Part 1 (Kena Hukum)

119 81 37
                                    

"Woy bangun! Ada gempa!"

Raka terbangun dari tidurnya saat mendengar suara teriakan dari teman sekelasnya. Entah ada gempa beneran atau tidak, dia tetap tidak perduli dan memilih melanjutkan tidurnya yang sempat terhenti. Saat dia hendak kembali tidur, ada sentuhan hangat terasa mengelus surai hitamnya. Namun, perlahan-lahan sentuhan itu menjadi kasar saat telinganya merasa dijewer kuat.

"Akh... ampun, Bu! Lepas," ringgisnya menahan sakit.

"Tidur terus kamu Raka! Tidak dijam pelajaran saya, tidak dijam pelajaran guru lainnya! Kamu itu tetap saja tidur?!" serunya.

Bu Dewi merasa emosi saat melihat tingkah laku Raka yang semakin hari semakin membuatnya tidak suka. Bukan hanya dia saja yang terkadang terpancing emosinya, guru-guru yang lainnya juga sama seperti yang dia rasakan. Barusan saat dia masuk, dia sudah diberi pertunjukan Raka yang terlelap dalam tidur. Padahal hari baru jam 09:00 pagi. Bukankah tidur dijam seperti itu tidak baik untuk tubuh? Namun nyatanya itu tidak berlaku bagi Raka.

"Maaf, Bu. Aku tadi ngantuk," kata Raka, sambil mengelus-elus daun telinganya yang terasa panas akibat dijewer.

"Masih pagi kok udah mengantuk. Bergadang kamu?" tanya Bu Dewi mengintograsi.

"Iya," jawabnya.

"Sudah saya tebak pasti bergadang main game! Kamu itu masih sekolah, Raka. Sikap kamu yang seperti ini bisa mempengaruhi nilai di raport kamu. Asal kamu tahu, semua guru sudah sering mengeluh sama sikap kamu yang selalu tidur di jam pelajaran mereka. Kalo kamu emang mau tidur, keluar saja!"

Raka hanya terdiam. Enggan untuk menjawab atas apa yang gurunya itu katakan. Pemuda berusia 17 tahun itu hanya menatap ke arah Bu Dewi sekilas, lalu kembali menyenderkan kepalanya di atas meja. Dia kembali ingin tidur.

"Raka!" tegur Bu Dewi.

Raka kena amukkan kembali. Padahal dia hanya ingin tidur tapi malah membuat guru yang mengajar merasa kesal. Bu Dewi mengambil peralatan mengajarnya dan langsung pergi ke luar tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Lo kenapa sih Raka? Bisa nggak ubah sikap Lo yang kek gitu sama setiap guru yang masuk," kata Daniel, teman akrab Raka di kelas.

"Bodoh amat. Gue ngantuk jangan ganggu, "jawab Raka tanpa dosa.

"Gue lagi ngomong, sialan!" pekik Daniel tersulut emosi dengan sikap Raka yang selalu seperti ini.

"Terus? Gue harus dengerin ocehan lo yang nggak penting banget itu?"

"Udahlah, emosi gue lama-lama menghadapi sikap  Lo!" teriak Daniel, sambil berjalan mendekati teman-temannya yang lainnya.

Raka tidak perduli. Dia kembali melanjutkan tidurnya yang terhenti. Beberapa menit kemudian dia pun kembali terlelap dalam tidur.

***

'Panggilan! Kepada saudara Raka Saputra. Silahkan pergi ke kantor sekarang! Sekali lagi panggilan kepada saudara Raka Saputra! Silahkan pergi ke kantor sekarang! Ditunggu tidak usah lama!'

Suara yang berasal dari kantor terdengar nyaring jelas di sekolah. Setiap hari nama Raka pasti selalu menjadi sebutan pertama ketika memanggil murid-murid yang bermasalah.

Raka mengucek-ucek kedua matanya. Dia baru saja bangun beberapa menit yang lalu. Pertama kali yang dia lihat adalah ruang kelasnya yang sepi. Mungkin yang lainnya sedang pergi ke kantin, sebab kini memang sedang waktunya beristirahat.

"Raka kamu dipanggil sama Bu Nata!" teriak Deni, teman sekelasnya Raka yang kini baru saja masuk ke dalam kelas.

"Sekarang?" tanya Raka.

RAKA SAPUTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang