Lonely Night [Separation] (LuLin)

84 6 0
                                    

Written by Lu Bixing

-PROMPT DAY 4-

Lonely Night [ Separation ]

(Angst, Canon Divergence)

SPOILER ALERT ⚠️

---------

Rokok itu telah dinyalakan, namun hanya terjepit diantara jemarinya. Terus terbakar hingga abunya berjatuhan dan nyaris menghabiskan seluruh batangnya.

Hanya ada desau angin dan helaan nafas berat nan panjang di atap malam itu. Orang yang berdiri disana hanya diam tanpa berminat mengucap sepatah kata pun. Matanya menerawang jauh ke arah dimana langit berada. Mencari-cari keberadaan planet.

Ya, planet. Lebih tepatnya adalah planet miliknya, dunianya, separuh dari dirinya yang pernah disebut-sebut sebagai bintang yang bersinar bagi planet itu.

Namun saat ini, sudah tak ada lagi yang tersisa baginya. Seluruh hidupnya dikacaukan oleh kekejaman dari ulah kesombongan manusia. Semua direnggut darinya. Keluarganya, sahabatnya, rekan seperjuangan dan juga.... planetnya, cintanya, separuh hidupnya.

Semua itu telah menciptakan rongga yang begitu besar di dalam hatinya. Kosong, gelap dan sangat sunyi.

Dimana senyuman cerahnya? Sejuta kata positif yang dilontarkan setiap hari atau gurauan juga segala omong kosongnya yang menghibur hingga membuat seseorang sakit kepala. Itu semua sudah tak ada lagi pada dirinya yang sekarang.

Bagaimana mungkin kau masih bisa baik-baik saja saat semua sumber cahaya dari dirimu ditiadakan?

Lu Bixing merasa kedinginan dengan kesendirian ini. Hari-hari penuh tawa ataupun omelan dari orang-orang tersayangnya sudah tak ada lagi.

Turan selalu lebih banyak memperhatikannya, namun dia lebih sering mengabaikannya. Karena masih ada rasa kecewa pada sang jenderal wanita itu, kecewa karena telah membuatnya tiba-tiba menjadi manusia yang sangat kesepian tanpa dibiarkan tahu apa yang sedang terjadi. Tanpa dibiarkan melihat wajah-wajah yang disayangi untuk yang terakhir kali. Atau... tanpa dibiarkan pergi untuk lenyap bersama mereka menjadi debu bintang.

Waktu berjalan dan rokok diantara jemarinya telah hampir habis, abunya diterbangkan oleh angin malam hingga menyebar. Apa begitukah tampilan mech dan orang-orang yang gugur di peperangan? Menjadi debu bintang, huh?

Pria yang bahkan telah menumbuhkan sedikit janggut di wajah yang terbiasa bersih dan halusnya itu meremas rokok yang masih menyala di tangannya, merasakan panas bara kecil di telapak tangannya. Namun, itu sama sekali bukan apa-apa baginya.

"Tidak terasa sakit," gumamnya. "Masih sangat jauh dengan rasa sakit disini." Satu tangannya menyentuh dada dan meremasnya kuat.

Lu Bixing menjatuhkan dahinya pada tembok pembatas dengan keras, rambut cokelat sebahunya terjatuh menutupi seluruh bagian wajahnya. Tak lama setelah itu, ada aliran hangat yang keluar dari dahinya. Saat dia mengangkat lagi wajahnya, cairan merah telah mengalir turun ke wajahnya.

Tubuhnya yang telah mengalami penurunan berat badan itu bangun dan berbalik, berjalan untuk kembali ke dalam rumah. Bersiap-siap untuk melalui malam panjangnya yang sepi dan dingin.

Jika semua lukanya akan sembuh, maka itu akan sembuh hanya pada saat kematiannya. Dia telah menolak perpisahan dan kehilangan ini. Dia ingin percaya bahwa bisa saja ada nyawa yang masih selamat di planet atau galaksi lain. Namun logika juga usianya bukan lagi di tempat yang masih akan percaya pada sesuatu bernama keajaiban. Pada akhirnya, semua benar-benar lenyap tak tersisa.

---------

Mereka mendaki melalui pegunungan, berjalan melewati neraka, perlahan tapi pasti merangkak keluar dari jurang saat mereka melihat ke sisi lain gunung, di ujung jalan....

Hanya untuk menemukan bahwa tidak ada yang tersisa pada akhirnya.

Hope pernah berkata : "Umat manusia lahir dari iman."

Lu Bixing mengikutinya dengan iseng pada saat itu : "Umat manusia juga akan mati karena iman."

Itu adalah ramalan dengan kata. (Ch.121)

January PromptsWhere stories live. Discover now