Scandal

156 14 9
                                    

Chiise yang baru saja menyelesaikan ritual mandi selama satu jam lamanya langsung disambut puluhan pelayan yang berjajar rapi di kamar tidurnya yang serba mewah. Anak tunggal dari pasangan pemilik perkebunan anggur terbesar di Eropa sekaligus pemilik saham terbanyak di kantor jurnalis yang sering meliput artis-artis terkenal diharuskan menghadiri pesta termahal sepanjang sejarah.

Hal yang paling menyebalkan adalah sebuah fakta jika ia tidak bisa memilih sendiri gaun yang cocok dengannya, meskipun ia mempunyai ribuan koleksi fashion dari koleksi musim semi sampai musim dingin yang tergantung di etalase lemari. Tentu saja hal itu sangat memusingkan bagi dirinya.

"Menyebalkan! Terlalu membuang waktu," gerutu Chiise sembari duduk di kasur berukuran queen size. Ia meneliti satu per satu pelayan yang menunggu perintahnya. Tak lama, gadis yang mempunyai struktur wajah tegas itu menepuk tangan.

Semua pelayan yang pada awalnya berdiri diam langsung berbondong-bondong masuk ke walk in closet menarik stand hanger ke hadapan tuan putri. Ribuan koleksi gaun pesta berjajar rapi menanti sang pemilik memilah-milah.

Jemari Chiise mengelus dagu sembari melirik sekilas beberapa gaun yang terlihat memukau. Menelusuri setiap koleksi yang dirancang begitu indah tanpa cela. "Kau kemari," perintahnya kepada kepala pelayan penthouse.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Zenith begitu perempuan itu sampai di depannya. Gestur tubuhnya menunjukkan ketakutan, pasalnya Chiise kerap kali berkata ketus bila jawabannya tidak sesuai dengan keinginannya.

Chiise mendengkus. "Pilihkan gaun yang cocok untukku." Langkah gadis itu bergerak mendekati jendela yang terpusat langsung ke danau. Memang sangat tepat tinggal di Negara Swiss dengan keindahan alamnya.

"Bagaimana dengan gaun merah ini, Nona?" tanya Zenith berjalan mendekati Chiise yang melirik ke arahnya.

"Jelaskan padaku! Kelebihan dari gaun itu?" Chiise terkekeh pelan. Manik kelabunya seakan mengejek Zenith. Ia merasa puas bila pelayannya merasa mati kutu. "Kau tak bisa menjelaskannya?"

Tubuh Zenith bermandikan keringat dingin sampai-sampai gaun merah yang dipegangnya jatuh ke lantai. "Ma ... maaf Nona. Saya tidak sengaja." Kepala pelayan yang sudah lima tahun bekerja dengan gadis berkulit sawo matang itu bergegas memungut gaunnya.

"Sudah-sudah! Kemarikan!"

"Tap ... tapi, Nona ...."

"Kemarikan! Kau ini!"

Chiise merebut gaun merah dari tangan Zenith, mengusir mereka keluar dari kamar tidurnya. Ia sudah cukup pusing dengan pesta keluarga tunangannya ditambah lagi kelakuan pelayannya.

Ditanya begitu saja tidak becus, gerutu Chiise yang mendudukan dirinya di meja rias. Seorang penatas rias masuk ke dalam kamar sembari membawa sekotak peralatan dandan.

"Ada keributan apa?" tanya Marie sang penata rias sambil meletakkan barang bawaannya di meja. Dirinya memang sangat dekat dengan Chiise, segala urusan make up pasti ia selalu hadir.

Chiise menghela napas panjang. "Biasa para pelayan." Ia menopang wajah sesekali memainkan ujung rambut hazel-nya.

Marie hanya mengangguk pelan lalu mulai mengerjakan pekerjaannya sebagai make up artist. "Kau terlalu sempurna." Dari semua kliennya yang mendekati kata luar biasa adalah Chiise. Bagaimana tidak? Wajah gadis itu terpahat sempurna layaknya porselen sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk merias wajahnya.

"Kau terlalu berlebihan." Chiise yang dipuji Marie tersenyum kecil. Namun hitungan detik, ia mendadak menatap tajam sang penata rias. "Kau sengaja menyindirku kan?" Emosinya membludak memikirkan tunangannya yang tak kunjung melangsungkan pernikahan. Sekilas manik kelabunya melihat ke arah cincin berlian yang sudah menemaninya kurang lebih tujuh tahun.

Poison Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang