Sofia bangkit dari duduknya.
“siap?” tanya Zay.
Sofia mengangguk. “ayo, kita berangkat” ajaknya.
Zay melangkah lebih dulu. Sofia mengikutinya sampai ke pintu rumah Zay yang sudah rusak dan lapuk. Sofia menghirup udara pagi banyak-banyak dan menghembuskannya perlahan.
Zay tersenyum. “bekal untuk perjalanan, nona?” katanya.
Sofia menoleh dan tertawa kecil melihat Zay menyodorkan segenggam permen cokelat hasil jarahan mereka. Ia mengambilnya dan mengantonginya.
Mereka berjalan ke arah perbatasan kota yang jaraknya hanya tinggal satu kilometer saja. Mereka melewati pasar dan beberapa toko yang ramai.
“hei, Sofia, sepertinya ada yang aneh” bisik Zay.
“benarkah? Apa?” Sofia mengerutkan alisnya.
Zay menelan ludah. “nah, benar kan.. orang-orang mulai memperhatikanku” Zay mulai salah tingkah.
Sofia mengamati sekelilingnya. Benar saja, beberapa orang memang mengamati Zay dengan tatapan curiga. Mereka tak tahu ada apa sampai seseorang berseru. “tangkap penipu ituu!!!” Orang-orang mulai berdatangan, mengejar.
Zay dan Sofia sedikit salah tingkah dan kebingungan. Mereka saling pandang. “lariiii!!!” pekik keduanya.
Mereka berdua berlari ke arah yang berlawanan. Tetapi orang-orang itu hanya mengejar Zay, karena hanya dia yang mereka tahu. Sofia menoleh ke belakang, merasa tak ada yang mengejarnya. Dan memang tak ada yang mengejarnya. Orang-orang ricuh berlari ke arah yang sama. Mengejar Zay.
“Zay!” Sofia mengikuti kerumunan orang-orang itu. Ia menerobos masuk dan berlari menyusul kerumunan. Menyikut , mendorong, dan menginjak siapa saja. Ia menyeruak sampai akhirnya ia sudah berada di barisan depan. Seorang koki gendut menghalangi jalannya. Sofia menegakan Kepalanya. Ia melihat Zay berlari tepat di depan koki gendut.
Sofia menoleh ke arah koki itu. Ia memegang pisau dapur yang tajam dan mengkilat. Sofia menelan ludahnya. “Zay!”
Zay tak mendengarnya. Mungkin ia terlalu sibuk dengan ketakutannya.
“Zay!” Sofia berteriak lebih kencang hampir mengalahkan suara-suara yang lain. Zay menoleh ke belakang. Hanya beberapa detik, lalu kembali pada pelariannya. Sofia membuka mulutnya untuk kembali memanggil Zay, namun tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan membiarkan orang-orang berlari menyusulnya. Sofia memberontak. Ia mengadah ke atas. Ia tak dapat melihat wajah orang itu.
“lepaskan aku! biarkan aku pergi!” serunya sambil berusaha melepaskan diri. Kerumunan yang mengejar Zay sudah menjauh.
Sofia kembali mengadah ke atas. Kini ia melihat. Seseorang berjubah merah tua dan bertopi hitam.
“siapa kau!” bentak Sofia. Orang itu menyeretnya ke sebuah gang yang dihuni oleh toko-toko yang kosong.
“Berikan kalungnya” desisnya pada Sofia.
Sofia sangat ketakutan. Wajah pria itu sangat menyeramkan. Hidungnya yang bengkok berbintil, matanya cekung dan merah, juga bibir hitamnya dengan gigi jarang yang menguning. “cepat berikan” desisnya lagi.
“kalung apa?! ku tak punya kalung!!” seru Sofia sedikit bergetar. Ia menarik tangannya agar terlepas dari genggaman pria buruk itu. Gagal.
“Kalung emas itu, aku melihatnya. Kalung naga emas” ia menyeringai.
Air mata Sofia mulai mengalir. “tidak, aku tidak memilikinya.” Sofia mulai sesenggukan. Lututnya bergetar.
Pria tersenyum mengerikan. “kau jangan berpura-pura, penyihir kecil. Aku Witch seeker” bisiknya.
YOU ARE READING
Blame It On
Fantasyapa jadinya jika persahabatan harus dibayar dengan kematian? bagaimana jika pelarian yang melelahkan juga tidak ada gunannya? bagaimana jika perlawanan yang keras juga takkan merubah takdir? Kematian akan datang cepat atau lambat. Hal itu yang diras...
Chapter 11 Please Don't Go
Start from the beginning
