Welcome

145 20 9
                                    

Ruangan itu bersih, bernuansa putih dan terang. Disudut kanan ruangan ada sebuah ranjang besar dengan nakas kecil berwarna coklat disisinya, kamar mandi disudut lainya dan meja makan lengkap dengan dua buah kursi kecil dekat pintu masuk.

Pergelangan tangan dan kakinya terikat pada kursi putih yang didudukinya, mulut tertutup lakban hitam. Anna tertunduk lemas, ia masih belum sadar dari obat bius. Dihadapannya ada seorang lelaki tampan, memandangi Anna yang sedikit demi sedikit mulai sadarkan diri.

"mmh" Anna melenguh, lemas.

"Selamat datang, sudah sadar?"

Anna membelalakan mata saat menyadari keadaanya yang terikat dan melihat lelaki itu, ya Johnny Suh kini ada dihadapanya dengan senyum manis, sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. "jangan takut, anggap saja kamu sedang bekerja sekarang Anna" Katanya sambil menghampiri Anna perlahan.

Anna hanya bisa berdeham dibalik lakban yang menutup mulutnya, ketakutan sambil menggelengkan kepala. Johnny ada di depannya sekarang, ia mencengkram kuat rahang Anna lalu menariknya hingga mata mereka bertemu.

"Kamu tahu kenapa saya memilih kamu?" Johnny mendekatkan wajahnya. "Karena ngga ada yang akan mencari kamu Anna, jadi saya bisa bersenang-senang lebih lama, ngga perlu buru-buru untuk menghilangkan jejak nanti." Johnny merapikan rambut Anna yang berantakan. "Kalau kamu berontak saya jadi ngga sabar" tambahnya.

Anna menangis, sambil berusaha teriak. Siapa yang ngga takut? Diculik oleh seseorang yang baru dikenalnya, CEO yang ia taruh harapan begitu besar untuk berkerja, menculik dan menyekapnya seperti ini.

"hm? ada yang mau kamu katakan?" Johnny seraya melepas lakban dalam sekali hentak dan wanita itu melenguh kesakitan.

"AAW! APA-APAAN INI? LEPASIN!" Teriaknya.

PLAKK!!

Itulah yang Anna terima, tamparan keras di pipi kananya, ruam merah dipipi dan sarah segar di sudut bibir. Tangan dan kekuatan yang Johnny punya tentu membuat tamparan itu terasa sangat sakit. Anna terdiam dalam beribu pertanyaan di benaknya.

What the hell goin on?

"Sssst! Jangan berisik dulu, saya bahkan belum mulai." Anna ngga mengindahkan perintah Johnny, ia justru memberontak, berharap akan ada yang mendengarnya.

"Pak! Apa salah saya! Lepasin! Saya mohon!" Anna semakin memberontak hebat, membuat kegaduhan.

"Berisik! Saya bilang tadi jangan berisik!"

BRAAAK!

Johnny menendang kursi yang diduduki wanita itu sampai tersungkur keras ke lantai, seketika Anna berhenti. Ia kaget bukan main, bukankah Johnny terlihat sangat ramah sebelumnya?

"Mau yang mana?" tanya Johnny yang kemudian berjongkok sambil menunjukan pisau lipat kecil di tangan kana dan pistol di tangan kiri.

"JAWAB! YANG MANA?"

Anna tersentak, ia bergidik takut. Mau atau ngga ia harus menjawab.

"Pi... pisau..."

"Pilihan yang bagus, cocok untuk kamu. Ingat ya ini pilihan kamu"

"Apa? Untuk apa pak?"

"Ssst, nanti juga tahu" ujar Johnny, sambil memasang telunjuknya didepan bibirnya.

Anna merengek, menggelengkan kepalanya, airmatanya menyeruak. Rasa takutnya membuat ia ingin mati saja sekalian. Karena bayangan kematian sudah sangat jelas di benaknya. Jual beli manusia? Atau organ dalam manusia?

"Dengarkan saya baik-baik. Saya akan buka ikatannya, tapi kamu harus diam kalau mau tetap hidup, setidaknya untuk hari ini." Johnny benar-benar melepaskan ikatan itu, Anna masih meringkuk di posisinya, terdiam --ngeri. Diam-diam melirik pintu yang sedikit terbuka.

[ON HOLD] Stockholm Syndrome [Anguishtyc  version-Johnny Suh]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu