LOST| 9 kemarahan penghuni gunung

Start from the beginning
                                    

"Jangan ada yang egois, fikiran harus di gunain, jangan ada yang salah-salahan. Bukan satu orang aja yang terancam mati, tapi semua, inget itu" ucap Ridho dengan tenang

"Kita gerak sekarang" final Wisnu, nada bicaranya terkesan perintah yang tidak dapat di bantah

Devano yang siap melayangkan protes langsung di bungkam oleh tatapan tajam Dava dan Jefran.

"Bagi tugas, Ajun bakal gue gendong dan Sean tetap kita angkat pake tandu yang Ridho buat"

"Gue yang bawa Ajun" Devano membantah "gak ada yang boleh bawa dia selain gue"

Sisi menyebalkan Devano kembali keluar tanpa tau situasi dan kondisi.

Bagas berdiri sambil menggendong tas nya "jangan banyak bacot, berdiri lo semua, gue di belakang"

Menepati ucapannya, Devano benar-benar menggendong tubuh Ajun seorang diri. Tubuh tak bernyawa sepupunya ia gendong dengan dukungan rasa sakit dan amarah

Melihat jalur di depan mereka yang hanya setapak, Sean akhirnya di gendong oleh Rizky. Hari belum terlalu sore, arloji di tangan Wisnu masih menunjukkan pukul 16:35 WIB, namun keadaan di sekitar mereka tampak gelap karna pepohonan yang tampak semakin tinggi dan rapat mulai menghalangi masuknya cahaya.

Ridho memimpin jalan, dan Bagas yang menjadi penjaga di belakang mereka semua. Keraguan masih menyelimuti ketika kaki mulai melangkah membelah hutan yang tampak rindang dan gelap

Rasa berat di kaki mereka abaikan karena dua tubuh tak bernyawa yang harus segera di antar kan pulang untuk di kebumikan dengan layak.
Kesedihan dan sakit hati mereka telan bulat-bulat, menahan segala gejolak emosi demi bisa segera kembali

Bagas merasakan panas di kaki nya yang lama-kelamaan berubah menjadi perih. Punggungnya perlahan-lahan mulai terasa berat namun tak ia hiraukan mengingat mereka baru berjalan kurang lebih satu jam.

Hingga saat ingin melangkahi satu batang pohon yang telah tumbang, tubuh Bagas ambruk seketika. Nyaris saja ia terguling dan terjerumus kejurang yang berjarak dua meter dari tempatnya jika saja Dava tidak menarik tubuh Bagas dengan cepat

"Lo kenapa?" Tanya Dava panik

Mendengar suara Dava yang panik, mereka semua berhenti dan mulai putar arah mengelilingi Bagas yang masih telentang setelah di tarik kuat oleh Dava

"Tolong singkirin dia dari pundak gue" suara Bagas seperti orang yang sedang menahan beban ratusan kilogram.

"Dia siapa?" Aiden bertanya sambil mencoba menarik tangan Bagas agar pemuda itu bangun dari posisi nya yang telungkup.

Mereka tak dapat melihat benda apapun di atas tubuh Bagas selain tas carier pemuda itu sendiri. Namun, Wisnu dan Yuda dapat melihat seorang kakek dengan pakaian lusuh serta bau yang begitu menyengat duduk di punggung Bagas. Keduanya memilih untuk diam dan menunggu apa pesan yang ingin sosok itu sampai kan.

"Dheweke duwekku"

(Anak ini punyaku)

Yuda menyuruh Wisnu untuk mengatasi Bagas lewat tatapan matanya. Ia akan mengurus sosok yang masih duduk denga apik di punggung Bagas itu dan menanyakan apa maksud dan tujuannya.

"Rasa lara sing dirasakake bakal ilang nalika dheweke mati lan dadi pengikutku." Sosok itu tertawa setelah nya, memperlihatkan giginya yang telah hitam dan suara tawa yang terkesan berat dan menyeramkan.

(Rasa sakit yang dia rasakan akan hilang ketika dia mati dan jadi pengikut ku)

Yuda diam membisu, banyak hal yang ingin ia keluarkan, namun mulutnya terasa kelu tenggorokan nya tercekat tidak bisa mengeluarkan suara apapun dan tubuhnya kaku di depan sosok yang saat ini masih tertawa memperhatikan nya.

Haris dengan hati-hati mengambil posisi di belakang Bagas. Carier Bagas ia lepaskan segera. Namun, rasa berat di punggung tak juga hilang, Bagas semakin meringis saat tubuhnya terasa di tekan dengan posisi yang masih telungkup, hal itu mengundang rasa terkejut teman-temannya.

"Tolong, ini ada yang neken bahu gue" Bagas memohon pada seluruh raga yang menatap kasihan padanya.

"Ya Tuhan, apa lagi ini?" Jefran mengusap wajahnya frustasi

Wisnu mengusap ubun-ubun Bagas lalu mulai turun lurus dengan garis tulang Bagas, pemuda itu mengulangi kegiatan itu selama tiga kali sampai akhirnya rasa tekanan yang di terima Bagas pada bahunya hilang dan di ganti dengan sambutan perih di kakinya yang sejak tadi terasa panas

Dava menarik tubuh Bagas hingga pemuda itu berubah posisi menjadi sedikit terduduk dengan bersandar pada tas carier nya sendiri.

Karna terus meringis perih, Aiden akhirnya mengangkat sedikit celana yang Bagas pakai hingga sampai ke lutut. Mata mereka terbelalak terkejut ketika mendapati kaki Bagas yang seperti hangus terbakar, daging pemuda itu bahkan tampak dengan jelas.

"Iki minangka bukti apa sing dakkandhakake, sing sampeyan lakoni. Aku serius babagan sing dakkandhakake, mula aja ngremehake kabeh peringatan sing dakwenehake."

Kain ini Haris lah di rasuki oleh mahkluk yang sama, sosok wanita tua yang berenergi negatif.

"Kowe ora bisa netepi omonganmu, kanca sing wis mati kuwi mbuwang pangananku, cangkemmu ngganggu katentremanku" Devano terdiam kaku saat Haris menunjuknya dengan penuh amarah "Yen salah siji, kabeh kudu nampa hukum. Sumpah aku iki"

Teriakan Bagas datang bersamaan dengan kesadaran Haris yang kembali setelah sosok yang menguasai tubuhnya pergi

Bagas menggenggam batu dengan kuat, kakinya terasa seperti di kuliti dengan begitu kejam. Perih yang menyiksa itu di tambah dengan rasa panas yang entah datang dari mana

Rizky menatap Devano nyalang "Lo liat kan akar dari perbuatan lo sendiri?"

Devano memilih diam, tangannya terkepal erat, merasa sakit ketika melihat Bagas kembali berteriak kesakitan. Tangisan Bagas tidak terbendung ketika siksaan yang di rasakan nya tidak kunjung berakhir.

Dava kalut, tak sadar ia bergetar hebat ketika mencoba memberikan air minum pada Bagas. Kedua matanya memanas melihat Bagas yang telah pucat

Kaki pemuda itu mulai mengeluarkan bau busuk, darah yang ada di sekitar luka di kakinya seperti membeku dan menggumpal, luka yang berwarna kehitaman perlahan muncul dan meluas hingga naik sampai pada lututnya.

"Ini semua udah gak masuk akal" suara Dava bergetar sarat akan rasa takut yang ia rasakan saat ini "kita gak bisa lebih lama lagi di sini"


*******************

LOST  In The Mountain  (TERBIT)Where stories live. Discover now