20. Usaid Bin Hudhair Ra

Start from the beginning
                                    

Usaid berlalu pergi menemui menemui Sa'd yang berada di antara kaumnya. Melihat kehadiran Usaid, Sa’d berkata, “Sungguh Usaid datang dengan air muka yang sangat berlainan dengan saat dia meninggalkan kita!!”

Setelah tiba, Usaid langsung berkata, "Wahai Sa'd, aku telah berbicara pada mereka berdua, dan aku tidak melihat ancaman apapun dari mereka. Dan telah kusampaikan apa yang kau inginkan, tetapi mereka berkata 'Lalukan saja apa yang kamu suka!!' Tetapi aku mendengar berita selentingan kalau bani Haritsah bermaksud membunuh As'ad karena tahu dia adalah anak bibimu. Saat ini mereka sedang menuju tempatnya, sepertinya mereka meremehkan dirimu!!"

Mendengar kabar ini, Sa'd menjadi marah dan sekaligus khawatir atas keselamatan As'ad. Terlepas bahwa ia tidak suka aktivitasnya, tetapi ikatan kekeluargaan di antara mereka begitu kuat. Ia mengambil tombaknya dan beranjak menemui Mush'ab dan As'ad. Melihat siasatnya berhasil, Usaid menjadi gembira, ia yakin Sa'd akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam seperti dirinya, dan dugaannyamemang benar. Sa'd memeluk Islam di saat itu juga, dan ketika ia mendakwahi kaumnya, sebelum petang di hari itu, seluruh bani Abdul Asyhal telahmengikuti Sa'd memeluk Islam.

Peristiwa tersebut terjadi setelah Bai'atul Aqabah pertama. Ketika datang musim haji berikutnya, dibentuklah rombongan untuk menghadap Nabi SAW di Makkah. Usaid ikut serta di dalamnya, ia ingin mengokohkan bai'atnya di hadapan Nabi SAW. Dalam pertemuan yang dikenal dengan nama Bai'atul Aqabah kedua tersebut, Nabi SAW memilihnya sebagai salah satu dari duabelas pemimpin yang bertanggung jawab atas dakwah dan pelaksanaan ajaran Islam di kaumnya.

Seperti kebanyakan sahabat Anshar lainnya, baik dari kalangan pemuka atau anggota biasa, Usaid selalu membaktikan hidupnya untuk membela Nabi SAW dan panji-panji Islam. Setiap pertempuran bersama Rasulullah SAW diterjuninya. Sifat "kamil"-nya tak pernah terlepas dari kepribadiannya walau dalam situasi yang mengancam jiwa dalam peperangan. Bahkan terkadang bisa menentramkan suasana, seperti yang terjadi pada perang Bani Musthaliq.

Pada pertempuran tersebut, kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay ikut serta, dan dalam perjalanan pulang, ia mengatakan sesuatu perkataan yang menyakiti Nabi SAW. Zaid bin Arqam mendengar perkataannya tersebut, melaporkannya kepada Nabi SAW lewat pamannya. Nabi SAW yang sebenarnya sedang beristirahat segera memberangkatkan pasukannya untuk terus kembali ke Madinah. Melihat keputusan Nabi SAW ini, Usaid menemui beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidak biasanya engkau berangkat pada saat seperti ini…!!"

Nabi SAW bersabda, "Apa engkau belum mendengar apa yang dikatakan rekanmu (yakni, Abdullah bin Ubay) ?"

"Apa yang dikatakannya, Ya Rasulullah?"

"Ia mengatakan : Jika kita kembali ke Madinah, penduduknya yang mulia (yakni penduduk Madinah), benar-benar akan mengusir penduduknya yang hina (maksudnya Nabi SAW dan kaum muhajirin)…!!"

Jiwa pembelaannya atas Nabi SAW dan Islam muncul, tetapi tanpa makin memanaskan suasana. Usaid berkata, "Wahai Rasulullah, engkau bisa mengusirnya dari Madinah menurut kehendak engkau. Demi Allah, memang dia adalah orang yang hina dan engkau adalah orang yang mulia…!!"

Dengan perkataannya ini seolah Usaid ingin menegaskan bahwa ia dan kaumnya dari Suku Aus berdiri di belakang Nabi SAW, kemudian ia berkata lagi, "Tetapi, wahai Rasulullah, bersikaplah yang lembut terhadap dirinya. Demi Allah, Allah telah mendatangkan engkaukepada kami, padahal penduduk Madinah telah menyiapkan mahkota untuk disematkan di kepalanya. Karena itu ia merasa engkau telah merampas kerajaan dari tangannya….!!"

Nabi SAW memahami apa yang disampaikan oleh Usaid. Beliau menggerakkan pasukan untuk terus berjalan ke Madinah. Bahkan ketika malam tiba-pun beliau tidak menghentikannya, sehingga ketika tiba waktu istirahat, para anggota pasukan tersebut langsung tertidur, tidak ada kesempatan membicarakan perkataan Abdullah bin Ubay.

Salah satu keistimewaan Usaid bin Hudhair adalah suaranya ketika melantunkan Al Qur'an, para sahabat sangat senang mendengarkannya. Menurut mereka, mendengar alunan suaranya membaca Al Qur'an tersebut lebih disenanginya daripada memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). Suaranya lembut dan khusyu', mempesona dan dapat menentramkan jiwa.

Suatu malam Usaid bin Hudhair membaca surah Al Baqarah, tiba-tiba kudanya yang diikat tak jauh darinya bergejolak. Ketika ia berhenti membaca, kuda itu menjadi tenang. Ia mencoba membacanya lagi dan kuda itu kembali bergejolak, dan ketika ia berhenti membaca, kuda itu menjadi tenang.Beberapa kali mengulang membaca, peristiwa itu berulang terjadi, sampai ia menyadari bahwa gejolak kudanya itubisa membahayakan Yahya, anaknya yang tidur tidak jauh darinya. Ia menarik anaknya menjauh dan kepalanya tengadah ke langit, ia melihat ada sekelompok awan yang di dalamnya ada seperti lampu-lampu yang bercahaya bergerak menjauh ke atas sampai hilang dari pandangan.

Pagi harinya ia menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda, "Bacalah hai Ibnu Hudhair, bacalah hai Ibnu Hudhair!!"

Usaid bin Hudhair menjelaskan bahwa ia mengkhawatirkan keselamatan anaknya karena gejolak kuda yang tidak terkendali ketika ia membaca surah Al Baqarah. Sambil tersenyum, Nabi SAW bersabda, "Tahukah kamu, yang tampak seperti awan tersebut adalah malaikat yang mendekat karena ingin mendengarkan suaramu melantunkan Al Qur'an. Seandainya kamu terus membacanya, niscaya manusia akan bisa melihat malaikat tersebut, tidak tertutup dari mereka."

Usaid bin Hudhair wafat pada Bulan Sya’ban tahun 20 hijriah, yakni pada masa khalifah Umar bin Khaththab. Jenazahnya di makamkan di Baqi, dan Umar sendiri yang turun ke kuburnya untuk memakamkannya.

The Real Heroes in My LifeWhere stories live. Discover now