Ia kemudian menyadarkan diri, tak ada gunanya ia terpaku dengan pikiran bodohnya itu. Devan telah pergi, tak mungkin ia kembali, duduk menemaninya seharian ataukah kembali menarik tangannya, membawanya serta menjadi orang ketiga diantara liburan sepasang kekasih itu.

Meski sangat pagi, ia tak kembali tidur lagi, atau lebih tepatnya, ia memerlukan amunisi sebelum ia tidur kembali. Ia harus sarapan dulu. Ia tak ingin, rasa laparnya membangunkannya dari tidur panjang yang ia rencanakan. Hari ini, ia off kerja dan rencana dia hari ini hanyalah tidur di sepanjang harinya. Entah mengapa belakangan ini tiba-tiba ia menjadi orang pemalas yang sukanya hanya tidur.

Sekarang ia telah berada di dapur, ia telah mengenakan celemek berwarna hitam yang membuatnya terlihat seperti seorang chef. Menu sarapan paginya hari ini masih tak jauh-jauh dari makanan yang selalu membuatnya kena omelan Devan, mie instan. Ia memerlukan 2 bungkus mie instan agar bisa membuatnya kenyang di pagi hari. Sebagai bahan pelengkap, ia mengambil beberapa jenis bahan dari dalam kulkas, telur, yang sudah pasti tak akan cukup jika hanya sebiji saja. Ia mengeluarkan 3 butir telur dari lemari penyimpanan itu. Ada beberapa batang sosis juga, wortel, sayur kol, tomat, cabe rawit, daun bawang dan juga daun parslei. Karena sering makan masakan Devan yang selalu ia bilang aneh, akhirnya ia suka sayuran juga. Meski tetap brokoli tidak akan pernah ia sukai.

Bahannya belum lengkap sepenuhnya, ia masih membutuhkan beberapa jenis bumbu, bubuk cabe, minyak cabe hingga penyedap rasa. Tak lengkap rasanya jika ia tidak menambahkan penyedap rasa kedalam mie buatannya, meski mie instan itu telah dilengkapi dengan bumbu-bumbuan.

Dari banyaknya bahan pelengkap yang ia siapkan, nampaknya Harvy memiliki kemampuan masak yang mumpuni. Mungkin iya, tetapi kemampuan sebenarnya yang ia miliki adalah memporak-porandakan dapur.

Semangkuk mie telah siap tersaji. Semangkuk yang bagi orang normal itu porsi yang luar biasa. Belum lagi, kuahnya yang terlalu merah karena bubuk cabai dan juga minyak cabai yang ia tambahkan kedalamnya. Tentu saja akan sangat membakar lidah, apalagi ia masih menambahkan beberapa biji cabe rawit.

Semangkuk mie itu tak lengkap rasanya jika tanpa nasi dan kerupuk dan porsi nasi di piring Harvy, terlihat tidak sedikit juga. Tak berlebihan jika dibilang itu porsi kuli.

"Uwahhhhh." Serunya merasa puas saat telah menyesap habis kuah mie dari mangkuknya. Sekarang ia sudah benar-benar kenyang, saatnya untuk kembali lagi ke tempat tidurnya.

Ia masuk kembali ke kamarnya tanpa membereskan dapur yang telah ia porak-porandakan. Bahkan bekas makannya tadi, ia biarkan begitu saja diatas meja. Ia bertindak semaunya, tak ada Devan yang akan mengomelinya

Sekitar jam 12 siang, saat Harvy masih terlelap tidur, seseorang masuk ke apartemen mereka tanpa mengetuk pintu. Ia bisa masuk dengan memiliki kode akses pintu apartemen yang bisa dibilang memiliki sekuritas tinggi.

Ia seorang wanita, terlihat jauh lebih dari umur Devan maupun Harvy. Ia berjalan mengendap sambil memanggil Devan dengan suara yang pelan. Lagaknya nampak mencurigakan, namun ia hanya ingin memastikan bahwa Devan tak ada di apartemen itu.

Senyumnya kemudian terkembang saat tak ada yang menyahut panggilannya, itu berarti misinya untuk mengejutkan Devan berhasil.

Ia menyeret koper miliknya yang terlihat kesusahan dengan tubuh mungilnya. Ia kemudian membuka pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar Devan. Ia terpaku cukup lama sembari tangannya masih memegangi gagang pintu lalu menutupnya kembali. Ada sosok lain yang ditangkap matanya di dalam kamar itu.

Ia kemudian berfikir, apakah ini masih kamar dia? Ini masih apartemen Devan?

Ia membuka pintu kamar itu kembali, Hal pertama yang harus ia lakukan adalah memastikan bahwa kamar ini masih menjadi miliknya. Interior kamarnya masih sama, cat kamarnya pun belum berubah, tata letak furnitur didalamnya juga masih sama, seprei dan selimutnya pun seharusnya masih sama, warna abu-abu tua yang selalu diganti Devan saat ia tak ada lagi di apartemen itu. Lantas siapa lelaki yang tidur tegkurap diatas tempat tidurnya?

Tentu saja bukan Devan, dari kejauhan saja ia bisa memastikan bahwa lelaki itu bukan Devan. Kulitnya lebih gelap dan terlihat ia punya tattoo juga.

Pencuri? Tebaknya yang tanpa pikir panjang menyimpulkan bahwa lelaki itu adalah seorang pencuri.

Ia menutup pintu kamar itu lagi dan segera menelpon Devan, namun tak kunjung-kunjung terhubung juga. Nomornya selalu berada diluad jaringan. Wanita itu menjadi panik dan makin panik lagi saat matanya menangkap kondisi dapur yang porak-poranda. Ia makin yakin bahwa lelaki di dalam kamarnya itu adalah pencuri.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Devan tak bisa datang menolongnya. Ia kemudian memutuskan untuk bertindak sendiri. Meski tak yakin bisa melawan pencuri itu, tetapi tekatnya sudah bulat untuk melawan. Ia merasa dirinya sekarang adalah seorang superhero yang siap membasmi kejahatan.

Ia mencari-cari alat pembelaan diri, hingga melihat wajan kotor diatas kompor. Ia akan menggunakan wajan itu. Sebelum ia gunakan, wajan ia panaskan terlebih dahulu dengan begitu efek serangannya makin besar. Setelah ia rasa cukup, ia masuk kembali ke kamarnya dengan sikap kesiagaannya. Ia mendorong pintu pelan, berjalan mengerjap, jangan sampai menimbulkan suara.

Ia telah berada di bibir ranjang, genggaman tangannya di handle wajan makin ia perkokoh. Kakinya dibuka sedikit lebar kemudian memasang posisi siap untik menyerang pria didepannya itu yang hanya mengenakan celana pendek tipis. Ia harus ternganggu dengan itu, memaksanya harus menutup mata. Lalu dengan mata terpejam itu, ia buta memukul pria itu dengan wajan yang seharusnya masih panas.

"PENCURI, PENCURI, PENCURI!!!!"

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now