalam nadanya. Ia tidak melihat langsung, hanya berbicara sambil tetap memandangi arsipnya.

Rose tidak langsung menjawab. Butuh dua detik untuk menata intonasinya.

"Ya, aku baru mulai minggu ini," jawabnya ringan. Ia tidak menatap Jaehyun, pura-pura masih sibuk membuka mapnya. "Katanya ada beberapa dokumen lama yang harus direkap ulang, karena digitalisasinya belum tuntas."

"Bagus. Banyak orang malas datang ke sini," gumam Jaehyun.

Sunyi kembali menyusup di antara suara kertas. Aroma kertas lama dan debu menguar pelan, berpadu dengan napas mereka yang teratur... atau pura-pura teratur.

"Namamu siapa?" tanya Jaehyun tanpa basa-basi. Kali ini ia menatap langsung.

Rose mengangkat wajah, dan untuk pertama kalinya mata mereka bertemu. Sekilas. Tapi cukup membuat dada Rose mengeras seperti drum.

"Lee Jiho," ucapnya pelan, mengangkat sudut bibirnya sebentar, sekadar senyum sopan.

"Lee Jiho..." ulang Jaehyun nyaris tak terdengar. Seolah mencoba mencocokkan. Menganalisis. Ada bayangan yang lewat di matanya—ia tampak berusaha menyambungkan sesuatu. Tapi terlalu cepat ia membuang pandangannya. "Kau mirip seseorang yang kukenal."

Rose tidak menjawab. Tidak bereaksi. Tapi jantungnya sudah berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Lalu kenapa kau tidak menyapaku saat masuk tadi?" tanya Jaehyun datar. "Kau tahu siapa aku?"

Bootless ErrandWhere stories live. Discover now