just another normal day in jake's life

Mulai dari awal
                                    

Sekarang, perlu kalian ingat kalau Jake bukanlah seorang yogi master. Kelas yoga pun hanya pernah ia datangi tiga kali saja karena gratis, lalu setelahnya ia tidak pernah datang lagi. Karena jika ia datang untuk yang ke-empat kalinya, ia harus membayar biaya kelas yang cukup mahal. Dan daripada membayar kelas yoga, Jake lebih memilih mengumpulkan uangnya agar bisa ia pakai makan di restoran all you can eat tiap akhir bulan.

But, hey, paling tidak Jake cukup percaya diri dengan beberapa posisi dan sikap yoga yang ia tahu. It'll be fun.

Atau, begitu yang ia bayangkan.

"Okay, guys, follow me." Ia mulai duduk di atas karpet dengan kedua telapak kakinya yang saling menyentuh. Kemudian ia bungkukkan badannya ke depan dan memegang kedua kakinya yang bersentuhan. "Like this. Wiii~" Jake menambahkan ad-lib di akhir kalimat, agar apa yang ia lakukan seakan terlihat menyenangkan.

Jake benar-benar hanya menunduk selama beberapa detik saja, tetapi ketika ia kembali mengangkat kepalanya, yang ia lihat adalah sekumpulan anak-anak yang berusaha mengikuti apa yang ia lakukan namun berujung kacau.

Ada yang terguling di lantai, ada juga yang menertawai temannya karena posisi mereka terlihat lucu, ada juga yang melakukan posisi stretching semaunya sendiri.

Hampir saja ia kebingungan dengan bagaimana cara mengendalikan situasi saat ini, tetapi untunglah bel istirahat menyelamatkannya.

"Snack time everyone! Get back to your seat and I will bring in the snack cart."

Mereka semua menuruti apa kata guru itu, sedangkan Jake sendiri keluar dari kelas dan berjalan menuju pantry. Ia kemudian kembali dengan kereta dorong penuh dengan corndog yang sudah disiapkan khusus untuk kelasnya. Satu persatu ia bagikan corndog tersebut pada murid-muridnya.

Dan sebelum memakan snack yang ada di hadapan mereka, seperti biasa, mereka akan mengatakan, "Thank you for the food!"

Termasuk Jake, kini semuanya mulai memakan hot dog-nya masing-masing.

Jake terduduk di kursi guru dan mengedarkan pandangannya, mengamati muridnya satu persatu hingga pandangannya tertuju pada Sunoo yang sedang melakukan sesuatu dengan makanannya sebagai properti utama.

Sunoo memakan corndog-nya, namun sesekali ia mengangkat corndog-nya ke depan dan tersenyum sendiri. Telapaknya juga sengaja ia taruh di belakang makananannya. Dan jika diperhatikan lebih jeli, Sunoo seperti seolah-olah melakukan itu di depan kamera. Padahal di depannya tidak ada siapa-siapa.

Merasa tertarik, pria berumur dua puluh enam tahun itu pun menghampiri Sunoo dan bertanya,

"Sunoo, what are you doing, bud?"

Sunoo menoleh pada sang guru dan tersenyum, "Ddeonu lagi mukbang."

Jake menahan dirinya sendiri agar ia tidak tertawa geli karena gemas akan tingkah Sunoo. Mungkin Sunoo hanyalah anak berumur lima tahun, namun ia tahu salah satu karir yang cemerlang adalah membuat konten mukbang — di mana ia bisa makan sepuasnya dan tetap dibayar.

Tapi untuk membuat konten mukbang Sunoo juga butuh penonton. Jadi yang Jake lakukan adalah,

"That's so cool! Wait, why don't you go in front of the whole class and show them your mukbang?"

Si anak kecil itu mengangguk antusias lalu ia berjalan ke depan kelas dan mengatakan, "Temen-temen, hari ini Ddeonu bakalan makan corndog," ia menunjukkan corndog-nya yang sudah sisa setengah ke hadapan kelas, dan tak lupa, ia juga menaruh telapaknya di belakang corndog, seakan membuat objek fokus satu-satunya adalah makanan miliknya.

Namun yang tidak Jake bayangkan selanjutnya adalah Sunoo memasukkan seluruh corndog tersebut ke dalam mulut kecilnya, membuat ia sedikit kesulitan untuk mengunyah semuanya.

"Sunoo, no!!"

─────────────────────────

Bel pulang sekolah telah berbunyi, membuat semua murid berhamburan keluar kelas. Beberapa dari mereka ada yang sudah dijemput, sedangkan yang lain berlari menuju taman, bermain di sana selagi menunggu jemputan mereka datang. Dan Jake memilih untuk duduk di kelas sedikit lebih lama lagi demi menyiapkan materi untuk besok.

Tangannya sibuk mengetik di laptop miliknya dan matanya bolak-balik membandingkan apa yang ada di layar dengan isi buku. Ia begitu fokus dengan apa yang ia kerjakan sampai-sampai ia tidak sadar kalau ada seseorang yang berdiri di ambang pintu kelas.

"Jake,"

"Oh!" Ia terperanjat dari duduknya. Jake lalu melihat ke depan, dan menemukan sosok pria. "Mas Heeseung?"

"Eh, sorry, ga bermaksud ngagetin kamu. Lagi sibuk banget kah?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

"Engga kok. Ini cuma ngelengkapin materi aja buat besok." Ia menutup laptopnya dan menaruhnya ke samping, memutuskan untuk menunda sejenak apa yang tadi ia kerjakan. "Tumben bukan adeknya Mas yang jemput Sunoo?"

"Iya, dia lagi keluar kota. Ntar malem baru balik," Heeseung berjalan ke sisi kelas sebelum kemudian ia bersandar pada bingkai jendela.

"Oh."

Sosok Heeseung yang sedang melihat ke luar jendela dan cahaya jingga langit sore yang terpantul di kulit wajahnya membuat jantung Jake berdetak tak karuan. Ia terlihat seperti pemeran utama di film-film drama. Dan tentunya, ini bukan pertama kalinya bagi Jake untuk merasa demikian di hadapan duda beranak satu itu.

Heeseung memiliki ketampanan yang dapat membuat serentetan pikiran di kepalanya terputus begitu saja. Dan Jake pikir, Heeseung pasti sudah terbiasa dengan hal itu — ketika orang yang ia ajak bicara tiba-tiba tak tahu harus berkata apa saat pandangan mereka bertemu, diikuti dengan senyum lemah yang biasa Heeseung berikan. Dan fakta bahwa Heeseung sama sekali tidak sadar kalau dirinya memiliki kharisma sebesar itu dan selalu berusaha bersikap sesederhana mungkin, membuat Jake semakin jatuh hati padanya.

Jake sama sekali tidak kaget bila nyatanya di luar sana banyak juga yang tertarik pada Heeseung. Dan terlepas dari semua peluang yang ia miliki tentang bagaimana ia mau menjalani kehidupan romansanya, Heeseung tetaplah seorang pria yang menaruh keluarga sebagai prioritas nomor satunya. Jadi ia benar-benar paham kalau misal memang ternyata Heeseung tidak ingin mencari pasangan baru dan ingin memusatkan fokusnya pada Sunoo saja.

Wajahnya tampan, tentu saja, tetapi hatinya dan cara ia memandang dunialah yang membuat Jake berpikir ia tak mungkin semudah itu menemukan pria lain selain Heeseung.

Di tengah-tengah pikirannya, pria yang lebih tua itu menoleh padanya, membuat lamunannya terhenti begitu saja.

"Jake, kira-kira kamu weekend ini sibuk, ngga?"

someone to take you home | HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang