Part 1 - Si Tengil

Mulai dari awal
                                    

Apa-apaan nih? Kenapa si Evan ada di sini? jangan-jangan Evan itu anaknya temennya Papa?!

Papa berdehem pelan. "Jadi gini Vidia, maksud Papa ngajak kamu makan malam bareng temen Papa adalah.." Papa diam sesaat.

"Kami ingin menjodohkan kamu dengan Evan, anak temannya Papa."

Dan seketika, aku mati ditempat.

Eh nggak ding, cuman jantungan.

Eh nggak! Stroke aja kali ya?

Lupakanlupakan.

Aku melotot kearah Evan dan Papa secara bergantian. Memang sih aku rada gak sopan.

"Vidia gak mau Pa! Papa nggak tau ya kelakuan Evan di kampus itu kayak gimana?!" Aku sudah tidak memperdulikan malu lagi saat ngomong kayak gitu.

"Lah kok jadi gue sih? Yang harusnya ngomong kayak gitu gue. Bukannya elo," ujar Evan sewot.

Aku menatap Evan kesal. "Lo tuh kalo ngomong hati-hati ya. Jangan pura-pura lupa deh kalo hampir setiap hari lo keluar masuk ruangan si Dosen killer itu. Yakan?!"

"Kalo lo gak masukin batu bata ketas gue, mana mungkin gue keluar masuk ruangan Bu Wati?!!"

"Lu jugakan yang pertama kali masukin kecoak kedalam tas gue?!"

"Lo-"

"STOP!!" Teriak papanya Evan. Seketika mulut kami tertutup rapat.

"Kami berkumpul disini bukan untuk ngeliat kalian berantem. Tapi cuman mau ngejodohin kalian." Ujar Papanya Evan tegas yang langsung disusul anggukan dari papa.

"Vidia, ini demi kebaikan kamu sendiri. Mama cuman nggak mau ngeliat kamu sakit hati lagi Vid." Ujar mama melembut.

"Tapi nggak usah begini juga donk ma. Aku bisa mencari kebahagiaanku sendiri."

"Nggak untuk ke 4 kalinya mama melihat kamu nangis karena cowok yang sama." Mama berucap tegas.

Aku mendesah kasar. "Jadi mama mau ngelihat aku nangis dengan cowok yang beda, gitu?"

"Ya enggak donk sayang. Justru mama mau ngeliat kamu bahagia."

"Haahh.."

Nggak bakal menang aku berdebat dengan mama.

Mamanya Evan tersenyum lembut. "Vidia cantik ya. Iya kan Van?" Ucap mamanya sambil menyenggol pelan lengan Evan.

"Apaan sih ma. Jelek begitu dibilang cantik."

Eh.. apa-apaan nih anak pake ngejek aku segala?

"Tengil aja bangga lo," ujarku sinis.

"Tengil tapi ganteng." Balas Evan dengan sejuta kepedeannya.

"Geli," aku membuang muka.

"Jadi kalian udah saling kenal nih?" Tanya papa. Aku mengangguk lemas.

"Dia musuhku di kampus Pa."

"Musuh jadi cinta donk, ya?" Goda papanya Evan.

"Jadi, kapan pernikahannya berlangsung?" Tanya Mamanya Evan.

"2 minggu lagi." Jawab Papa mantap.

"Paa??!!" Aku memekik kaget.

Apa? 2 minggu lagi? Menikah?
Yaelaahhh!! Dikata Siti Nurbaya kali ya.

"Lebih cepat lebih baik bukan? Bukannya kalian juga sudah saling kenal?" Mamanya Evan menatapku dan Evan bergantian.

"Yes mom. But I'm still 20 years old." Kini gantian Evan yang membuka suara.

"No, Van. No rejection." Mamanya Evan mengusap lembut puncak kepala anaknya.

Evan mendesah kasar. "But mom.."

"Listen to me Evan. This is for your own happiness." Mamanya Evan tersenyum lembut kearah anak semata wayangnya itu.
Belakangan aku baru menyadari suatu hal, dari logatnya jelas terlihat kalo mamanya Evan ini berasal dari luar negri. Entah luar negri bagian mana. Dan aku tau sekarang, dari mana Evan mendapatkan mata coklat tuanya itu, siapalagi kalau bukan dari mamanya?

"No more happiness for me." Evan bergumam asal.

Eh..eh apaan nih? Jadi maksudnya dia aku ini kesialan gitu buat dia? Sialan emang.

"Evan, sudah cukup! Papa nggak mau mendengar penolakan apapun dari kamu. Kamu dan Vidia akan menikah 2 minggu lagi." Papanya Evan tersenyum tegas.

Yaampun. Apa-apaan ini?!

Bersambung

****
Hai.. salam kenal. Maaf ya kalau ceritanya gaje. Maklumlah ini cerita pertamaku di wattpad.
Vomments, please?

Thankyou..
,CAzallea

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang