Bab 3

6 0 0
                                    

Pagi ini Bamantara terbangun di kamar saat dia masih tinggal di rumah ini. Semua masih sama persis seperti yang dirinya ingat, tidak ada yang berubah satupun. Bahkan foto wisudanya masih terpampang di dinding.
Semalam Danu meminta dirinya menginap karena malam sudah sangat larut. Danu tidak mungkin membiarkan Bamantara menyetir mobil sendirian malam-malam. Jadi di sini lah dia berada, di kamarnya dahulu.
Bamantara bangkit dari tempat tidur. Dia memutuskan mandi terlebih dahulu baru turun untuk sarapan. Diambilnya handuk dan segera menuju kamar mandi di dalam kamar ini.
Beberapa menit kemudian Bamantara keluar dengan handuk melilit di pinggangnya. Dia tidak perlu khawatir akan baju ganti karena Danu pasti meyiapkan  baju di lemari. Sebagai persiapan jika sewaktu-waktu Bamantara menginap.
Dibukanya lemari pakaian dan benar saja, ada beberapa potong pakaian di sana. Diambilnya kemeja warna biru dan celana panjang hitam. Selesai berpakaian, Bamantara bergegas turun menuju ruang makan.
Aroma harum masakan sudah tercium dari luar ruang makan. Aroma yang sangat menggugah selera makan. Memasuki ruang makan Bamantara tertegun melihat Nala sedang menyiapkan sarapan. Satu kelebihan Nala adalah dia bukan anak yang manja.
"Pagi!" Sapa Nala saat melihat Bamantara .
"Pagi, Nala!" Bamantara membawa dirinya duduk di sah satu kursi. Di meja makan sudah tersaji nasi goreng. "Kau yang memasak, Nala?" tanya Bamantara.
Nala yang ditanya pun langsung menghentikan kegiatannya menata meja. "Tentu saja. Dulu waktu kau tinggal di sini juga kan aku pernah memasak."
"Sepertinya nasi goreng adalah spesialisasi mu." Ucap Bamantara dengan nada menyindir.
"Hei! Jangan sembarangan ya." Nala tidak terima dengan perkataan Bamantara. "Sekarang ini aku sudah benar-benar pandai memasak. Lihat ini!" Ditunjuknya nasi goreng hasil racikan tangannya. "Ini adalah nasi goreng spesial. Dijamin rasanyatidak kaalah dengan rasa nasi goreng di restoran berbintang. Tunggu sampai kau mencobanya dan rasakan sendiri rasanya."
"Nala, berapa kali Papa bilang. Panggil Bamantara dengan sebutan Kakak. Dia lebih tua dari mu. Tunjukan lah rasa hormat." Ujar Danu yang baru memasuki ruang makan. Dirinya mendengar percakapan antara Nala dan Bamantara dan ketidaksukaan kentara di wajahnya saat Nala hanya memanggil nama dengan Bamantara. Sopan santun merupakan hal yang dijarkan ke Nala sejak kecil. Karena itu mendapati Nala memanggil Bamantara dengan sebutan kau sangat mengganggu Danu.
"Papa ini hanya Bamantara. Dari dulu pun aku sudah terbiasa memanggil tanpa embel-embel kak."  Nala dan kekerasan kepalanya. Demi apapun di dunia, mana mau dia memamggil Bamantara kakak.
"Sudahlah Paman. Nala boleh memanggil ku apa saja yang dia inginkan." Bamantara menengahi.
"Nah! Papa dengar sendiri kan? Bamantara saja tidak masalah." Nala mengatakan ini sambil tersenyum. Dia merasa di atas angin karena Bamantara mendukungnya. Danu hanya bisa mengurut dada agar sabar. Anaknya yang satu ini memang sungguh luar biasa. Dirinya pun ikut duduk menyusul Bamantara dan Nala.
" Ngomong-ngomong, Nala. Apa kamu sudah putuskan akan masuk jurusan apa untuk kuliah mu?" Pertanyaan Danu menghentikan gerakan Nala yang hendak memasukan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Ada beberapa yang masuk ke dalam minat Nala. Tapi Nala belum memutuskan." Jawab Nala.
"Ya sudah. Pikirkan baik-baik sebelum kau mendaftar. Jangan sampai menyesal di kemudian nanti."
" Papa tenang saja. Segala sesuatu yang menyangkut masa depan ku akan Nala pikirkan masak-masak."
Danu menganggukan kepala tanda setuju akan pemikiran Nala. "Baiklah. Ayo lanjutkan sarapan kalian."
*******
Nala sudah bersiap untuk pergi sekolah saat Bamantara muncul di teras. "Sedang menunggu Hendri?" Tanya Bamantara.
"Iya. Kau sendiri tidak berangkat kerja?"
"Aku akan pulang ke rumah dulu untuk mengambil dokumen dan kemudian ke kantor."
Tidak lama kemudian Hendri pun datang. Hendri yang hendak membuka pintu untuk Nala dihalangi oleh Bamantara.
"Hari ini biar Nala pergi dengan ku." Kata Bamantara kepada Hendri.
"Baik,Pak!". Lepas berkata demikian Hendri membawa kembali mobil masuk ke garasi.
"Ayo, Nala. Mau sampai kapan kau berdiri di sana."
" Ah iya. Kau ini kenapa sih selalu menyebalkan." Gerutu Nala. Mereka berjalan berdua menuju mobil Bamantara yang terparkir di halaman. Jangan bayangkan mobil Bamantara seperti mobil Lamborghini  atau Ferari. Bamantara tidak suka mobil yang terlalu mencolok seperti itu. Dia lebih suka mobil dengan desain yang gagah dan kokoh.
Bamantara membukakan pintu mobil untuk Nala. "Apa kau selalu begini?" Ucap Nala setelah mereka berada di dalam mobil. "Seperti ini bagaimana?"Jawab Bamantara. "Berusaha mengambil hati wanita dengan sikap mu?" Bamantara menaikan satu alisnya.
"Apa maksud mu?"
"Membuka kan pintu mobil untuk wanita?"
Bamantara yang sedang mengemudi tertawa kencang. Nala sungguh gadis yang polos pikirnya. "Nala..Nala...Ini hanya sesuatu yang harus dilakukan pria." Ucapnya. "Dan....kalau begitu, apakah hati mu berhasil aku ambil?" Pipi Nala bersemu merah. Dia telah salah berucap. "Ti-tidak! Tentu saja tidak. Aku hanya bertanya karena pemain wanita seperti mu pasti punya trik-trik khusus." Sanggah Nala.
"Pemain wanita?" Bamantara tidak suka dengan istilah yang dipakai Nala untuk menggambarkan dirinya. "Nala. Aku tidak mau membahas masalah ini dengan anak kecil seperti mu. Tapi bukan salah ku kan jika mereka jatuh pada pesona ku?" Ucap Bamantara dengan penuh percaya diri. Diusapnya kepala Nala "Sudah. Kau jangan berpikiran macam-macam. Cukup fokuslah untuk ujian masuk perguruan tinggi mu."
"Kau ini. Untuk ukuran orang pendiam, kau banyak bicara." Cibir Nala.
"Aku hanya diam pada orang yang tidak ku pedulikan, Nala. Kau dan Paman adalah dua orang yang paling aku pedulikan di dunia ini." Bamantara mengucapkan ini dengan tulus. Di dunia ini hanya mereka berdua lah orang terdekatnya. Saat ini di hati Nala, kupu-kupu kecil mulai terbang dan membawa rasa hangat yang menyenangkan.
Setelah percakapan itu, Nala tidak tahu lagi harus berkata apa sehingga dia memilih diam selama sisa perjalanan ke sekolah. Sementara Bamantara fokus menyetir. Keheningan menyelimuti mereka.
Mobil Bamantara akhirnya sampai di sekolah Nala. Saat Nala akan membuka pintu  Bamantara memanggilnya "Masalah semalam jangan kau pikirkan. Aku akan membereskannya. Untuk saat ini batasi pergaulan mu. Jangan pergi kemana pun setelah pulang sekolah."
"Aku mengerti."
"Baguslah. Jangan berbuat macam-macam. Jangan temui Handoko." Bamantara mengenal sifat Nala. Dengan emosi yang menggebu bisa saja dia akan melabrak Handoko. "Kalau kau lakukan itu permasalahan ini akan semakin runyam. Cukup percayalah pada ku."
Nala menatap mata Bamantara. terlihat kesungguhan di sana. Sesuatu di dalam diri Nala terenyuh akan kata-kata Bamantara. Mata tajam Bamantara menatap manik-manik Nala. Menghantarkan getaran hangat ke hati. Kupu-kupu kecil kembali terbang dengan bebas.
Nala berkedip. Seolah tersadar dari sebuah hipnotis dia coba mengeyahkan rasa asing yang datang di hati.
"A-Aku mengerti." Dengan terbata-bata Nala bersuara seperti orang bodoh. Nala merutuk dalam hati. Sialan, jangan sampai Nala seperti wanita-wanita di luar sana yang mudah jatuh ke dalam pesona seorang Bamantara.
"Aku sudah memutuskan untuk mulai berubah."
"Baguslah kalau begitu." Diusapnya lagi kepala Nala. Getaran hangat itu hadir kembali dengan usapan kecil dari tangan Bamantara.
"Kenapa?" Tanya Nala dengan wajah polos.
"Hmm?"
"Kenapa hari ini kau senang sekali mengelus kepala ku?"
Pertanyaan Nala membuat Bamantara sadar dan segera menarik tangannya dari kepala Nala. Dia pun bingung harus menjawab apa. Seorang Bamantara mengelus kepala gadis kecil. Entah apa yang ada dipikirannya. Semenjak dia menyelamatkan Nala malam itu, Bamantara menjadi sangat protektif terhadap Nala. Gadis kecil yang dulu dia anggap menyebalkan.
"Sebentar lagi bel berbunyi. Lebih baik kau segera masuk." Bamantara memilih tidak menjawab pertanyaan Nala.
"Ah, Iya. Aku akan turun. Apakah kau juga yang akan menjemput ku?" Pertanyaan bodoh, pikir Nala. Dia mengutuk dirinya sendiri atas pertanyaan memalukan ini. Pertanyaan itu keluar tanpa sempat dia pikirkan dulu.
"Ah-Ah maksudku... karena kau yang mengantar ku. Jadi...Ah sudahlah. Aku turun dulu. Terima kasih tumpangannya." Dengan terburu-buru Nala keluar dari mobil Bamantara sebelum mukanya menjadi semakin merah. Bamantara tertawa melihat tingkah Nala. Gadis menyebalkan itu sudah berubah menjadi gadis manis yang menggemaskan. Karena itulah dia bersumpah akan  menjaga Nala. Dia tidak akan rela melihat gadis seceria Nala menitikan air mata.


JalinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang