2. Sunscreen

6K 643 7
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Cinnamon rasa, giginya akan mengering kalau dia terus menyunggingkan senyum lima jari seperti patung ucapan selamat datang, tapi mau bagaimana lagi. Kale dan segala bentuk atensinya selalu berhasil menaikkan suasana hati Cinnamon hingga ke titik sangat bahagia, meski hanya sekadar memperhatikan gerak-gerik pria yang sedang melayani pelanggan itu.

Sesekali dia akan memanggil Kale atau memberi kode melalui lambaian tangan dari tempat duduknya-paling pojok, dekat jendela-untuk menarik perhatian sang gebetan. Lalu, ketika Kale berpaling, Cinnamon akan memberikan kecupan jauh yang langsung dibalas dengkusan oleh pria itu.

Bukannya tersinggung, Cinnamon justru terkekeh geli, gemas dengan respons Kale yang terlihat lucu di matanya.

"Hai."

Perhatian Cinnamon beralih. Alisnya terangkat satu saat mendapati seorang pria duduk di hadapannya dengan senyuman manis. Dia menelisik penampilan pria itu. Cukup tampan, tapi tidak manis. Sangat jauh di bawah Kale yang enak dilihat dan berpotensi membuat diabetes.

"Ada apa, ya?" Sikap Cinnamon seketika berubah. Tatapannya datar dengan dagu terangkat angkuh. Sebenarnya, tanpa perlu bertanya, dia sudah tahu maksud pria itu mendatanginya; pasti ingin melakukan pendekatan. Bukan geer, tapi dia sudah sering menghadapi pria-pria buaya buntung berkedok kenalan.

Hah! Dia sangat-sangat bosan dengan pria mata keranjang yang mudah didapatkan, berbeda sekali dengan Kale yang seolah-olah memakai kacamata kuda. Hanya fokus pada satu objek, tanpa peduli objek lainnya yang mungkin lebih menarik.

Dan dia yakin, cepat atau lambat, dia akan menjadi objek one and only tersebut.

"Saya lihat kamu sendirian. Jadi, boleh saya temani kamu?"

Cinnamon memutar bola matanya. Alasan klasik! Apa pria itu tidak melihat kalau restoran sedang ramai? Bukankah mereka juga manusia? Setidaknya, kalau ingin berbasa-basi, kreatif sedikit atau to the point sekalian.

Maka, dengan ketus, Cinnamon menyahut, "Nggak perlu!"

Tak menyerah, pria itu mengulurkan tangannya dengan senyum terbaik yang dia miliki. "Nama saya Reza. Nama kamu, siapa?"

Tanpa mau repot-repot menjawab, Cinnamon segera bangkit seraya menyampirkan tas selempangnya di bahu kanan. Belum sempat dia melangkah, tangannya sudah ditahan oleh pria itu.

"Saya baru duduk di sini dan kamu sudah mau pergi?"

Cinnamon menghela napas kasar. Dia melepas tangan pria lancang itu-agak menyentaknya. "Terserah saya, dong. Asal kamu tahu, pacar saya ada di sini. Kalau dia lihat perlakuan kamu, jangan harap kamu bakal dilepasin gitu aja."

"Pacar? Dari tadi kamu sendiri, saya nggak lihat keberadaan pacar kamu."

Cinnamon menggaruk keningnya, jengkel. Bisa tidak, biarkan saja dia pergi dengan tenang? Padahal sudah jelas Cinnamon menolak pria itu terang-terangan, tapi kenapa dia tetap bebal, sih? Alhasil, Cinnamon menghampiri Kale yang sedang mencatat pesanan di meja nomor lima.

A Blessing In Disguise (END)Where stories live. Discover now