Fingertip 23

131 23 1
                                    

~ SELAMAT MEMBACA ~

Aku menyeret Zion ke meja makan beberapa menit yang lalu. Kebetulan, saat ini sudah memasuki waktu makan siang. Jadi kami tidak perlu menunggu para pelayan memasak makanan. Karena sejak kami datang ke ruang makan, beberapa makanan sudah siap disajikan di meja makan yang panjangnya hampir dua meter ini.

Aku menatap satu persatu makanan yang masih tertutup di depanku dengan pandangan lapar. Jujur saja, aku sangat lapar saat ini. Maka tak berlama lama, aku segera menyantap makananku dengan lahap.

Setelah selesai makan, aku melirik ke arah Zion yang berada di depanku dengan tatapan ragu.

Apakah aku harus memberitahukannya sekarang?

Ah, tunggu dia selesai makan kali yak.

"Ada apa? Katakan sekarang saja karena setelah makan aku akan kembali bekerja," ucapnya tiba tiba, membuatku kaget.

Zion ternyata lebih peka dari perkiraanku, guys.

Aku nyengir sebentar, menunjukkan gigi gigi putihku. Semoga saja tidak ada cabai yang nyangkut, hiks.

"Sebenarnya aku ingin meminta izin. Aku ingin belajar tarian modern dan bernyanyi. Apakah aku diizinkan berlatih di kediaman ini? Aku janji aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu deh. Di gudang pun aku tak masalah, asalkan aku diizinkan!"

Ya Tuhan, semoga ucapanku barusan tidak menyinggungnya.

Aku sadar kalau tanganku sedang terkepal erat di bawah meja, menunggu jawaban yang akan diberikannya.

Zion mengangkat sebelah alisnya sesaat, kemudian menurunkannya lagi. "Kau ingin berlatih? Aku bisa menyewa guru untuk membimbingmu," jawabnya setelah selesai mengunyah makanannya.

Aku melipat tanganku untuk menopang daguku, sembari menatapnya dengan pandangan ragu. Sebenarnya itu tawaran yang bagus, namun lagu di zaman ini pastilah berbeda dengan lagu di zamanku dulu, di abad dua puluh satu. Hiks, gimana ya ini.

"Ah tidak tidak, terima kasih. Aku akan berlatih sendiri. Aku hanya perlu persetujuanmu untuk berlatih di kediaman ini, itu saja."

Aku menyuap sesendok puding sembari menunggu jawaban yang akan diberikannya.

"Aku setuju. Namun aku juga punya sebuah syarat." Pria di depanku ini memberikan sebuah senyuman yang entah kenapa terlihat begitu mengerikan bagiku.

Hm... aku merasakan hal tidak enak yang akan menimpaku sebentar lagi. Semoga ini hanya perasaanku saja.

"Apa?" tanyaku lemas.

"Izinkan aku tidur bersamamu mulai malam ini," ucapnya setelah meneguk segelas air.

Owalah cuma mengizinkannya tidur dikamarku toh? Ahahaha... mengingat ukuran yang lumayan besar, mungkin boleh boleh saja lah.

Eh? Itu artinya dia akan tidur bersamaku kan? Di kasur yang sama?

Tunggu!

Lah?

"...."

Aku tak sengaja menggebrak meja makan setelah mengerti maksud dari ucapannya. Aku berdiri dengan mataku yang sudah melebar karena terkejut. Dan tanpa aku sadari, masih terdapat sendok di mulutku yang aku pakai untuk menyendok puding beberapa saat yang lalu.

Perlahan, aku duduk kembali di tempatku. Sembari tertawa kecil memikirkan perkataan yang cukup mengejutkan untuk diriku ini.

"Kau... ingin tidur bersamaku?" tanyaku untuk memastikan. Siapa tahu tadi aku hanya berhalusinasi.

Tidak mungkin juga kan Zion akan tidur satu ranjang denganku? Ahahaha sepertinya aku memang salah dengar deh.

Tak seperti yang aku pikirkan, ia mengangguk dengan cepat menanggapi ucapanku.

Hahaha... dia tidak mungkin serius kan?

"Di kamarku? Maksudku... kau ingin tidur dikamarku? Itu artinya kau akan tidur satu ranjang bersamaku, lho!" ucapku menjelaskan.

Zion tertawa kecil mendengar ucapanku barusan. Apa yang lucu deh?

"Jadi apa? Aku diizinkan unruk berlatih atau tidak?" tanyaku sekali lagi dengan penuh kesabaran.

"Asalkan kau mengizinkanku untuk tidur denganmu," jawabnya.

Aku terdiam dengan melihatnya yang sedang memakan puding untuk pencuci mulut sisaku tadi.

Aku jadi berpikir bahwa Zion memang benar benar mencintai Flyra. Pantas saja Zion ingin tidur dengannya. Tapi apa pantas jika diriku yang melakukan 'itu' dengan Zion?

Ayolah, dimana kau sekarang, Flyra!

"Boleh saja. Tapi kau dilarang menyentuhku!"

Zion mengangguk tanpa keraguan.

Baiklah, inilah satu satunya cara agar aku dapat menghargai pemilik tubuh ini. Setidaknya, aku harus meminta izinnya dulu sebelum melakukan hal hal aneh kepada tubuhnya, iya kan?

Hiks, sebenarnya DIMANA KAU FLYRA?!

*
*
*

Keesokan harinya, Lyra langsung menjalankan aksinya. Dirinya bangun lebih pagi dari pada biasanya.

Lyra menguap sebentar, kemudian melihat Zion yang tertidur pulas di sebelahnya.

Kantung matanya semakin tampak, membuat Lyra tak tega untuk membangunkannya. Lagi pula hari masih sangat pagi, jadi ia akan berusaha untuk tidak membuat suara dan membangunkan suaminya itu.

Setelah mencuci muka dan berganti pakaian, Lyra keluar dari kamarnya.

Di mansion milik Zion, terdapat sebuah lapangan yang digunakan khusus oleh para penjaga untuk berlatih fisik. Dari informasi yang didengar oleh Lyra, biasanya Zion akan melatih mereka setiap minggu.

Lyra melakukan pemanasan di pinggir lapangan sebelum mulai berlari keliling lapangan. Beberapa prajurit menyapanya dan bergabung dengannya, dan beberapa ada yang mulai berlatih pedang dengan partnernya.

Lyra menerima dengan senang hati kepada para prajurit yang bergabung dengannya. Bahkan ia selalu menyemangati para prajurit yang sedang berlatih di lapangan saat ini.

Setelah puas berlari, Lyra melakukan pemanasan khusus untuk melakukan dance. Setelah itu ia menarikan beberapa lagu grupnya, dengan para prajurit dan beberapa pelayan yang menjadi penontonnya.

Suara gemuruh tepuk tangan terdengar di telinga Lyra ketika ia selesai menarikan lagu Fingertip, lagu favoritnya.

"Terima kasih atas dukungan kalian!" ucap Lyra sembari membungkuk sopan. Melihat majikannya menunduk, para prajurit dan pelayan di depannya segera bersujud bebeapa kali.

Lyra menaikkan kedua alisnya. Dirinya bingung apakah harus menangis atau malah tertawa saat melihat para pelayan di depannya sujud seperti ini.

"Ekhem!"

Terdengar suara deheman tak jauh dari jangkauan mereka. Semua orang melirik ke arah sumber suara. Tak jauh dari tempat mereka, Zion bersedekap dengan pandangan dingin.

"Apa kalian tidak ada pekerjaan lain?" tanyanya dengan nada yang sama dinginnya dengan ekspresi yang ia tunjukkan.

Dengan kecepatan kilat, para pelayan dan prajurit yang semula duduk di rumput, kini menghilang hanya dalam hitungan detik.
Lyra sampai takjub melihatnya.

TBC.

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
FINGERTIP✅Where stories live. Discover now