Mantera Pertama

440 50 20
                                    

—  日本 の 悪魔  -—

***

Jepang, 1713

"Sebaiknya aku pulang saja," pemuda yang tengah bersandar di batang pohon tua itu bergumam pada dirinya sendiri, lantas mengelap keringat yang mengaliri pelipisnya, "Ini sudah cukup." Ia melirik ikan-ikan mati di dalam bakul kayunya, lantas memetik apel segar dari pohon terdekat.

Punggungnya menegak, bersiap melangkah ke rumah, namun beberapa langkah ditempuh seekor hewan berbulu pirang lompat ke dalam bakulnya entah dari mana, bergerak kesetanan hingga ikan-ikan di dalamnya berhamburan keluar. "Hei! Jangan acak-acakkan makananku!"

Si kelinci berkutat, namun untungnya Yuuta cukup cekatan untuk menghentikan gerakannya dan menangkapnya dalam genggaman, sedetik kemudian melemparnya dengan refleks, hewan itu mengerang lucu saat mengenai tanah, "Maaf! Maaf!" Yuuta berseru.

Namun sepertinya kelinci itu tidak menerima permintaan maaf Yuuta, dalam kecepatan kilat ia kembali menyerang Yuuta—melompat ke wajahnya hingga yang diserang berjengit, "Ah! Lepas!" Untuk kedua kalinya Yuuta melempar dia.

Kelinci itu mencuri kalungnya.

"Oi! Astaga aku mau pulang, sialan!" Dengan cerdik—plus menyebalkannya— si kelinci lari, Yuuta refleks mengejarnya, Demi Tuhan! Ini sudah hampir malam dan dia tidak seharusnya berlama-lama di sini, langit-langit sudah menguning namun kakinya tetap berlari dengan makian-makian yang lolos dari bibirnya, kelinci itu kecepatannya bukan main.

Yuuta mengedarkan pandangan, di sekitarnya pohon-pohon menjulang, mengurangi cahaya, rambut-rambut di kulitnya berdiri sendiri. Kalau begini kondisinya, akalnya sering melantur kepada cerita-cerita mistis yang sering Gojo ceritakan padanya, aneka macam setan beragam warna dan bentuk yang katanya sering keluar di malam buta, Yuuta jadi parno sendiri.

"Eh! Berhenti!" Yuuta berteriak saat netranya kembali menangkap si kelinci, yang lantas berbelok, saat Yuuta mengikuti arah belokannya, jantungnya copot dari rongga dadanya—secara kiasan.

"Astaga."

Di hadapannya seorang pria sekitaran umur 14-16 tergeletak di rumput-rumput cuma dinaungi daun-daun pepohonan lebat di sekitarnya, tangannya telentang sedangkan kedua kakinya bertumpu ke samping, beberapa luka sayatan yang setangah mengering nampak jelas di kulitnya yang telanjang, tidak tertutupi kain dari atas kepala sampai kaki, rambut pirang platinumnya dipenuhi ilalang dan debu-debu, matanya tertutup dan dia tidak bergerak sama sekali.

Yuuta melangkahkan kakinya mendekat, "Hei! Kau bisa dengar aku?" Yuuta mendekatkan telinganya pada dada pria tersebut, masih berdetak! Temponya normal, Yuuta mengecek semua tanda vitalnya, dari nadi, napas semuanya aman. Cuma beberapa luka sayatan saja yang ia miliki, selebihnya tidak ada luka fatal, "Syukurlah."

Kelinci tadi nangkring di hadapan mereka berdua, Yuuta mengernyit, "Kau coba berusaha biar aku bisa bantu dia?" Ia bertanya tanpa sadar, lupa bahwasanya hewan macam dia tidak bisa diajak berbincang, "Hewan pintar." Gumannya takjub.

Nyanyian-nyanyian burung terdengar di atas kepala mereka, saat itulah Yuuta sadar akan waktunya yang menipis, "Aku harus pulang cepat-cepat," ia merenung sesaat, memperhatikan lelaki di hadapannya, ia coba guncang-guncangkan bahunya, lalu menampar pelan pipinya, namun nihil sama sekali tidak bangun. "Terpaksa, aku harus bawa kamu."

Yuuta Okkotsu dan Sang Setan JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang