Heeseung mendengarkan Riki yang sedang berbicara di seberang sambungan telefon sebelum kemudian ia menjawab, "Iya. Cancel appointment-nya. Oh iya, tolong hubungi Theo, pastiin dia udah selesai nge-review file yang tiga hari lalu gue kirim. Okay. Hmm. Iyaa. Okay, good luck kerjanya."

Beep.

Sambungan telefon diakhiri.

Sejam yang lalu, saat ia bersiap untuk berangkat kerja, ia mengecek kamar Sunoo, sekalian ingin membangunkannya untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Biasanya Sunoo akan bangun ketika mendengar suara air di kamar mandi dinyalakan, atau ketika mendengar Heeseung membuat sarapan di dapur.

Tetapi terkadang ada juga hari-hari di mana Sunoo tetap tidur dan baru bangun ketika dibangunkan. Maka dari itu tadi ia tidak curiga ketika Sunoo tidak kunjung bangun hingga jam setengah tujuh pagi.

Ia baru mendapatkan perasaan yang tidak enak ketika ia mendekat dan melihat dahi Sunoo dipenuhi dengan peluh. Ekspresinya terlihat seperti ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dan ketika tangannya meraih badan mungil Sunoo, ia dengan jelas dapat merasakan kalau suhu tubuh Sunoo berada di atas suhu tubuh normal. Tangannya mencengkeram selimut, seakan tak mau dilepas.

Namun memakai sesuatu yang berlapis-lapis ketika suhu tubuh sedang tinggi bukanlah hal yang baik. Hal tersebut bisa membuat temperatur badan yang sedari awal sudah tinggi menjadi sulit turun, atau bahkan membuatnya menjadi semakin tinggi. Jadi Heeseung pelan-pelan melepaskan selimut yang Sunoo pegang meskipun anaknya enggan.

Pria Lee itu buru-buru mencari termometer digital di kotak P3K yang ia simpan di kamar mandi, lalu memasukkan ujung metalnya ke mulut Sunoo. Kurang lebih satu menit kemudian, thermometernya mengeluarkan suara bip dan menunjukkan hasil temperatur badannya.

38,3 °C.

Sudah pasti ini demam. Namun untungnya ini bukan demam yang begitu parah — yang membuat anaknya kejang-kejang. Heeseung tidak perlu panik dan buru-buru membawa Sunoo ke unit gawat darurat. Cara Sunoo bernafas masih normal, tidak ada tanda-tanda munculnya ruam di kulit, dan bibirnya tidak membiru. Seharusnya ini hanyalah demam biasa.

Heeseung menyibak poni Sunoo dan menempelkan plaster kompres di sana. Ponselnya ia taruh kembali di atas nakas. Ia menoleh pada anaknya yang masih terlelap. Pipi dan telinganya terlihat lebih merah dari biasanya karena suhu badannya yang tinggi. Namun berbeda dengan suhu tubuhnya, jemari kecilnya terasa dingin ketika Heeseung genggam.

"Sunoo," Ia mencoba membangunkan anaknya dengan menepuk-nepuk pundaknya pelan. "Sayang, ayo bangun. Kita ke dokter."

Sepuluh menit lebih Heeseung habiskan untuk membangunkan Sunoo. Ia dengan sabar menunggu anaknya sampai sepenuhnya membuka kedua matanya.

"Ayo, siap-siap. Kita ke dokter," ulang Heeseung.

Sunoo masih berbaring, namun matanya sudah terbuka sepenuhnya. "Siapa yang sakit?"

"Sunoo yang sakit," ia dengan gemas menyentuh ujung hidung Sunoo dengan telunjuknya. "Ayo ganti piyamanya sama sikat gigi."

Heeseung hendak berdiri dan memberi ruang untuk Sunoo agar ia bisa bersiap-siap, namun rengekan Sunoo menghentikannya. "Ayaah,"

"Hmm?"

"Ddeonu pusing. Tolong gantiin bajunya Ddeonu,"

"Okay."

Heeseung berdiri. Ia berjalan ke lemari baju milik Sunoo dan mengambil celana jeans dan kemeja pastel berlengan panjang. Tak lupa ia juga mengambil sepasang kaos kaki berwarna kuning. Heeseung pun kembali menghampiri anaknya. Dengan hati-hati ia mengganti pakaian tidur yang masih Sunoo pakai dengan baju yang tadi ia ambil.

Kini anaknya sudah rapi. Dan karena ia tadi mengaku pusing, jadi Heeseung berinisiatif untuk langsung menggendongnya.

Sunoo yang biasanya terlihat ceria dan banyak bicara, kini hanya terdiam saja di pelukannya. Kedua lengan Sunoo melingkar pada leher Heeseung, dan kepalanya ia sandarkan di bahu lebar lelaki itu. Dan meskipun Heeseung memakai kemeja dan jas, ia tetap bisa merasakan tingginya suhu tubuh Sunoo menembus pakaiannya.

"Ayah pakein sepatu yaa," ucap Heeseung. Dan ketika si kecil mengangguk lemah, ia pun membungkuk untuk mengambil sepasang sepatu milik Sunoo yang ada di rak paling bawah.

Dengan susah payah ia memakaikan sepatu di kaki-kaki kecil Sunoo karena si kecil tak mau dilepas dari gendongannya. Namun pada akhirnya ia berhasil memasangkan keduanya.

Setelah Heeseung memakai sepatunya dan memastikan pintu rumahnya terkunci, ia pun mendudukkan Sunoo di kursi di samping pengemudi dan memakaikannya sabuk pengaman.

"Dah siap?" tanyanya pada si kecil selagi ia memakai sabuk pengamannya sendiri.

Sunoo mengangguk.

"Lechugoo!" katanya dengan intonasi yang riang. Ia berusaha membuat anaknya senang meskipun ia tahu Sunoo sedang merasa lemas.

─────────────────────────

From: Jake (Sunoo's English Teacher)

Sunoo ngga masuk hari ini. Is everything alright?

Heeseung baru membuka pesan itu sejam kemudian, ketika ia sedang menunggu nama Sunoo untuk dipanggil. Ia membalasnya dengan, Lagi di rumah sakit. Sunoo demam.

Tak lama kemudian, ponselnya bergetar lagi, menunjukkan ada pesan baru.

From: Jake (Sunoo's English Teacher)

Are you okay looking after him yourself?

Heeseung baru saja ingin membalas pesannya — ingin mengatakan kalau, ya, ia bisa mengurus Sunoo sendirian dan Jake tidak perlu khawatir. Namun di detik yang bersamaan, seorang suster memanggil nama Sunoo untuk masuk ke ruang dokter spesialis anak. Jadi ia mematikan layar ponselnya dan menggendong Sunoo untuk masuk ke ruang dokter.

someone to take you home | HEEJAKEWhere stories live. Discover now